Fourteenth Chapter

64 14 0
                                    

"Jika aku mendapatkan semuanya pasti aku membaginya dengan Emily."

✈✈✈

Aku mengerjapkan mata beberapa kali sempat tak percaya dengan apa yang dikatakan Emily barusan. Dia bahagia bertemu dengan Ibu? Tidak tahukah dia tentang siapa Ibu dan apa pekerjaan ibu yang sebenarnya?

Saat ini Emily menatapku dengan senyum lebarnya. "Bagaimana dengan kau dan Ayah?"

Pertanyaan balik itu membuatku tak berkutik. Kerutan di dahiku juastru semakin bertambah melihat tatapan hangat yang terpancar penuh di wajahnya terhdapku. "Kak, kau ... kemarin ...."

"Ah, iya." Emily berjalan mendekatiku kemudian menggendeng tanganku. "Kemarin aku tidak masuk sekolah karena kesiangan. Seperti yang kau bilang, Ibu memang berkerja di malam hari. Dia mengajakku di tempat kerjanya dan kami pulang dini hari."

"Kau pergi ke bar bersamanya?" Mataku melotot dan langkahku terhenti.

Emily terkekeh pelan. "Oh, ayolah, di sana tempatnya keren meski agak sesak."

"Di sana tempat ...." Kalimatku menggantung begitu saja. Aku menatap dalam mata Emily sebelum kemudian menggeleng dan melanjutkan jalan dengannya. Emily tahu Ibu berkerja di sana, tapi apakah dia tahu kalau Ibu perempuan yang tidak benar? Haruskah aku memberitahunya sekarang dan mengakhiri penipuan yang aku lakukan.

Tentu. Tentu aku merasa bersalah pada Emily karena tidak memberitahu yang sebenarnya pada dia. Akan tetapi, sekarang Emily tahu kebenarannya dan keadaannya justru tidak terpengaruh apa-apa. Hal ini mungkin saja bisa dilanjutkan.

Mungkin, suatu saat Emily tahu jika Ibu merupakan alkoholik gila dan seorang pelacur. Akan tetapi, aku mungkin bisa mengelak jika aku tidak tahu kalau Ibu sehina itu. Yap, pikiran kotor itu memaksa kehendak hati ini untuk terus bersikap egois.

Aku menatap orang yang paling kusayangi untuk beberapa saat sebelum akhirnya meminta maaf di dalam hati.

"Jadi ... Kakak senang bersama Ibu?"

"Ya. Aku tidak pernah sesenang ini." Emily mengeratkan genggamannya pada tanganku.

Lihat! Bahkan Emily sangat senang dengan apa yang terjadi. Seharusnya aku tidak merasa bersalah. Memang ... seharusnya aku tidak merasa bersalah.

"Bagaimana denganmu? Kau belum menjawab pertanyaanku sebelumnya."

"Aku?" Aku menarik napas sejenak. "Ya, Ayah sepertinya tak sesibuk yang aku kira tapi dia sekarang sudah jadi orang yang lumayan oke."

"Kau suka tinggal di sana?"

Aku menggeleng dan mengangkat bahu. "Tentu."

"Syukurlah."

Ketika kami berjalan menuju gerbang, mata Emily terpaku untuk beberapa saat pada anak-anak chirs dan basket yang tengah berlatih keras. "Andai aku bisa seperti mereka." Tangan Emily perlahan meraih pagar besi pembatas lapangan.

"Kenapa tidak bisa?"

Gadis itu menarik bibir dan menggeleng pelan. "Apa yang bisa kau lakukan jika sudah kelas dua belan dan semester dua?" Emily kembali melanjutkan jalan dan aku mengekorinya.

Ketika menangkap Sam yang tengah berlari mendribble bola, aku baru teringat akan satu hal. "Aku ingin mempertemukan Kakak dengan Sam. Tapi sekarang dia sedang sibuk latihan."

"Sam ingin bertemu denganku?"

"Yap. Dan sepertinya selama ini kau tahu lebih banyak tentang dia." Aku tersenyum geli mengingat barang-barang mahal yang sam berikan dulu di simpan rapih oleh Emily. Saat itu Emily pasti menginginkan barang-barang bagus sehingga dia mengambil hampir semuanya. Tapi itu tak apa. Jika aku mendapatkan semuanya pasti aku membaginya dengan Emily.

Emily's Clue [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang