"Hati-hati, oke? Pakai syalmu rapat-rapat, di luar dingin. Jangan lupa bawa payung, sore ini diramalkan akan hujan."
"Astaga, bu. Bahkan ini belum genap pukul sepuluh pagi."
Julia mengeluh pada sang ibu yang sedang mengencangkan lilitan syal pada lehernya. Ibu Julia hanya menggeleng, karena menurut beliau kesehatan anak perempuannya adalah yang terpenting. Setelah selesai merapatkan jaket yang Julia kenakan dan memberikan wejangan sana-sini mengenai cuaca yang tidak menentu, Ibu Julia kemudian mengecup pipi anaknya dengan lembut. "Jangan pulang terlalu malam. Kalau bisa bawakan adikmu sesuatu juga, ya?"
Julia mengangguk dan mendorong pintu rumahnya, lalu melambaikan tangan sebelum melangkah pergi. Pagi ini cerah dan Julia hampir seminggu tidak jalan-jalan keluar rumah. Gadis berumur sembilan belas tahun itu yakin akan keajaiban dari mengeksplor kota tempat tinggalnya. Menurutnya, jalan-jalan mengelilingi taman kota atau hanya sekedar mengunjungi toko roti favoritnya memberikan Julia semangat tersendiri. Dia hampir selalu menemukan pengalaman baru dari perjalanannya, baik makanan enak di sudut tersembunyi, mendapatkan buku incarannya dengan setengah harga, atau memotret sesuatu yang indah melalui kameranya. Bisa dibilang, jalan-jalan adalah kekuatan super seorang Julia Choi.
Setiap hari dalam seminggu memiliki agenda spesialnya masing-masing dan hal ini ditetapkan Julia semenjak bertahun-tahun lalu, kalau ia tidak salah ingat. Hari Sabtu merupakan hari mencari sarapan sendiri. Giliran Julia saja yang harus menentukan mau sarapan apa pagi ini. Pilihannya antara ikan haring dan sosis, roti lapis Inggris, atau... kue gulung stroberi favoritnya.
"Aku harus makan kue hari ini. Go, go!" Julia tersenyum dan bergumam pada diri sendiri, kemudian memacu langkahnya menuju halte bis terdekat supaya bisa sampai di toko roti sebelum pukul sepuluh. Mendadak Julia sangat khawatir akan kehabisan kue yang sudah dua minggu lebih tidak dia cicipi itu. Bahkan saking rindunya, Julia yakin semalam ia mimpi bertemu dengan kue gulung stroberi kesayangannya itu. Ckck, ia harus berhenti menonton kartun.
Menginjakkan kaki ke dalam bis tingkat, Julia kemudian melempar senyum tipis pada sang supir dan kondektur. Kemudian ia memberi tahukan tujuannya pada si kondektur agar tidak lupa diingatkan ketika ia akan turun, sekaligus memberikan sejumlah koin sebagai bayaran.
"Hendak jalan-jalan?" tanya si kondektur. Julia mengangguk mengiyakan, sembari tersenyum. Kondektur kali ini merupakan kondektur baru. Biasanya Julia akan langsung mengenali bapak paruh baya yang memiliki pipi agak gemuk juga perut buncit, namun hari ini yang menyapanya adalah pria berumur tiga puluhan (Julia tidak terlalu pandai mengira-ngira) dengan rambut agak botak di bagian depan yang tertutupi oleh topi dinasnya. "Hati-hati. Jangan lupa payungmu, karena sore ini akan hujan."
Julia mau tak mau menaikkan alis karena heran, dalam hati ia bertanya-tanya, ada apa dengan orang tua dan cuaca hari ini?
Akan tetapi, memutuskan untuk bersikap sopan agar menghalangi hal buruk terjadi di selang waktu berikutnya, Julia hanya tersenyum tipis sembari menunjukkan payung kecilnya yang diselipkan di dalam jaket. Si kondektur nampaknya menyadari keengganan Julia untuk mengobrol dengan orang asing hari itu dan memutuskan mengecek penumpang yang lain, memberikan Julia ruang untuk melihat ke luar jendela.
Di luar langit cerah, tidak terlalu banyak orang yang berjalan-jalan dan betapa luar biasanya, tiga pemberhentian dilalui bis tingkat Julia tanpa harus bermacet-macetan ria. Kalau jalanan lengang begini, kurang lebih ia akan sampai di toko roti pukul setengah sepuluh. Julia memastikan jam tangannya menunjukkan waktu yang sama dengan jam digital yang menempel pada palang besi di atas kepala sang supir dan ketika konfirmasinya benar, Julia bersandar di kursi penumpang lalu menunggu.
===
Sisa perjalanan Julia termasuk biasa-biasa saja. Ia turun tanpa perlu diberitahukan oleh kondektur baru dan sekarang tengah menyusuri pinggir jalan demi menemukan toko roti favoritnya.
Toko tersebut sudah lama ada di sini, dilihat dari bangunannya yang bercat putih namun terkelupas di mana-mana. Entah bagaimana nampak seperti meminta dibetulkan oleh pemiliknya. Aroma roti yang masih hangat dan baru dipanggang menyeruak tanpa ampun saat Julia mendorong masuk pintu depan dan membunyikan bel.
"Julia!"
"Hei, Mary. Apa kabar?" Julia menyapa seseorang di belakang konter yang tadi memanggil namanya. Mary adalah pemilik toko roti tersebut. Ia sudah memiliki dua orang anak namun selalu bersikeras tidak mau dipanggil bibi, mungkin karena takut merasa tua.
"Aku baik. Sudah lama kau tidak mampir. Sibuk, ya?" tanya Mary, memberikan perhatian penuh pada Julia.
"Iya, biasa. Tugas kampus dan semacamnya," Julia menjawab, lalu teringat betapa banyak tugasnya yang harus dikumpulkan untuk minggu depan. Julia menghela napas tanpa sadar, diikuti gelak tawa dari Mary yang membuat Julia terhenyak sedikit. "Hehehe, maaf. Mendadak aku ingat banyak sekali tugas di minggu depan."
"Sarapan dulu, Jules. Aku yakin strawberry roll cake kesukaanmu masih tersisa," ujar Mary, masih setengah tersenyum geli. "Mm, kalau tidak salah ada di pojok sana. Rak di dinding sebelah kiri."
Julia berjalan dengan senang menuju arah yang ditentukan. Demi berjaga-jaga agar tidak lupa membelikan adik laki-lakinya sesuatu, gadis itu memutari seluruh rak yang berisikan banyak macam roti dan donat, lalu membaca label satu per satu dengan cermat hingga akhirnya sampai di hadapan donat gula sederhana. "Kayaknya Frank akan suka."
Setelah mengambil beberapa donat gula, Julia kembali pada perburuan kue gulung favoritnya. Matanya aktif sekali melihat kesana sini selama menyusuri etalase di toko roti tersebut. Beruntungnya Julia, tak lama kemudian langkahnya terhenti tepat di depan sebuah label yang jaraknya hanya kurang lebih dua puluh senti dari tempat seorang perempuan berambut merah muda sedang berdiri. Julia lalu membaca label di hadapannya dengan suara halus sambil tersenyum, "strawberry roll cake."
Gadis di sebelah Julia pun terkesiap. Julia yang ikut-ikutan terkejut, langsung refleks menoleh ke sebelah kiri dan memperhatikan bagaimana gadis tersebut seketika tersentak dari kegiatan entah-apa-itu yang tadi ia lakukan. Tanpa aba-aba, gadis itu lalu berdeham tanpa alasan jelas. Julia merasa agak geli, sebab sepertinya gadis tersebut mendadak jadi canggung sendiri.
"Oh, apa aku mengganggu?" tanya Julia. Wajah bulatnya kini dibubuhkan sedikit kerutan halus di dahi. Meski pun merasa geli akan tingkah lawan bicaranya tersebut, Julia jauh lebih penasaran akan apa yang terjadi sampai-sampai si gadis rambut merah muda sampai canggung betul begitu.
"Eh- tidak, tidak. Aku tidak sengaja mendengar ucapanmu. Kupikir aku yang mengganggu. Sori," jawab gadis itu secepat kilat. Julia tidak tahu kenapa, tapi gelagatnya mengingatkan Julia akan adiknya sendiri setiap kali tertangkap basah mencuri kue kering milik ibu yang ditinggalkan khusus untuk Julia.
Mengingat hal tersebut, air muka Julia otomatis berubah cerah dan ia menyimpulkan senyum di wajahnya. Senyum itu mungkin agak terlalu lebar, karena jujur saja gadis di hadapannya jadi agak sedikit melongo. Julia mau tidak mau semakin merasa geli sendiri.
Betul, kan? Setiap kali aku keluar, pasti ada saja kejadian yang lucu, batin Julia sebelum mengulurkan tangan kepada gadis di hadapannya.
"Kau tidak mengganggu, kok. Tenang saja. Baru pertama kali ke sini, ya? Aku soalnya tidak pernah melihatmu sebelumnya," ujar Julia, tangannya masih di udara. "Oh... iya, sampai lupa. Perkenalkan namaku Julia."
Kemudian entah kenapa, gadis di hadapannya mendadak tersenyum dan menjabat tangan Julia. "Namaku Joanne. Senang bertemu dengan-"
Telepon Julia berdering, membuat kedua gadis tadi menarik tangan masing-masing. Joanne menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan Julia mengangkat teleponnya. Selang semenit, Julia kembali fokus pada gadis yang baru ditemuinya.
"It's really nice meeting you, Joanne. Sayang sekali aku harus pulang. Semoga kita bisa mengobrol lagi, ya? Have a nice day."
Dengan itu, Julia mengambil kue gulung kesukaannya dan tersenyum untuk yang terakhir kali pada si gadis yang nampaknya menyukai roti moka. Tanpa disadarinya selama perjalanan pulang, pikirannya terus-menerus berbisik dalam usaha mengingat nama gadis tadi, Joanne.

KAMU SEDANG MEMBACA
Never Enough
RomanceSetiap orang pasti memiliki satu atau dua potong cerita untuk dibagikan, namun tidak selalu mempunyai orang lain yang mau menceritakannya kepada dunia. Di sini, saya akan berusaha sebaik mungkin dalam mengisahkan tentang dua orang dengan dua kepriba...