43. Be My Wife, Babe
"Satu... dua... tiga..."
Para tamu undangan yang hadir melepaskan balon di tangan mereka.Hari ini adalah hari pernikahan Rivan dan Milly setelah tadi pagi mereka dinyatakan sah di mata agama dan hukum.
Milly terlihat cantik dengan gaun modern berwarna navy, Rivan juga terlihat tampan dengan setelan jas warna senada.
"Happy wedding, Sist! Samawa yaaa." ucap Diva saat di atas pelaminan bersama Alex. Perutnya sudah terlihat membesar.
"Makasih, Sist. Aduuuh, sehat-sehat ya, Div." kata Milly. Mereka cipika-cipiki.Dilanjutkan oleh ucapan oleh teman-teman mereka yang lain.
"Bro, Sist, selamat ya. Langgeng ya kalian. Sumpah gue seneng banget."
"Lu seneng kan liat kita? Nah, makanya lu juga nyusul kita dong, biar kita seneng liat lu." jawab Rivan.
"Maksud looo?" Diandra mencubit Rivan.
"Aww, sakit, Di! Itu lu tinggal pilih, Xavier apa Erland?"
"Bodo amat!"
Milly tertawa, "Makasih, Diandra. Tapi gue setuju sama Rivan."
"Samanya lo berdua. Yaudah, cepet kasih ponakan ya buat gue."
"Siap itu mah!"
Sebagai penutup acara, pengantin kelemparkan bunga untuk direbutkan. Hampir semua sahabatnya maju kecuali Alex, Diva, Gio, dan Zoe.
"Satuuu... duaaa... tigaaa!"
Hap!
Xavier berhasil mendapat bucket bunga yang di lempar."Di, balik sama siapa?" tanya Xavier.
"Nebeng Gio!"
"Bareng aku aja yuk! Gak enak ganggu orang ngedate."
Diandra diam. Sejujurnya apa yang di katakan Xavier ada benarnya. Meskipun Gio sahabatnya, tapi sekarang sudah ada Zoe. Bahkan meskipun mereka harus ngedate, mereka harus mengantarkan Diandra pulang. Terlalu menyusahkan. Diandra seperti tidak peka dengan sahabatnya.
"Aku naik taksi aja, Xav."
Xavier meraih tangan Diandra. "Aku udah janji sama Om Andra dan Tante Ivo untuk jagain kamu disini."
"Oke. Aku terpaksa ya!"
Xavier menahan tawa mendengar ucapan Diandra itu. Terlalu gemas. Dia menggandeng tangan Diandra erat, yang tidak dilepas oleh gadis itu.
"Di, kamu dapet salam dari Carmen." ucap Xavier memecahkan keheningan. Dia membagi pandangannya ke depan sesekali melirik Diandra yang duduk di sampingnya.
"Oh."
"Carmen itu, temenku aku waktu kuliah di Jerman. Dia pacarnya Roland, temenku dari Indonesia yang juga kuliah bareng di Jerman. Kemarin Carmen kesini karena mau nemuin Roland."
"Oh."
"Oh iya, ini bucket bunga buat kamu."
"Ini kan kamu yang dapet."
"Iya, buat kamu."
"Makasih."
"Di..."
"Hmmm"
"Hubungan kita itu sekarang apa sih?"
"Gak tau!"
Xavier menepikan mobilnya. Lalu menatap Diandra fokus. Diandra terlihat celingak-celinguk dan bingung kenapa tiba-tiba Xavier menepikan mobilnya dan menatapnya. Tatapannya terkunci pada sosok Xavier di sebelahnya.
"Biar aku perjelas sekarang ya,"
"..."
"Diandra, be my wife, please?"
Mata Diandra berkaca-kaca. Dia masih diam. Suasana hening. Namun Xavier melihat Diandra seperti ingin menumpahkan sesuatu. Tanpa ragu, Xavier memeluknya.
"Aku gak tau harus gimana ke kamu, Xav. Kamu ninggalin aku, maksa aku berjuang sendiri. Ngasih harapan ke aku, tapi ternyata kamu disana berusaha sendiri juga. Harusnya kita tuh beriringan, Xav! Di kantor, aku sering denger karyawan ngomongin kamu, kamu ganteng, kamu perfect, mereka fans kamu. Padahal kamu itu punya aku, Xav! Aku lari, kamu kejar! Aku sembunyi, kamu cari! Kemarin ada cewek dateng langsung cium pipi kamu di depan aku, kamu tau gak sih rasanya gimana? Kamu maunya apa?"
Di balik pelukan dan unek-unek yang Diandra tumpahkan sambil menangis sesegukan, Xavier tersenyum. Ternyata selama ini, perasaan Diandra tidak pernah berubah padanya.
Dirinya yang membuat semuanya ambigu. Di tambah lagi Diandra jadi insecure. Dan kejadian soal Carmen. Xavier tersenyum senang, gadisnya itu terlalu gemas kalau sedang cemburu.
Xavier melepaskan pelukannya. Menghapus air mata Diandra, lalu mencium bibirnya. Ciumannya dalam dan lembut. Diandra yang membalas ciumannya membuat Xavier makin ingin menjadikannya miliknya.
Setelah dirasa cukup, mereka melepaskan ciuman mereka. Xavier mengeluarkan kotak kecil dan membuka isinya.
"Jangan lari lagi, Diandra. Sekarang saatnya kita jalan beriringan. Saling terbuka satu sama lain. Be my wife, Babe?"
Diandra mengangguk pelan. Xavier memasangkan cincin di jari manis kiri Diandra.
Sempat terbayangkan oleh Xavier bagaimana dirinya akan melamar Diandra ketika pulang dari Jerman. Tapi sekarang, asalkan Diandra mau bersamanya, cara melamar apapun akan diterima Xavier.
* * *
Air mata Diva tumpah ketika mendengar suara tangisan bayi yang lahir dari rahimnya. Bayinya perempuannya bersama Alex diberi nama Aqilla Anindira yang artinya anak yang pandai dan pemberani.
Diva memandangi bayi kecilnya yang sedang asik minum ASI yang keluar dari tubuhnya. Alex yang berada disampingnya pun ikut terpesona dengan bayi kecilnya. Otomatis jatuh cinta, katanya.
Dia tidak pernah menyangka akan menjadi seorang Ayah di usianya saat ini. Begitupun Diva.
Selang beberapa jam, Diandra dan Xavier yang sudah sangat menantikan ponakan mereka lahir pun meluncur menjenguknya. Mereka membawa banyak sekali kado, sampai membawa anak buah Xavier untuk membawakan kado dari mobil.
Diva menatap kedua pasangan ini senang. Rasanya kebahagiaannya sudah lengkap. Dia memiliki Alex dan Aqilla. Sahabatnya satu persatu menemukan jodoh terbaik mereka, bahkan Xavier, salah satu sahabatnya, mendapat jodoh seperti Diandra. Meskipun Xavier terlihat kerepotan karena Diandra yang heboh memberikan banyak kado untuk bayi kecilnya.
"Aaaa, selamat, Divaaa. Gemes banget." ucap Diandra."
"Gemes kan? Kita nikah besok yuk, terus langsung bikin deh!"
"Xavier, kamu kalo ngomong gak di saring. Bucin kok kebangetan!" protes Diandra.
Diva dan Alex tertawa. Tidak pernah terbayangkan oleh mereka bahwa seorang Xavier, yang mereka kenal adalah orang yang cool, digandrungi banyak perempuan yang siap ngantri, tajir melintir, akan takluk pada sosok Diandra, bahkan terkesan bucin dan tidak menolak apapun permintaan Diandra.
"Tunggu apalagi sih, Di? Lu mau minta nikah satu jam dari saat ini juga langsung dikabulin." goda Alex.
"Gak gitu, Lex! Gue tuh harus ritual!"
"Ritual apa sih, Sayang? Udah cantik kok!"
"Ritual biar lo tetep bucin sama Diandra. Gak kemana-mana lagi!" Diva asal yang asal jawab itu mendapat pelototan dari Diandra.
"Oooh gitu, ternyata selama ini aku jadi bucin karena kamu ritual?"
"Xavier, aku marah ya." ancam Diandra.
Xavier yang gemas itu hampir saja memeluk Diandra kalau saja gadisnya itu menahannya untuk tidak memeluknya di depan orang tua baru itu.
Alex tersenyum melihat kedua sahabatnya itu. Dia ikut merasa senang kalau Diandra mendapatkan jodoh seperti Xavier. Meskipun dia mengenal sifat Xavier, namun kalau dengan Diandra sepertinya sangat lembut.
Lo pasti seneng kan, Ivory? Batinnya.
* * *
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And The Six Prince
Roman pour AdolescentsDiandra, seorang gadis manis, pintar, ramah, senang berteman, dan tidak membeda-bedakan, bertemu dengan enam pria idola kampus karena suatu acara. Apa jadinya ketika masing-masing dari mereka mengenal diandra?