10 • Malam Sebelum Ujian

877 208 42
                                    

⛔⛔⛔

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⛔⛔⛔

Jam menunjukkan pukul dua belas malam. Di tengah malam itu, tepatnya seharusnya Dhisa dan Doyoung telah selesai belajar.

"Bentar, Dhis. Gue belum selesai nomer ini!" seru Doyoung sambil menggaruk kepalanya karena kebingungan.

"Nomer yang mana sih?" tanya Dhisa yang segera mendekati meja belajar Doyoung.

Tiba-tiba pintu ruangan terbuka. Bunda mereka berjalan mendekat, tangan dilipat di depan dada sambil menatap tajam mereka berdua. Layaknya hantu, Bunda terlihat seram dengan wajah datarnya.

"Sudah selesai?" tanya Bunda.

"S-sudah, Bun," jawab tegas Dhisa.

Doyoung terdiam dan menundukkan kepalanya.

Bunda menengok ke arah Doyoung dengan satu alis terangkat, "Lagi-lagi dia belum selesai?"

Doyoung mengangkat kepalanya, berdiri dan membungkukan badannya. Badannya gemetar menahan rasa takutnya.

"Maaf, Bun."

"Apasih yang sulit, Doy?" tanya Bunda, "masih kurang waktunya?"

"Waktu cukup banget, Bun. Cuma aku aja yang gak bisa."

Bunda menghela nafas sambil memutar bola matanya karena kesal.

"Dhisa, kamu keluar. Istirahat!"

Dhisa enggan keluar, "Bun, Dhisa bisa ajarin Doyoung kok. Percaya deh sama Dhisa, sepuluh menit Doyoung langsung bisa."

"Kamu masih mau ngelawan Bunda?! Keluar! Biar Bunda yang urus Doyoung."

Dhisa perlahan berjalan keluar dan terus menengok ke arah Doyoung. Matanya masih menatap tajam bola mata Doyoung, rasanya ia tak ingin meninggalkan saudara kembarnya sendirian.

Doyoung tersenyum kecut, ia juga mengangguk kecil bermaksud membiarkan Dhisa keluar ruangan. Mereka saling bertelepati dengan hanya tatapan, "Gue gak papa."

Doyoung tersenyum kecut dan membiarkan saudaranya itu keluar ruangan.

Pintu tertutup dan Bunda makin mendekat ke arah Doyoung.

"Materi ini lagi yang kamu gak bisa? Apa perlu Bunda masukin kamu ke sepuluh bimbel untuk bahas materi ini aja?!"

"Ayah kamu pinter! Bunda pinter! Adik kamu pinter! Bisa-bisanya kamu santai?! " seru Bunda sambil melempar kertas hasil pekerjaan Doyoung ke lantai.

Membandingkan anaknya sendiri bahkan tanpa menyaring perkataannya. Sesulit itu kah menghargai perjuangan anak sendiri?

"Bunda udah capek ya, Doy. Bunda tahu kamu juga capek, tapi cuma satu materi ini aja Doy. Gak susah kok."

Doyoung makin gemetar badannya hampir ambruk tak bisa menahan kecaman dari bundanya. Menelan ludah dan mengepalkan kedua tangannya, ia percaya diri harus berani dan kuat. 

Kelas Atas [NCT] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang