40. Pregnant

1.4K 140 0
                                    

40. Pregnant

Pagi itu, Diva yang sedang menyiapkan sarapan untuk suaminya tiba-tiba mendadak mual. Buru-buru dia berlari ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya.

Sudah sebulan mereka menikah. Apa jangan-jangan dirinya hamil? Tanpa sadar saat memikirkan hal itu, Diva mengelus perutnya sambil tersenyum.

Ting... Tong... Ting... Tong...

Diva melihat sosok sahabatnya begitu membuka pintu rumahnya. Diandra langsung mengangkat plastik berisi test pack lalu tersenyum nakal.

"Gue gak mau tau, sekarang lo coba ini, karena gue kepo!" ucap Diandra.

"Ih, gue kan cuma minta tolong beliin test pack, abis itu lo boleh pulang. Lagian emang hari libur gini gak ada yang ngajakin jalan?"

"Ini lo nanya apa ngatain?"

Diva tertawa. "Yaudah lo sarapan dulu gih! Ada nasi goreng tuh."

"Wah, tengkyu calon ibu. Eh btw, Alex mana?"

"Pagi ini langsung ke kafe. Mau ketemuan sama temennya, katanya sodaranya minggu depan rencana mau ngerayain ulang tahunnya di kafe. Tapi masih belum deal sih."

"Pantesan."

"Oh iya, gue lupa minta tanda tangan lo buat di laporan keuangan. Abis gue gak tau kalo lo akan kesini hari ini."

"Gampang, Div, nanti gue mampir ke kafe sebentar."

Diva pergi ke kamar mandi. Sementara menunggu Diva, Diandra melahap nasi goreng buatan Diva yang rasanya gak kalah enak dengan buatan Bi Piah.

"Gimana hasilnya?" Diandra spontan menanyakan hasilnya begitu Diva keluar dari toilet.

"Negatif, Di."

"Yah."

"Tapi negatifnya dua bar." lanjutnya sambil tersenyum.

"Waaaah, selamat Divaaaaa! Akhirnya gue bakal punya ponakan!"

"Jangan bilang Alex dulu ya, Di."

"Siyaaap." Diandra sambil hormat. "Yaudah, Div, gue mau langsung ke kafe, terus mau pulang, mau santai-santai."

"Ih, lo tuh ya! Yaudah gih, hati-hati ya, Beib!"

"Okay."

* * *

Gue otw kafe
kenapa Land?

Erland baru saja membaca pesan masuk dari Diandra. Buru-buru dia mengambil kunci mobilnya berniat menyusul Diandra ke kafe.

Begitu sampai tempat parkir, dia melihat sedan hitam mewah milik Diandra yang terlihat baru itu. Dia memarkirkan mobil sport hitamnya persis di sebelah mobil Diandra.

Begitu Erland membuka pintu kafe, beberapa pasang mata perempuan pengunjung kafe langsung terkunci pada Erland.

Dia juga melihat Alex yang sedang berbincang dengan salah satu tamu yang Erland sendiri tidak kenal. Namun Alex langsung memberi isyarat kalau Diandra ada di atas, di ruangannya.

Setelah Erland mengetuk pintu ruangan Diandra, Diandra mempersilahkan masuk. Dia melihat Diandra sedang sibuk dengan kertas-kertas di atas mejanya. Dia melepas kacamatanya.

"Sibuk, Di?"

"Engga terlalu, kenapa, Land?"

"Mau bicara."

Diandra meminta Erland menunggu sebentar lagi dan memperilahkannya duduk di sofa. Mata Erland fokus pada Diandra yang sedang fokus itu. Diandra terlihat makin cantik.

"Oke, gue udah selesai. Mau bicara apa, Land?"

Erland tidak bicara apa-apa, dia menatap Diandra dalam-dalam. Diandra bangkit dan duduk di samping Erland.

"Erland, gue udah gak sibuk. Lo mau bicara apa?"

"Di, mungkin gue bukan orang yang pinter ngerangkai kata-kata. Beberapa tahun ini gue ke London salah satunya supaya gue gak inget lu lagi. Tapi gue gak bisa, Diandra. Kasih kesempatan buat gue. Gue akan memperlakukan lu dengan baik."

Diandra meraih tangan Erland. "Land, gak ada yang lebih indah dari dicintai balik oleh orang yang lo cintai. Mungkin dulu gue terlalu naif untuk tau siapa yang sebenernya ada di hati gue. Gue jahat, Land, kalo gue gak ngasih lo kesempatan untuk membalikkan hati gue yang lo sendiri tau untuk siapa. Tapi... gue rasa gue akan lebih jahat lagi kalo gue ngasih lo kesempatan, membuat lo berusaha untuk memperlakukan gue dengan baik, tapi... gue gak yakin perasaan gue ke lo akan berubah," matanya berkaca-kaca. Diandra berusaha menahan air matanya agar tidak tumpah. "karena jujur... sampai sekarang... gue masih sangat mencintai Xavier. Hingga saat ini gue gak tau perasaan gue ini maunya apa. Gue mau banget ninggalin Xavier dan menjalani hidup baru dengan orang baru. Tapi hati gue sebaliknya." Erland memeluk Diandra yang sudah tidak dapat membendung air matanya. "Maafin gue, Land. Gue tau gue jahat banget sama lo. Gue tau gue orang bodoh yang nolak orang yang sempurna kayak lo. Maafin gue, Land."

Flashback...

"Di... maaf."

"Aku udah maafin kamu kok, Xav."

Xavier meraih tangan Diandra. Jarinya menggenggam jari-jari mungil Diandra. Namun Diandra melepaskannya.

"Xav, aku rasa, kita udah gak bisa kayak dulu."

"Maksud kamu apa, Di?"

"Aku melepaskan kamu, Xav. Aku menyerah atas hubungan kita."

"Di..."

"Aku gak sekuat yang kamu pikir, Xav. Aku rasa udah cukup selama beberapa tahun ini. Aku mau cari kebahagiaan aku sendiri. Maaf aku udah egois."

Diandra bangkit dari duduknya.

"Aku yang egois, Di! Aku yang jahat sama kamu!" ucap Xavier tegas. "Tapi, kamu mau dengerin penjelasan aku, Di? Aku mohon! Setelah ini aku janji, apapun keputusan kamu, aku terima!"

Diandra tidak mengatakan apapun. Tapi dengan Diandra duduk kembali menandakan kalau dia bersedia mendengarkan penjelasan Xavier.

"Aku koma selama setahun, Di. Begitu aku bangun, tangan dan kaki aku gak bisa digerakin, akhirnya aku terapi. Alasan Mami gak ngabarin kamu mungkin awalnya karena hatinya sakit kalau ngabarin kamu dengan kabar yang sama. Setelah aku bangun, aku terapi dan sehat lagi, aku yang minta Mami untuk gak ngabarin kamu. Aku ngejar semuanya. Aku kuliah mati-matian belajar supaya aku bisa lulus lebih cepet. Aku nyelesain proyek yang udah setengah jalan karena itu memang tanggung jawab aku. Aku nyelesain semuanya secepat yang aku bisa karena aku ingin pulang ke Indo dan ketemu kamu. Aku mau kasih kamu surprise dan menjelaskan semuanya. Tapi ketika aku sampe, kamu menjauh, Di. Beberapa orang berusaha deketin kamu. Menjadikan kamu miliknya. Aku mau gimana jelasinnya ke kamu? Aku bener-bener takut kehilangan kamu. Kamu yang paling tau kalau aku gak bisa kalo gak sama kamu. Kamu yang paling tau, Diandra!"

Diandra bangkit dari duduknya. Dia benar-benar tidak sanggup lagi untuk mendengarkan kalimat yang diucapkan Xavier. Hatinya hancur. Dia tidak tahu saat ini bagaimana perasaannya pada Xavier.

Flashback off...

* * *

Me And The Six PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang