29. Meet your parents
Xarrah, Mami Xavier langsung memeluk Diandra begitu bertemu. Hari ini Xavier mengajak Diandra untuk menjemput kedua orang tuanya yang baru saja pulang dari Jepang.
Aldevaro, Papi Xavier memberikan salah satu kopernya pada Xavier.
"Diandra, Mami gak nyangka kamu sama Xavier bakalan ketemu lagi. Mami seneng banget akhirnya keinginan Xavier terwujud! Kamu makin cantik. Mama Papa kamu apa kabar? Masih di Kalimantan?"
"Mom, kalo Mami nanya terus kapan Diandra jawabnya? Halo, Diandra, kamu apa kabar?" kali ini Aro menyapa Diandra.
"Hallo, Om, Tante, Diandra baik. Om sama Tante apa kabar?"
"Kita baik-baik aja, Sayang. Oh iya, berhubung kamu udah ikut Xavier jemput kita, gimana kalo kita lunch dulu?"
"Iya, Tante."
"Terus ya, Diandra, panggil kita Mami sama Papi. Dulu kamu sering ikut-ikutan Xavier manggil Mami Papi."
"Oh ya? Yaudah berarti mulai sekarang Diandra manggil Mami sama Papi gak apa-apa?"
"Gak apa-apa banget! Mami inget, kamu dulu sama Xavier sama-sama gak mau di pisahin."
"Masa sih, Mom?" sambar Xavier.
Sesampainya di parkiran, Xarrah meminta Diandra duduk di depan bersama Xavier, sementara dia dan Aro duduk di belakang.
"Mami turut berduka cita atas apa yang terjadi sama Ivory ya, Diandra."
"Makasih, Mami."
"Oh ya, Andra sama Ivo gimana kabarnya, Di?" tanya Aro.
"Baik, Pi." jawab Diandra. "Diandra lagi berkabar sama Mama. Mami sama Papi dapet salam dari Mama sama Papa."
"Salam balik, Diandra. Gak sabar mau jadi besan!"
Spontan Diandra menoleh ke arah Xavier. Xavier menatapnya balik sambil tersenyum.
Selesai Xavier memarkirkan mobilnya, mereka masuk ke sebuah restaurant mewah dan privat di daerah Setia Budi. Diandra baru menyadari kalau dari tadi ada sebuah mobil sedan hitam yang mengawal mobil mereka.
"Gimana trip businessnya, Pi?"
"Lancar, Di. Paling Mami kadang ngeluh kalo Papi make a dealnya lama sama rekan bisnis." jelas Aro.
"Mami sama Papi suka banget efisiensi waktu. Kalo ada beberapa jadwal ketemu rekan bisnis dalam sekali waktu, mereka biasanya bagi tugas."
"Ih, keren deh, Mami sama Papi."
"Nanti kamu sama Xavier juga harus bisa lebih dari kita ya, Pi."
"Iya dong!"
"Kamu ambil jurusan apa, Di?"
"Diandra ambil akuntansi, Mi."
"Kebetulan banget! Kamu mau gak kalo sambil nyusun skripsi bantuin Mami di tim keuangan kantor pusat?"
"Gimana maksudnya, Mi?"
"Xavier gak pernah cerita tentang bisnis Mami sama Papi?" tanya Xarrah. Diandra menggeleng pelan. Xarrah melotot pada Xavier, Xavier cuma nyengir kuda. "Jadi, Mami sama Papi suka bisnis apapun, dan kita punya brand sendiri. Hotel bintang lima, fashion, kosmetik, dan emas, berlian, permata. Dari semua brand itu, pastinya ada kantor pusat yang menangani semua produk. Diandra belajar aja dulu, nanti kalo udah siap, Mami kasih tempat sesuai kemampuan Diandra."
"Mom, tapi itu agak terlalu..." Diandra tidak dapat melanjutkan kata-katanya.
"Diandra gak mau ya?"
"Bukan gitu, Mom, tapi buat Diandra itu terlalu mewah."
"Makanya tadi Mami bilang belajar dulu. Nanti Mami sama Papi yang nilai kemampuan Diandra. Gitu juga Xavier."
"Mami sama Papi gak pilih kasih kok, Diandra. Kalo misalnya kemampuan Xavier cuma sebatas karyawan biasa, kita tempatkan dia di tempat yang seharusnya." jelas Aro.
"Tapi Mami sama Papi harus janji sama Diandra kalo kalian akan jujur tentang kemampuan Diandra."
"Pasti dong, Sayang." jawab Xarrah.
Sesampainya di rumah, Xarrah mengajak Diandra melihat-lihat album foto. Diandra teringat pada Bear. Sangat imut dan menggemaskan. Ternyata sekarang Bear berubah menjadi pria tampan yang sangat ingin dijadikan kekasih oleh perempuan di kampusnya. Dan Bear sekarang menjadi miliknya.
Mereka juga menyimpan foto dirinya bersama Xavier dan Ivory. Mereka berdua memeluk Diandra erat, seperti tidak dapat terpisahkan.
Hingga menjelang sore tiba, Diandra pamit dari kediaman mereka agar mereka dapat beristirahat dengan nyaman.
Xavier membukakan pintu penumpang untuk Diandra. Diandra tersenyum melihat tingkah manis Xavier. Padahal dulu Xavier adalah pria yang cuek dan susah ditebak di matanya.
"Xav, langsung pulang ya. Aku mau mandi dulu, gerah banget nih."
"Tapi nanti malem pergi lagi ya."
"Kemana? Emang kamu gak capek?"
"Kalo sama kamu, aku gak kenal capek."
"Bucin!"
"Biarin!"
"Gak usah kemana-mana ya, aku masakin buat kamu aja, terus kita nonton DVD aja."
"Kita beli makan aja ya, Sayang. Bukannya gak percaya sama masakan kamu, tapi kamu udah keliatan capek banget."
"Aku keliatan capek kok malah mau kamu ajak saturdate?"
"Saturdatenya ke tempat refleksi dong, Sayang."
"Masih enakan pijitan Bi Piah tauk!"
"Masa?" tanya Xavier yang diangguki Diandra. "Nanti kamu cobain pijitan aku. Lebih enak dari pijitan Bi Piah."
"Gak mau!" tolak Diandra. Wajahnya memerah.
"Kenapa? Kamu gak percaya? Kamu diem dulu deh, aku pijit pemanasan nih!"
Diandra memberikan tangannya untuk di pijit. Xavier menarik Diandra, dan memegang wajah Diandra dengan kedua tangannya, dan mencium lembut bibir Diandra. Sontak Diandra terkejut merasakan sesuatu yang menyentuh bibirnya lembut. Diandra tidak dapat menolak ciuman Xavier, dia hanya bisa merasakan sampai Xavier melepaskan ciumannya.
Diandra memalingkan wajahnya dari Xavier, wajahnya semakin merah. Dia malu. Sebaliknya, Xavier malah semakin gemas dengan gadisnya itu. Dia ketagihan dengan bibir Diandra yang tipis dan manis itu.
"Gimana? Kamu suka pijit pemanasannya?" tanya Xavier setengah menggoda. Diandra masih memalingkan wajahnya. "Abis kamu ngegodain aku sih, aku tuh gak tahan kalo liat bibir kamu." Diandra masih tidak merespon. "Yaudah, maaf, Sayang. Aku jalanin mobilnya ya. Jangan marah."
Diandra menatap Xavier. Gimana bisa marah kalo dicium lembut gitu! Katanya dalam hati. Namun bibirnya bungkam terlalu malu untuk dapat mengatakannya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And The Six Prince
Ficção AdolescenteDiandra, seorang gadis manis, pintar, ramah, senang berteman, dan tidak membeda-bedakan, bertemu dengan enam pria idola kampus karena suatu acara. Apa jadinya ketika masing-masing dari mereka mengenal diandra?