18. Erland
Dibutuhkan segera golongan darah O untuk teman kami yang sedang di rawat di rs, bagi yang bersedia mendonorkan daranya dapat menghubungi nomor 08xxxxxxxxx Erland
Mata Diandra terbelalak ketika membaca pesan dari Erland. Golongan darahnya O, dia segera menelepon Erland.
Diandra buru-buru menuju rumah sakit yang sudah diberitahu Erland lewat telepon tadi. Ini soal Bima, tadi pagi dia ditemukan pingsan dengan berlumuran darah di pinggir jalan. Bukan korban perampokan, karena mobil dan barang-barang berharga masih tertinggal utuh.
Sesampainya di rumah sakit, Erland dan teman-temannya sudah berada disana. Sisy terlihat berantakan, seorang pria paruh baya yang adalah Ayah dari Bima juga tak kalah berantakan.
Setelah mendengar penjelasan singkat dari Sisy, Diandra pergi keruang donor untuk memeriksa apakah darahnya layak untuk di donorkan pada Bima.
"Tadi pagi, aku dapet telfon dari handphonenya Bima, tapi yang telfon orang yang gak dikenal, bilang kalau Bima tergeletak di pinggir jalan dengan luka tusukan, mereka juga telfon ambulan. Setelah sampe sini, Dokter bilang kalau tusukannya cukup dalam dan mengenai hati Bima. Dia kritis, butuh banyak darah, stok disini kosong, stok di PMI juga gak banyak."
Setelah menunggu beberapa saat, Diandra akhirnya dapat mendonorkan darahnya untuk Bima.
Wajah Diandra sedikit pucat setelah mendonorkan darahnya. Erland ingin mengantarnya pulang namun sepertinya Sisy juga membutuhkannya.
"Gue gak apa-apa kok!"
Edo meraih pergelengan tangan Diandra, "Gue anter! Mau ke rumah Rere, kan?" Diandra mengangguk. Hari ini memang jadwalnya mengajar privat di rumah Rere. Setelah berpamitan pada teman-temannya, Edo mengantar Diandra.
"Beneran gak apa-apa, Di?" tanya Edo sebelum Diandra turun dari mobil dan masuk ke rumah Rere. Diandra mengangguk pelan, "kalo ada apa-apa, kabarin gue ya." Diandra mengangguk lagi.
Dia turun dari mobil Edo, lalu mengetuk pintu rumah Rere. Sesaat Rere membukakan pintu, Diandra pingsan. Untungnya Edo belum pergi dari tempat itu, dia ingin memastikan bahwa Diandra tidak apa-apa.
Buru-buru Edo turun dari mobil dan mengangkat Diandra ala bridal style, membaringkannya di kasur milik Rere.
"Kak Diandra kenapa, Mas Edo?"
"Diandra habis donor darah buat temen kita, kayaknya kecapean juga deh, mungkin juga dia belum makan."
"Ya ampun. Mas Edo disini ya, tunggu sampe Kak Diandra bangun. Rere mau belajar, soalnya besok ulangan matematika.
"Siap, Re. Kamu fokus belajar aja, Diandra biar Mas Edo yang jagain."
Rere meninggalkan Diandra dan Edo, namun ketika sampai di ambang pintu, Rere berbalik.
"Mas Edo, Mas suka ya sama Kak Diandra?" tanya Rere penasaran. Edo hanya tersenyum. "Aku setuju kalo Mas Edo dapet yang kayak Kak Diandra.""Kenapa?"
"Kak Diandra baik."
Edo makin mengembangkan senyumnya. Rere benar. Diandra baik. Dia tulus. Dia menyayangi Rere.
"Cieee, Mas Edo."
"Udah sana belajar, jangan godain Mas Edo terus!"
Rere, sepupu kesayangan Edo. Sifatnya hampir sama dengannya. Sama-sama tidak ramah dengan orang baru yang mereka tidak kenal. Namun Diandra mampu membuat keduanya menerima orang baru.
* * *
Siang itu, operasi Bima di mulai. Sisy dan Ayahnya menunggu harap-harap cemas prosesnya. Ada juga Erland yang menemani Sisy. Erland mengajak Sisy makan ke kantin karena sejak pagi sepertinya Sisy belum makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And The Six Prince
Fiksi RemajaDiandra, seorang gadis manis, pintar, ramah, senang berteman, dan tidak membeda-bedakan, bertemu dengan enam pria idola kampus karena suatu acara. Apa jadinya ketika masing-masing dari mereka mengenal diandra?