17. Incident
Diandra mulai merasakan Xavier menambahkan kecepatan mobilnya sambil melihat ke arah belakang lewat spion tengah. Diandra spontan ikut melihat ke arah belakang mobil. Sedan mewah hitam yang mengikutinya, sepertinya mobil itu saat ini mengikutinya.
Dalam hati takut, apa daya, Diandra hanya bisa percaya pada kemampuan menyetir Xavier, sampai akhirnya Xavier dapat meninggalkan jauh mobil sedan hitam yang mengendarainya.
Xavier menepikan mobilnya setelah dia merasa aman untuk berhenti. Di lihatnya wajah tegang perempuan di sampingnya.
"Sorry, tadi..." Xavier tidak dapat melanjutkan kata-katanya. "Gue gak tahu kenapa mobil tadi tiba-tiba..." kalimat Xavier terputus dan dia teringat sesuatu, "shit! Itu pasti mobil yang pernah ngikutin lu waktu itu!" tebaknya.
"Kok lo tahu?"
"Waktu lu ngasih tahu Rivan, gue ada disitu."
"Oh!"
"Gue yakin dia bukan cuma sekali dua kali ngikutin lu. Karena sekarang dia tahu lu ada dimana."
Raut wajah Diandra menjelaskan kalau kata-kata Xavier tadi benar.
"Kita lanjut?" tanya Xavier yang diangguki Diandra.
Baru saja Xavier akan menginjak pedal gasnya, mobil sedan mewah memblokir jalan.
"Anj*ng!" kata Xavier. "Lu tunggu sini, apapun yang terjadi, lu jangan keluar dari mobil. Oke?"
Diandra menghentikan niat Xavier yang ingin keluar dari mobil dan menghadapi si pengendara.
"Xav, ini masalah gue, dia ngejar gue. Gue yang akan turun, lu disini aja."
"Enggak!" Xavier menolak mentah-mentah permintaan Diandra, "apapun masalah lu, gak seharusnya gini! Oke?! Turutin mau gue, lu tetep disini!"
"Woy, turun lo!" sesosok pria yang dikenal Diandra turun dari mobil sedan mewah dan meminta Xavier turun dari mobil.
"Xav, dia mantan gue! Dia pasti udah ngikutin gue dari tadi!"
"Gue ngerasa selama ini dia gak memperlakukan lu dengan baik," ucap Xavier. "Terlebih dia cuma mantan!" lanjutnya sambil turun dari mobil.
"Xavier!" Diandra terkejut karena Xavier melompat turun. Diandra hanya melihat mereka terlibat pertengkaran, hingga Davin melayangkan pukulan dan Xavier berhasil menghindar. Xavier kembali melayangkan tinju yang tepat mengenai wajah Davin. Hingga mereka terlibat perkelahian.
"Stop!" Diandra akhirnya keluar dari mobil karena sudah tidak sanggup menyaksikan perkelahian keduanya.
"Kalo kamu mau ini berhenti, kamu ikut aku!"
"Mau apa lagi lu sama Diandra?!"
"Bukan urusan lo!"
Davin menarik tangan Diandra, Xavier juga menarik tangan Diandra.
"Dav, jangan gini!" pinta Diandra.
"Kenapa kamu kabur, Diandra? Aku pikir hubungan kita membaik setelah aku cium kamu."
Deg! Hantaman keras di dada Xavier begitu dia mendengar ucapan Davin barusan.
Davin menarik tangan Diandra dan membuat Diandra ke sisinya. Namun Xavier menarik tangan Diandra di sisi satunya.
"Kamu yang sekarang buat aku takut, Dav, ini bukan kamu. Lepas, Dav! Sakit!"
Davin semakin mengencangkan pegangannya, membuat Diandra meringis. Xavier melepaskan tangan Diandra, lalu memukul kembali wajah Davin hingga pegangannya pada tangan Diandra terlepas. Dia terpelanting.
"Masuk, Di!" perintah Xavier sambil ikut masuk ke dalam mobil. Dia menancap gas.
"Sial!" geram Davin ketika mobil Xavier berhasil pergi dengan membawa Diandra.
Xavier menginjak pedal gasnya dalam-dalam. Mendengar ucapan Davin barusan membuatnya emosi. Diandra tidak mengatakan apa-apa, tidak menjelaskan apa-apa. Xavier mengerti, mereka tidak cukup dekat sehingga Diandra harus menceritakan apapun padanya.
"Di, yang tadi itu..."
"Ceritanya panjang,"
Suasana hening cukup lama. Emosi Diandra mulai stabil. Dia melirik pria di sebelahnya yang tidak bertanya apa-apa lagi.
"Davin itu, baik, Xav..." Diandra akhirnya mulai bercerita. "Sampai suatu ketika, gue sadar kita semakin jauh sehingga gue juga semakin sadar komunikasi kita udah gak lancar. Dia selingkuh, dan gue gak bisa lanjutin hubungan ini. Gue mutusin dia, dia nyalahin perempuan selingkuhannya, sampai dilaporin ke polisi karena udah mukul perempuan itu." ujar Diandra. Xavier tidak berkomentar apa-apa, hanya mendengarkan. "waktu itu, Ibunya ke rumah gue, minta gue jenguk Davin karena Davin gak keluar kamar beberapa hari. Gue ngerasa cukup wajar gue jenguk dia sebagai teman. Tapi, semakin lama gue semakin sadar kalo gue udah gak mengenal Davin yang sekarang. Dia frustasi, nyium gue, kasar!"
Xavier cukup terkejut mendengar cerita Diandra. Wajahnya tegar, membuat Xavier ingin memeluknya, tapi dia mengurungkan niatnya.
"Sejujurnya, gue gak cerita kejadian ini dengan siapapun termasuk Rivan dan Gio, karena mereka pasti emosi, gue gak mau memperpanjang hal ini."
"Gue... boleh meluk lu, Di?"
Diandra merasa yang dilakukan Xavier kali ini adalah simpati seorang teman yang ingin menunjukkan rasa aman untuk temannya. Dia mengangguk. Xavier memeluknya.
"Lu tau, Di?" tanya Xavier. Diandra hanya bergumam, "Gue pernah baca sebuah kalimat, 'orang yang paling kesepian adalah orang yang paling ramah, orang yang paling sedih adalah yang senyumnya paling menawan. Karena mereka tidak menginginkan orang lain merasakan derita yang sama'. Menurut gue, lu orang yang seperti itu, Di."
Diandra tersenyum, berusaha menahan air matanya. Xavier melepaskan pelukannya. Tetapi melihat mata Diandra berkaca-kaca, dia kembali memeluknya.
"Just cry when you feel you have to cry, Di. Gue tahu lu pasti lelah."
Emosi Diandra runtuh. Xavier benar, dia terlalu lelah untuk menopang semua sendiri. Dia tidak mengeluh ketika seharusnya dia mengeluh, dia tidak menangis ketika dia seharusnya menangis, dia tidak mengucap rindu ketika seharusnya dia merindu. Dia menyimpan semuanya sendiri, dan sekarang hatinya lelah.
Xavier menepuk punggung Diandra sambil menunggu Diandra berhenti menangis dengan sabar. Harusnya mereka tidak pernah berpisah, seharusnya dia selalu bersama Diandra. Seharusnya...
"Aw, sakit ya?" Diandra meringis ketika mengobati ujung bibir Xavier yang terkena pukulan Davin barusan. Sementara wajah Xavier datar dan hanya memperhatikan Diandra yang ada di depannya. Dia memperhatikan mata Diandra yang bengkak karena menangis itu.
Diandra yang merasa bahwa Xavier melihatnya spontan menatap Xavier balik. Pandangan mereka beradu, Xavier mendekatkan wajahnya pada wajah Diandra. Jantung Diandra berdegup cepat. Xavier tersenyum.
"Kenapa? Lu deg-degan?" tanyanya.
"Engga!" jawab Diandra sekenanya karena sudah tertangkap bawah, dia menjauhkan wajahnya dari wajah Xavier.
"Pesona gue berlebihan banget?"
"Pede!"
Xavier tertawa pelan, spontan dan cepat, dia mengecup kening Diandra. Membuat Diandra diam membeku.
"Gue suka lu, Di!"
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And The Six Prince
Ficțiune adolescențiDiandra, seorang gadis manis, pintar, ramah, senang berteman, dan tidak membeda-bedakan, bertemu dengan enam pria idola kampus karena suatu acara. Apa jadinya ketika masing-masing dari mereka mengenal diandra?