Proses revisi!Setelah Ale selesai mandi dia segera turun dan melihat Mamanya sudah berada didepan televisi.
Sambil berlari kecil, Ale memeluk mamanya dari belakang, serta mencium pipi Mamanya.
"Mama ganti aja ngapa chanellnya. Ngapain nonton sinetron begitu. Liat tuh, suaminya kawin lagi. Ada akhlak dia begitu." Ale bersuara kesal. Kenapa ibu-ibu suka nonton drama seperti ini? menurutnya sangat mengesalkan. Membuat siapapun yang menonton pasti kesal dan marah. Pernah dulu, mamanya melampiaskan amarahnya kepada Ayahnya yang sedang mengerjakan suatu proyek sambil menemani istrinya menonton, tapi malah menjadi samsak hidup.
"Ish kamu ini ganggu aja. Lebih baik duduk tenang ikut mama nonton." Ale langsung menolak dan menatap ngeri Mamanya.
"Ih, mana mau Ale. Entar malah jadi samsak buat Mama kalo tiba-tiba kesal sama filmnya.
Ema mendelik tidak terima." Idih, mana ada. Fitnah nih."
"Mama aja yang enggak sadar, selalu jadiin papah korban, saat lagi kesal." Ema mendengkus kesal. Ini anak untung sayang.
"Kamu enggak datangin Al? Entar kangen lagi." Ema berusaha mengusir anaknya secara halus, agar acara menontonnya tidak terganggu.
"Oiya, jamnya Al manja-manja nih." ujar Ale sok dewasa. Ema yang mendengarnya mendelik menatap anaknya yang memasang wajah serius.
"Kebalik kali. Kamu yang manja-manja." Ale seketika terkekeh. Tahu aja Mamanya ini.
"Ayolo... nonton sinetron kek gitu siapa tau papa nikah lagi lalu mama nangis bombai." Ale berujar sambil tertawa.
Ema yang mendengar itu langsung melotot, Ale langsung kabur, sebelum macan mengamuk.
"Astaga anak siapa sih itu usil bnget".
Ale yang habis mengusili mamanya berjalan kerumah Al yang jarak nya dekat dari rumahnya, dan tanpa salam langsung nyelonong masuk ke rumah Al. Itu adalah hal yang biasa. Pelayan yang sedang bekerja, menunduk hormat sejenak, lalu melanjutkan pekerjaannya. Tidak ada dirumah Al yang tidak mengenal dirinya. Jadi, Ale santai aja.
Rumah Al sangat sepi, hanya terlihat beberapa pelayan. Entah dimana yang pelayan yang lain.
Ale memilih menuju kamar Al yang
berada di lantai dua, tepat berhadapan dengan kamarnya. Itu sengaja Al lakukan, dan Ale pun menyukainya.Ale langsung masuk dan menemukan Al yang sedang duduk disofa dekat kasurnya sambil pokus menatap laptop dipangkuannya. Saat ini, menurut Ale wajah Al terlihat semakin tampan, apalagi saat rambut Al berantakan menutupi dahinya yang mulus.
Ale berjalan mengendap-ngendap, berharap Al tidak mengetahui keberadaannya.
"Kamu sudah mandi?" Pertanyaan yang keluar dari mulut Al, membuat Ale langsung memasang wajah cemberut.
"Kok malah nanya itu sih? Memangnya aku bau yah?" Al meletakkan laptopnya diatas meja dan menatap Ale sambil terkekeh geli. Astaga betapa imutnya gadisnya.
"Aku cuma nanya Ale, soalnya kamu tadi lari-lari. Pasti keringetan. Enggak risih emang?" tanya Al menaikkan sebelah alisnya. Membuat Ale mengangguk paham.
"Sudah kok, disuruh mama tadi."
Al mengangguk dan merentangkan kedua tangannya. Ale yang melihat itu langsung berjalan cepat dan duduk dipangkuan Al dengan posisi menyamping.
"Al aku lapar,aku mau makan mie ayam yah yang didekat taman itu enak bnget kemaren aku sama Riska dan Leta kesana ayo." Ale menatap Al dengan mata berkaca-kaca.
Al menggeleng dan membawa wajah Ale untuk menatap dirinya." Makan dirumah aja. Lebih sehat. Tadi udah, dan ingat kamu sampai lari-lari. Aku enggak suka!"
Ale menggigit bibirnya kesal. Al masih marah masalah tadi. Gagal sudah untuk menikmati makanan kesukaannya.
"Yaudah ih," sungut Ale kesal, tapi Al terlihat tidak memusingkannya dan mencium dahi Ale dengan penuh kasih sayang.
"Aku enggak mau kamu sakit Ale. Tolong mengerti." Mendengar perkataan Al, membuat Ale merasa bersalah. Dirinya selalu memaksakan kehendak dan Al selalu berusaha menurutinya.
Sambil menahan air matanya yang hendak keluar, Ale menatap Al juga menatap dirinya lembut.
"Maaf ya Al, Ale memang bandel." Al terkekeh melihat Ale yang terlihat seperti anak kecil yang ketahuan melakukan kesalahan.
"Kamu memang bandel.... tapi aku sayang. Gimana dong?" Ale merasa pipinya terasa panas. Jantungnya berdetak cepat setiap kali Al menggodanya. Apalagi sekarang wajah mereka berdua sangat dekat, hingga bisa merasakan napas masing-masing.
"Al, jantung aku mau copot loh. Jangan kayak gitu ih." Al tertawa lepas mendengarnya. Sungguh, hanya saat bersama Ale saja, dirinya mengeluarkan lebih banyak ekspresi. Tidak tahan karena merasa gemas melihat kelakuan Ale.
"Kamu juga jangan sembarangan membagi senyum kepada orang lain." Sifat posesif Al mulai terlihat kembali, tapi Ale menyukainya. Itu membuktikan, bahwa Al tidak mau kehilangan dirinya.
"Siap komandan." Setelah itu Ale kembali memeluk Al, dan meletakkan kepalanya tepat didada Al yang terasa nyaman.
Sungguh, Al merasa bahwa Ale adalah dunianya. Siapapun yang berani mengusik bahkan berpikiran untuk merebut apa yang menjadi miliknya.
Berarti sudah siap untuk hancur!
●●●●
Hari minggu merupakan hari paling Ale tunggu. Agar bisa bersantai tanpa merasa pusing mendengar penjelasan dari guru.
Ale yang turun dari tangga, melihat papah dan mamanya sedang bermesraan. Terlihat dari Mamanya yang bersandar dibahu suaminya yang mengelus rambut istrinya penuh kasih sayang.
"Mama, Ale lapar." Refleks, Mama dan Papahnya memisahkan diri.
Rasain. Siapa yang nyuruh mesra-mesraan diruang tamu. Ale yang lihatkan jadi iri. Malah Al hari ini sedang berada dikantor untuk membantu ayahnya
Al memang sedari dini dipersiapkan untuo bisa dengan segera mewariskan perusahaan Ayahnya. Karena itu, Ale menjadi kesepian hari ini.
"Ganggu aja si Ale, orang mau minta jatah juga." Matt berujar lirih, tapi masih bisa didengar oleh Ema dan Ale.
Dengan kesal, Ema memukul suaminya menggunakan bantal sofa." Papah ih! Bicaranya enggak ada filter."
Ale menatap bingung kedua orangtuanya itu." Ngapain papah bicara pake filter mah? Kan filter buat mempercantik diri difoto. Bukan buat bicara." Ema menepuk jidatnya, anak sama suami. Suka bikin naik darah aja kerjaannya.
Untung sayang!
"Bukan gitu Ale..." ucap Matt menghela napas. " Kamu tidur aja deh sana."
Ale menatap Papahnya kesal. Dirinya baru saja bangun , masa disuruh tidur lagi.
"Bilang aja, papah mau sayang-sayangan sama mama. Masa masih pagi sudah disuruh tidur lagi."
"Sudah siang sayang," ralat Ema yang dibalas cengiran manis oleh Ale.
"Nah itu."
"Kamu makan dulu, perut kosong entar masuk angin." Ale pun mengangguk dan menarik tangan Mamanya lembut.
"Ayo temanin. Ale enggak mau makan sendirian." Ema pun mengangguk dan menemani Ale kedapur. Anak gadisnya ini memang tidak bisa makan sendiri. Harus ada yang menemani, entah sifat manja ini diturunkan dari siapa.
Sedangkan Matt hanya bisa menghela napas kecewa. Tidak jadi mendapatkan jatah dari istrinya.
Tbc
Jangan lupa vote dan komen yah see you😚
KAMU SEDANG MEMBACA
Al untuk Ale (TAMAT)
Teen FictionSebuah kebahagian bagi Ale memiliki sahabat seperti Al yang selalu mengutamakannya. Banyak orang berkata persahabatan mereka sudah selayaknya orang pacaran. Apakah itu semua bisa menjadi kenyataan? Bagaimana kisah mereka berdua? Kuylah baca. Jangan...