My Kingdom, Come Undone: Bagian 1

139 27 0
                                    

Julia tidak pernah merasa sebaik ini.

Satu bulan terakhir, ia berhasil mengerjakan tugasnya dengan selamat, senyum tanpa paksaan, kembali menjalin hubungan dengan pacarnya sebagai mana mestinya, dan melewati satu ujian praktik lagi dengan nilai luar biasa. Mungkin karena Julia makan lebih sehat, lebih membuka diri tentang batasan-batasan dalam hubungannya dengan sang pacar, atau karena Julia secara rutin menyisakan tiga puluh menit setiap hari untuk minum es kopi dengan sahabat barunya.

Yang tentunya adalah Joanne. Yang... entah bagaimana berhasil mendapat gelar sahabat baru. Tidak akan mengalahkan tempat Luciana di hati Julia, namun juga bisa jadi lebih spesial dari semua orang yang dikenalnya. 

Kalau begitu, apa masih bisa disebut sahabat?

Julia selalu meyakinkan diri kalau jawabannya adalah iya. Tentu kau memikirkan sahabatmu, tentu kalian bertautan jemari jika sedang pergi berdua, tentu kau punya agenda dikunjungi dan menginap setidaknya sekali dalam satu minggu... Tentunya, sahabat. Karena Julia sudah punya pacar dan hubungan mereka baik-baik saja.

Seperti Sabtu malam ini contohnya, ketika Julia dan pacarnya berencana menonton film bersama sebab sudah tiga minggu sang pacar mangkir dari janji kencan karena sibuk dengan latihan.

Julia hampir rapi ketika berkaca untuk yang kelima belas kalinya petang itu, memutuskan memakai blus tipis berwarna hijau muda dan dipadukan dengan jins biru kesayangannya. Singkatnya, ia cantik. Maka pukul setengah tujuh, Julia menelepon kontak darurat nomor tiganya tersebut, namun tidak disahut.

Tapi bukan Julia namanya kalau berhenti mencoba. Lalu dengan semangat yang masih membara ia menelepon lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, lagi, dan lagi.

Hingga ia lupa telah mencoba menelepon berapa kali. Sampai-sampai otaknya malah berpikir untuk menanyakan kabar sang pacar melalui Lucy yang tak ada hubungannya dengan semua ini.

"Luce?"

Sebuah jawaban di ujung sana terdengar, "ya, Jules?"

"Aku hari ini seharusnya menonton film dengan pacarku... But I can't seem to reach him? Maybe... you have any idea?"

"Tunggu, tunggu. Kau yang mau berkencan dan aku yang harus bertanggung jawab mengenai keberadaan pacarmu?" 

Julia terpaksa tertawa, karena mesti pahit memang itu yang terjadi kenyataannya.

"Habis bagaimana, dong? Kebetulan kau satu jurusan dengannya, kan? Jadi... kupikir kau akan tahu jika ada tugas yang menumpuk atau jika klub basket jurusanmu sedang ada jadwal malam ini."

Beberapa detik terlewat dan hanya ada helaan napas dan suara jemari yang mengetik, Julia menunggu dengan hati yang semakin lama semakin berdebar.

"Mm... Hate to break it to you, but there's nothing on my calendar. Tidak ada jadwal lomba basket, apalagi tugas. Kalau ada tugas sih, mana mungkin aku tidur-tiduran sembari menonton serial," beritahu Luciana dari ujung telepon. Sedikit agak mengerutkan dahi, namun percuma karena Julia toh tidak bisa lihat.

Di sisi lain, giliran Julia yang sibuk berpikir hingga bibirnya mengerucut dan sedikit banyak dahinya mengerut pula. Pada akhirnya, telepon tersebut diakhiri Julia dengan ucapan terima kasih dan imbauan minum air putih agar sahabat kecilnya tersebut terus sehat.

Jika sudah seperti ini, harus kemana Julia mencari?

===

Pukul tujuh lewat empat puluh, film yang akan ia tonton akan tayang dalam dua puluh menit. Julia memutuskan untuk tetap pergi ke bioskop, karena sayang akan tiket yang sudah dipesan dari dua hari sebelumnya. Sekarang gadis itu sedang menggoyang-goyangkan kaki, menunggu pengumuman masuk ke dalam teater nomor lima.

Duduk diam sembari menjaga satu buah popcorn dan es kopi membuat Julia hanyut dalam pikiran. Banyak mengenai kuliah dan cita-citanya, namun paling mengganggu adalah tentang kabar si pacar yang mendadak menghilang.

Julia memang bukan juga cinta mati dengan pacarnya, tetapi ia tak bisa memungkiri kalau sedikit banyak lelaki tersebut sudah menemaninya sangat lama. Belum ditambah fakta kalau hubungan mereka kembali dalam masa-masa paling baiknya sebulan belakangan ini. Pacarnya sering mengajak telepon, mengobrol, menjemput dan mengantar, dan Julia juga tak pernah merasa keberatan (atau harus kabur) seperti minggu-minggu yang lalu.

Lalu, kenapa? 

Ia benci menduga-duga tetapi entah kenapa otaknya perlahan membanjiri dengan ingatan dari bulan yang lalu. Ketika Julia secara seksama merancang taktik-taktik menyedihkan demi menghindar dari pacarnya, karena ia merasa ada yang aneh... dan karena ia secara tak sadar sedang memikirkan Joanne.

Apa itu pula yang terjadi sekarang? Karma bagi dirinya karena telah mengabaikan pacarnya demi seseorang yang baru dikenal?

"You mean... my boyfriend is seeing someone else?" tanya Julia tanpa sadar, membuat ibu dan anak yang tadinya duduk di sebelah langsung minggir seketika.

Pengumuman memasuki teater akhirnya terdengar, bersamaan itu Julia bangun dan berjalan untuk menyerahkan tiketnya pada penjaga teater dengan hati yang berat.

Lucu sekali kalau misalnya ia malah menemukan sang pacar berada dalam teater yang sama, namun tempat duduk dan teman menonton yang berbeda. Akan tetapi, hidup tidak sedramatis itu. Walaupun tetap penuh dengan kejutan lucu yang tak ada habis-habisnya, seperti bagaimana Luciana mendadak menelepon ketika film baru mulai kurang dari sepuluh menit dan Julia terpaksa lari terbirit-birit keluar agar tak menganggu penonton lainnya.

"Ada apa? Aku sedang menonton tahu!"

"Aku sedang di kampus, menonton pameran anak arsitektur," ucap Luciana yang nyaris teredam oleh musik di belakangnya.

"Lalu?"

"Ada Joanne."

"Oh... Kupikir karena itu bukan jurusannya, jadi aku tidak perlu datang... Apa aku pergi sekarang?"

"Bukan, bukan itu! Masalahnya... erm."

Hening sampai sepuluh hitungan, dan Julia dapat merasakan jantungnya seperti mau meledak.

"Pacarmu datang dan menggandeng orang lain, yang tentu bukan adik perempuan apalagi sepupunya."

Julia melengos. 

Tidak tahu harus tertawa atau menangis terlebih dahulu.

Never EnoughTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang