Sebelas

416 38 2
                                    

Vote and komen

WARNING TYPO!!
Proses Revisi!

Hari senin merupakan hari yang paling tidak disukai oleh sebagian murid terutama Ale.
Harus berpanas-panasan saat upacara bendera seperti sekarang ini, sambil mendengar kepala sekolah berpidato tentang kenakalan remaja.

Hari ini yang menjadi petugas upacaranya adalah osis. Jadi, Al tidak berada disampingnya, tapi sedang berbaris dibelakang wilayah kelas sepuluh.

Rian yang menjabat sebagai wakil osis bertugas sebagai pemimpin upacara. Seharusnya Al, tapi menolak dan memilih menjaga ketertiban jalannya upacara.

"Kapan sih kepsek selesai pidato? Panas njir, kulit gua bisa jadi hitam." Riska berbisik kepada Leta yang berada disampingnya.

"Lebay , " ejek rafa yang membuat Riska meliriknya kesal.

"Nyaut aja lu monyet!" balas riska sambil menjulurkan lidahnya kearah Rafa yang malah menunjukkan jari tengahnya.

"Gua ganteng gini di bilang monyet, buta mata lu gak liat, betapa gantengnya gua. "  mendengar perkataan Rafa yang sangat kelewat pede, membuat Riska dan murid lain  langsung menampilkan wajah ingin muntah.

"Udah jangan ribut! Simak dan perhatikan kepsek lagi ceramah sono. " Leta menegur teman-temannya. Memang dibarisan kelas sebelas Ipa 3 yang merupakan kelas mereka Ale, hanya Leta  yang dengan serius sedari tadi  mendengarkan ceramah kepsek tapi malah terganggu karena perdebatan riska dan rafa.

Sedangkan Ale yang berdiri di belakang rafa untuk berlindung dari matahari, sedari tadi hanya diam sambil menahan sakit di kepalanya karena dia memang belum sempat sarapan karena bangun kesiangan. Hal itu juga tanpa sepengetahuan Al.

Memang, dia pagi ini kesekolah tidak bersama Al tapi diantar oleh supir, karena Al sebelum kesekolah harus ke kantor lebih dahulu karena ada suatu kepentingan yang tidak Ale ketahui.

Mamanya pun tidak berada dirumah, karena pagi-pagi sekali berangkat ke rumah neneknya karena sedang sakit dan tidak memberitahu  kapan akan pulang.

Saat upacara telah selesai, Ale yang sudah tidak bisa menahan lagi, kehilangan kesadaran dan pingsan. Untungnya, Rafa yang berbalik langsung menopang tubuh Ale agar tidak terjatuh ketanah.

"Ale..  astaga jangan pingsan dong." Rafa berujar panik, sambil menepuk pelan pipi Ale.

"Alenya udah pingsan dodol! Angkat ke-uks, cepat!"

Al yang melihat kejadian itu, langsung berlari dengan cepat dan mengambil alih tubuh Ale dari pelukan Rafa.

Saat salah satu petugas pmr datang membawa tandu, Al tidak memperdulikannya dan malah mengendong Ale bride style untuk menuju kearah uks.

Ian yang berlari disampingnya, langsung diperintahkan untuk menghubungi  dokter Arya yang merupakan dokter pribadi keluarga fernandez dan collins untuk segera datang membawa perlengkapan lengkap untuk memeriksa Ale. Sedangkan Riska dan Leta mengikuti mereka dari belakang dengan panik.

//uks//

Sesampainya di uks Al segera merebahkan tubuh Ale diatas ranjang uks, sambil mengelus keringat sambil memegang tangan Ale yang terasa dingin.

"Ini kenapa kak?" tanya petugas pmr memang berjaga di uks.

"Lu gak liat kalo Ale pingsan? Pake nanya lagi!" Jawab Riska kesal, yang membuat petugas pmr tersebut menuduk takut.

"Ambil minyak kayu putih, cepat!" sentak Al dingin. Dengan cepat, Leta mengambilnya yang berada dilemari obat dan langsung memberikannya kepada Al.

Salah satu cowok yang merupakan petugas pmr, segera mendekati ranjang untuk memeriksa keadaan Ale, tapi langsung ditatap tajam Al yang membuatnya terhenti.

"Siapa yang menyuruh lo mendekat?"

"Tapi kak.. saya mau memeriksa keadaan kak Ale yang pingsan." Cowok itu berkata sambil menahan rasa takut. Terlihat dari sebutannya memanggil Ale, bahwa perugas pmr tersebut adalah adek kelas mereka.

"Hm... lo enggak perlu periksa Dito..." Riska berucap sambil menatap name tag petugas pmr tersebut." Dokter akan segera datang."

Tidak lama setelah Riska mengatakan itu, Dokter Arya beserta  dua orang suster bergegas masuk.

Suster yang dengan cekatan memasangkan infus ketangan Ale, sedangkan dokter Arya segera memeriksa keadaannya dengan stetoskop yang dia bawa.

"Kalian semua keluar!" perintah Al
Yang tentu saja langsung dituruti semua orang kecuali dokter dan suster. Setelah semua orang keluar, Al segera menghampiri ranjang Ale dan  bertanya kepada  Dokter Arya yang sedang memeriksa Ale.

"Gimana keadaan Ale?" tanya Al khwatir sambil memegang tangan Ale yang tidak diberi infus.

"Kondisinya sekarang lemah. Suhu tubuhnya tinggi, apalagi perutnya kosong belum diisi makanan sama sekali. Seharusnya segera dibawa kerumah sakit."

Al yang mendengarnya, langsung mengepalkan tangannya kuat, menahan rasa marah yang bersarang dihatinya.

Akhirnya, Ale dibawa kerumah sakit dengan menggunakan ambulan. Semua isi sekolah heboh, bagaiamana kekhawatiran Al yang membuatnya mereka ingin sekali berada diposisi Ale sekarang.

Setelah Ale sadar. Ruangannya dipenuhi oleh para sahabatnya.

"Ale, lo baik-baik aja kan?" tanya riska heboh, membuat kepalanya digetok oleh Ian.

"Lo enggak lihat Ale lagi sakit, malah nanya terus."

"Ris lo itu terlalu heboh." Leta yang jengah melihat kelakuan Riska, angkat bicara.

" Gue kan khawatir gitu."

"Yaelah, lagian lo heboh banget deh. Bisa tambah sakit malah kalo orang sakit,  dengar suara cempreng lo." Rafa mengejek Riska yang langsung menampilkan wajah cemberutnya.

Dengan kesal menendang tulang kering Rafa dengan kencang. Rafa yang ingin berteriak, mulutnya langsung dibekap oleh Ian.

Karena bekapan Ian yang sangat kuat, Rafa hampir tidak bisa bernapas. Ian yang menyadari itu langsung melepaskan bekapannya.

Rafa langsung menarik napas sebanyak-banyaknya dan menatap Ian sambil melotot.

"Kalo mulut kalian enggak bisa diam, mendingan pergi." Mendengar nada dingin dari Al, membuat suasana menjadi hening.

Ale yang melihat itu, langsung memegang tangan Al dengan tangan yang tidak di infus. Menatap sayu Al yang sedang marah.

"Kamu jangan kayak gitu ih, aku malah terhibur dengan kegoblokan Iler." Mendengar itu, semua orang terkekeh geli kecuali Rafa yang melotot dan memasang wajah tidak terima.

"Mau gue hilangin tu mata?" Mendengar pertanyaan Al yang serius, Rafa langsung mengubah raut wajahnya.

"Sebaiklah lo semua keluar dulu, waktunya Ale istirahat sekarang." Tanpa menunggu lama, mereka semua beranjak pergi meninggalkan ruangan kecuali Al.

"Kamu harus istirahat, aku akan jaga sampai kamu terbangun." Ale hanya bisa mengangguk lemah dan menutup matanya perlahan.

"Kamu jangan sakit lagi." Al bersuara lirih. Ale yang sudah terlelap tidak bisa mendengarnya.

Ketika Al melihat Ale pingsan, seperti ada sesuatu yang menghantam dadanya dengan kuat. Rasa sakit yang Ale rasakan, membuatnya juga ikut merasakan itu. Ikatan diantara mereka sangatlah kuat, maka dari itu, butuh sesuatu yang besar untuk memisahkan mereka.

Itupun jika bisa!

Karena Al tidak akan pernah, membiarkan seseorang berusaha untuk masuk kedalam dunia mereka berdua.

Apalagi menyentuh seinci pun tubuh Ale, atau akan mendapatkan hadiah terburuk dari Al.

Tbc.

Aku enggak tahu lagi apakah cerita ini makin membosankan. Jika kalian suka, tolong vote yah. Supaya aku tahu berapa orang yang suka bacanya.




Al untuk Ale (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang