Proses Revisi!
Ale dan dua sahabatnya, memilih jalan-jalan ke mall tanpa kehadiran para cowok. Namun, dirinya sudah meminta ijin kepada Al sebelum pergi, daripada entar malah diomelin gara-gara enggak ijin, lebih baik antisipasi terlebih dahulu.
Sekarang mereka bertiga sedang menemani Riska membeli alat make-up. Ale yang kebelet, menuju toilet. Saking kebeletnya, Ale tidak sengaja menabrak seorang pria yang membelakanginya. Minuman yang dipegang lelaki tersebut tumpah mengenai pakaiannya sendiri.
"Astaga... maaf aku enggak sengaja." Ale berujar panik sambil mengusap baju lelaki itu dengan tangannya.
Lelaki tersebut malah terkekeh pelan melihat wajah Ale yang terlihat imut kala sedang marah.
"Enggak papa kok, santai aja. Malah tangan lo jadinya kotor," jawab Lelaki tersebut sambil memegang tangan Ale agar berhenti mengusapnya.
Merasa bersalah Ale, menawarkan untuk membeli baju baru, agar mengganti baju yang telah kotor akibat kecerobohannya. Namun lelaki tersebut menolak halus, tapi karena Ale bersikeras akhirnya menyetujuinya. Rasa kebelet Ale sudah hilang, entah kemana.
"Oiya, nama gue Varo. Lo siapa?" Ale yang sedang berjalan berdampingan dengannya langsung menengok kearah Varo yang memiliki tinggi badan lebih darinya.
"Hmm, panggil aja Ale." Varo mengangguk, dan mereka akhirnya sampai disalah satu toko baju diMall tersebut.
"Varo pilih aja baju yang paling mahal enggak papa kok. Ale sanggup bayar." Varo tersenyum manis menatap Ale yang juga tersenyum kepadanya.
Mungkin bagi sebagian orang, perkataan Ale sangat sombong. Namun, yang keluar dari mulutnya hanyalah perkataan spontan, karena Papahnya selalu mengatakan hal itu kepadanya semenjak kecil apabila mereka berbelanja bersama.
"Gue maunya lo yang pilihin, terserah yang mana." Ale langsung mengangguk tanpa pikir panjang, lalu mencari baju yang menurutnya cocok dengan Varo.
"Semuanya cocok, soalnya Varo kan ganteng." Ale berujar polos, tanpa ada niat menggombal.
Akhirnya Ale memilih baju berwarna hitam polos dan menyerahkannya kepada Varo.
"Kata kebanyakan orang, kalo cowok pake baju hitam itu, pesonanya keluar. Jadi, Varo pake aja warna hitam." Varo tanpa pikir panjang langsung menyetujuinya dan mengganti pakaiannya diruang ganti.
Setelah selesai, Ale ijin untuk pergi, tapi Varo malah mengajaknya makan. Ingin menolak, namun karena terus dipaksa, akhirnya Ale menyetujuinya saja.
Setelah sampai ditempat makan, mereka memesan makanan. Tiba-tiba Riska dan Leta menghampirinya dengan raut wajah cemas dan kesal.
"Lo kemana aja sih, Ale? Kami cari kemana-kemana malah ngilang kesini." Riska berucap kesal, namun terdiam setelah tidak sengaja melihat Varo yang duduk dimeja yang sama dengan sahabatnya.
Ale hanya menyengir sambil menarik Leta yang sedari tadi diam. Lalu menceritakan apa yang terjadi sampai dirinya menghilang. Serta berkenalan dengan Varo yang sangat ramah.
"Lo kan bisa bilang antara kami berdua gitu, kalo lo ngilang lalu enggak balik, entar kami malah diteror Al." Ale menoyor kepala Riska pelan.
"Idih, aku bukan anak kecil kali."
"Tapi sifat lo kayak anak kecil," timpal Leta santai, yang diangguki Riska.
Riska mengambil ponselnya yang berbunyi.
"Anjir, Al nelpon woy!"
"Angkat langsung," jawab Leta.
"Halo, Al." Riska meletakkan ponselnya disamping telinga. Tidak lama menyerahkannya kepada Ale yang menatapnya bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Al untuk Ale (TAMAT)
أدب المراهقينSebuah kebahagian bagi Ale memiliki sahabat seperti Al yang selalu mengutamakannya. Banyak orang berkata persahabatan mereka sudah selayaknya orang pacaran. Apakah itu semua bisa menjadi kenyataan? Bagaimana kisah mereka berdua? Kuylah baca. Jangan...