Calon Mantu Idaman

31.3K 2.1K 104
                                    

Aku tuh senang banget. Cerita ini tergolong baru tapi sudah ada beberapa orang yg masukin dalam reading list mereka. Aww... Thank you!!! :*

Ceritaku kali ini memang berbeda dari dua cerita sebelumnya. Di sini juga aku pke sudut pandang orang pertama.

Jangan lupa vote+comment+share cerita ini ya! Siapa tau nantinya teman dari kalian ada yang mampir juga ke sini hehe.

Happy reading!!!

"Barusan di antar pulang sama siapa, Kak?" tanya Fero sambil menjatuhkan badannya—duduk di sofa di sebelahku.

"Kang taksi online," jawabku asal—tanpa membuka mata—bersandar di pinggir sofa. Rasanya melelahkan sekali hari ini.

"Bohong banget lo. Sejak kapan ada taksi online-nya jenis lamborghini? Gue baru tahu," ujar Fero tidak mempercayai ucapanku. Ini adikku kenapa jadi kepo sih?

Aku membuka mata dan menoleh ke arahnya.

"Cowok lo? Jadi kakak gue sekarang udah taken nih, ceritanya?" ledeknya.

"Gue masih jomblo kali. Barusan bukan pacar, tapi bos gue," jawabku malas.

Fero manggut-manggut. "Bos lo baik juga, mau anterin lo pulang. Jangan-jangan— "

"Baik?" beoku. Lo nggak tahu aja gimana dia di kantor. Semena-mena sama kakakmu ini, lanjutku dalam hati.

"Iya. Kali aja dia naksir lo, Kak!"

Aku bergidik ngeri mendengarkan ucapan adikku. Cowok modelan Revan suka sama aku? Mustahil rasanya—mengingat segala tingkah lakunya padaku. Lagian aku juga ogah ditaksir sama berondong. Walau dia tajir dan lumayan ganteng juga, itu tidak cukup membuatku tertarik padanya. Aku ingin punya pasangan yang usianya lebih tua dariku, paling tidak yang seumuran. Eh, apa? Barusan aku mengakui dia ganteng? Oh, No! Aku meralat kembali kata-kataku. Intinya, dia sama sekali bukan tipeku.

"Impossible," balasku. Lalu bangkit dari sofa—berjalan menuju meja makan.

"Wah enak nih, ada ayam rica-rica," seruku antusias. Aku langsung mendaratkan bokongku di salah satu kursi dan mengambil piring.

"Eit, bersihin badan dulu. Mandi! Baru habis itu turun lagi buat makan," sahut Mama dari arah dapur.

"Iya, Ma." Aku bangkit dari kursi dengan malas.

***

Setelah makan malam bersama, kami—aku, Fero, papa dan mama berkumpul di ruang keluarga. Kami memang sekali-sekali begitu kalau semuanya sedang berada di rumah. Time spent with family is worth, bagiku. Papaku yang terkadang dinas keluar kota, membuat kami tidak bisa seperti berkumpul seperti ini setiap malamnya. Jadi ketika ada waktu berkumpul, we can share each other—membahas hal apa pun yang dirasa menarik. Keluarga kami memang harmonis. Kedua orang tuaku membiasakan tradisi ini sejak aku duduk di bangku Sekolah Dasar. Bedanya, waktu masih sekolah papa selalu memintaku bercerita mengenai sekolahku. Begitu juga saat aku kuliah.

Malam ini aku yang jadi sasaran empuk. Ini gara-gara mulut lemes Fero. Katanya mau berbagi cerita seru sama kami semua. Tahunya malah aku yang dia omongin. Adik terlaknat emang!

"Pa, Ma... si Kakak tadi di anterin pakai lamborghini sama bosnya," ujarnya dengan cengiran khasnya. Rasanya ingin ku tampol mulut lemesnya pakai ponselku. Aku melotot padanya. Namun, sepertinya dia tidak peduli. Dia terus melanjutkan ucapannya. "Kakak keren ya bisa-bisanya di antar pulang,"

"Apanya yang keren? B aja," balasku ketus.

Mama menyipitkan matanya menatapku—penuh selidik. Begitu juga dengan Papa. Papa malah tengah senyum-senyum—menatapku. "Beneran, Kak?" tanya Mama memastikan ucapan Fero.

My Sweet Berondong(TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang