07. Kejujuran Nuca

2.4K 133 19
                                    

Lini menggeliat merasakan seluruh tubuhnya terasa pegal. Ia membuka mata, mengingat-ingat apa yang ia lakukan sebelum tertidur pulas. Wajahnya bersemu merah ketika mengingat semuanya. Lini menengok ke arah samping, kosong.

"Nuca kemana?" Lini bermonolog.

Lini bangun dan memposisikan dirinya menjadi duduk.

"Nuc?" Panggil Lini. Hening tak ada jawaban.

Lini menurunkan kedua kakinya, saat berdiri, ia merasakan sesuatu yang nyeri di bawah sana. Dengan agak tertatih, ia melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dengan menyeret selimut yang menutupi tubuh polosnya.

***

Setelah selesai mandi, Lini berjalan mengelilingi villa mencoba mencari keberadaan suaminya itu. Nihil. Ia tak menemukan Nuca dimana pun.

Lini mencoba mengecek mobil Nuca. Tidak ada.

"Kemana Nuca?" Pikirnya. Ia sedikit mulai panik. Lini segera bergegas menuju kamar mereka dan mencoba menelfon Nuca. Namun, handphone nya tidak aktif sama sekali. Lini menghela nafas. Pikiran-pikiran buruk mulai mengisi kepalanya.

"Apa mungkin Nuca sengaja ninggalin aku disini?" Pikiran negatifnya berkata.

Lini terduduk lemas diatas kasur. Ia menatap layar ponselnya nanar. Sekali lagi, ia mencoba menghubungi Nuca, tetap saja ponsel suaminya itu tidak aktif.

Lini merebahkan kembali tubuhnya. Tak lama, ada suara deru mesin mobil yang memecah keheningan malam ini. Lini segera keluar dari kamarnya dan berlari menuruni tangga. Ia segera membuka pintu utama villa ini. Ia yakin, itu pasti Nuca. Benar saja, saat Lini membuka pintu, Nuca sudah berada di hadapannya.

"Nuc!" Lini langsung memeluk tubuh Nuca. Ia sedikit terisak. Ia sangat takut ditinggal sendirian.

"Loh, kok nangis? Kenapa?" Tanya Nuca lembut. Lini menggeleng. Wajahnya masih ia sembunyikan di dada Nuca.

"Masuk dulu, yuk. Disini dingin." Ajak Nuca. Lini menggeleng.

Nuca mengangkat tubuh Lini agar mereka bisa mengobrol di dalam.

Setelah tenang, Lini baru melepaskan pelukannya. Wajahnya sudah sembab.

"Kok nangis? Kenapa?" Tanya Nuca sekali lagi.

"Kamu darimana? Aku bangun kamu gak ada. Aku nyariin. Aku pikir kamu sengaja ninggalin aku disini, buang aku disini." Jawab Lini cemberut. Nuca tersenyum, lalu mengangkat beberapa kantung belanjaan di tangannya.

"Ya ampun. Mana mungkin aku setega itu? Lagian emangnya kamu gak liat baju-baju aku masih ada di kamar? Aku abis beli makanan buat kita makan malam. Sama belanja beberapa bahan untuk sarapan besok atau persediaan aja selama disini."

"Mana aku perhatiin. Orang aku udah panik banget tadi. Lagian katanya tadi mau aku masak aja? Kenapa gak ajak aku?" Tanya Lini.

"Kamu tidurnya pules banget gitu. Mana tega aku banguninnya? Lagian juga kalo masak kasian kamunya, pasti cape abis bertempur!" Ucap Nuca ngasal. Lini menampar pelan wajah Nuca.

"Lambe mu!" Ujar nya kesal.

Nuca hanya tertawa melihat ekspresi Lini.

"Yaudah, sini. Aku siapin dulu buat kita makan malem, sekalian beresin belanjaannya." Ujar Lini mengambil alih kantong belanjaan dari tangan Nuca. Nuca mengangguk.

***

Sudah dua bulan sejak honeymoon ke Bandung, rumah tangga Nuca dan Lini jauh lebih baik dari sebelumnya. Hubungan mereka semakin hari semakin terasa membaik.

Too LateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang