2. Alin dan Moccha, Untuk Jesper dan Razka

1.4K 249 73
                                    

"Eh, dia anak baru, ya? Tapi, kok, mukanya gak asing."

"Itu Razka bukan, sih? Yang anaknya Pak Surya."

"Anaknya pemilik yayasan? Demi apa? Yang dulu buta itu?"

"Hush! Entar kalau orangnya denger bisa berabe."

Persetan dengan semua ucapan itu. Razka memilih mengacuhkan komentar penduduk sekolah mengenai penampilan barunya. Ada yang terlihat cengo, ada yang masih berusaha mengingat, ada juga yang langsung mengenalnya.

Ternyata ... dia sudah seterkenal itu.

Dulu, saat ia masih menjadi penyandang tunanetra, ia sering mendatangi Jesper di sekolah ini. Terkadang menunggunya pulang bersama di ruangan khusus pemilik yayasan. Apalagi Surya, sang ayah cukup sering memperkenalkannya pada warga SMA Angkasa 01. Jadi bukan hal tabu lagi, jika kini penduduk sekolah pasti mengenali dirinya.

Razka melangkah dengan pasti di tengah koridor. Menyampirkan tas yang terlihat ringan di bahu sebelah kanan. Membuka resleting jaket dengan bagian penutup kepala yang menutupi kepalanya.

Matanya hanya menatap lurus tanpa senyuman yang menghiasi bibirnya. Ia sengaja mengabaikan orang-orang yang menyapanya. Membiarkan mereka menilainya angkuh. Kini, Razka yang hangat sudah tidak ada lagi. Telah lama hilang ditelan kekecewaan yang ditinggalkan seseorang. Razka hanya akan bersikap manusiawi, pada mereka yang tahu tentang perubahan karakternya sekarang.

"Woy, Ka!"

Razka lantas berhenti. Ia berbalik, menunggu Jesper yang memanggilnya tiba di sampingnya.

"Mentang-mentang sekarang udah bertransformasi, gak mau berangkat bareng gue. Songong lo, ya!" Jesper melayangkan protes begitu ia sampai. Menyampirkan tas dengan posisi yang sama seperti Razka.

Razka tersenyum miris. "Sekarang, 'kan, kita udah gak tetanggaan lagi. Mana bisa berangkat bareng?"

"Itu dia. Sayang banget, ya." Jesper menggeleng sambil berdecak-decak.

"Sayang apaan? Yang ada gue malah seneng, wi-fi di rumah gak ada yang ngebobol lagi."

"Yaelah, perhitungan amat lo sama temen sendiri."

Razka tergelak ringan. Kembali melanjutkan perjalanannya ditemani Jesper yang sepertinya juga baru datang.

"Oh, ya, kabar bokap lo gimana?"

Jesper menghela kasar. Membenarkan posisi tasnya yang agak turun. "He's fine, (Dia (lk) baik-baik aja,) baru tadi malem gue dapet telfon dari penjara soal Papa yang katanya pengen ketemu gue. Kalau hari ini gue gak sibuk, gue bisa sekalian ajak Mama buat ketemu dia. Udah hampir setengah tahun mereka gak ketemu. Gue masih gak tega liat Mama nangis cuma kar'na penjahat kek dia."

Razka menatapnya iba. "Maaf, gue sama Daddy gak bisa bantu apa-apa. Daddy juga bilang belum nemu pengacara yang sanggup buat bebasin bokap lo."

Jesper tersenyum pedih. "Gue malah berharap Papa jangan dibebasin dulu."

"Jes—"

"Dia jelas bersalah, Ka. Apa yang dia lakuin itu tindakan kriminal. Biarin dia jalanin hukumannya. Setidaknya dia harus dapet balasan dari apa yang dia lakuin dulu," jelas Jesper. Ada rasa muak yang terlihat di netra karamelnya. "Ini juga salah gue. Seandainya gue tau apa rencana Papa selama ini. Mungkin gue bisa mencegah hal sebelum terjadi kek sekarang."

SHE AND YOU ✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang