"Jim, aku lelah. Aku tidak mau menjadi orang yang serakah. Tapi, satu hal yang harus kau tahu, aku mencintaimu." ucap seorang wanita yang menangis setiap harinya
#761 Idol (27 Oct 20)
#258 pjm (2 Nov 20)
#214 pjm (6 Nov 20)
#82 jiminbts (3 dec 20)
#...
Aera menangis. Ia menutup matanya dan tidak mau membuka matanya. Ia benar benar menangis setelah pria anonym menciumnya tanpa seizin dia.
"Aera-ya...buka matamu. Ini aku"
Suara pria itu memang tidak asing di telingaku. Namun, tetap saja aku benar benar terkejut dan tidak bisa berpikir dengan baik. Pria itu beralih memelukku yang menangis tersedu sedu di hadapannya.
"Menangislah.."
Ia mengusap rambutku dan menciumnya dengan lembut. Jujur, posisi ini sangat nyaman. Perlahan kubuka mataku. Pria itu juga melonggarkan pelukannya. Kini kami bertatapan.
'Ahh..Jimin.'
Hatiku cukup tenang begitu mengetahui pria itu adalah Jimin, kekasihku. Tapi tetap saja aku masih terkejut karena dicium secara paksa. Aku memukul dadanya dengan keras dan kembali menangis.
"Kalau ini hanya mimpi, aku ingin cepat bangun!"
Entah kenapa ucapan itu keluar sendiri dari mulut Aera. Ia hanya tidak percaya bisa bertemu Jimin dengan semudah ini, ia percaya bahwa ini hanyalah mimpi. Tak mungkin terjadi. Jimin sibuk. Jimin famous.
Jimin menahan lenganku yang terus memukulnya. "Aera---maaf."
"Kenapa....kau ada disini?!" Teriakku
Jimin mencoba menenangkanku. Aera mengusap air matanya ia mencoba tenang sesuai intruksi dari Jimin.
"Kau tidak bermimpi, Aera."
Jimin mencoba tersenyum. "Maaf karena menciumu tiba tiba." balasnya
Karena kini Aera sudah lebih tenang dan lebih baik, Jimin menarikku keluar rumah dan berlari.
"Jim!---"
Jimin memegang lenganku dan mengajakku berlari cukup jauh. Bahkan, napasku sudah tidak stabil.
"Jimin! Berhenti! Aku lel---lahhhh---shhh--"
Aera dan Jimin berhenti di sebuah tempat yang sudah cukup jauh dari rumah Aera.
'Han'
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Suasana yang sudah tidak terlalu ramai. Langit yang indah, lampu lampu taman yang membuat jalanan tidak terlihat gelap. Serta nuansa kota dari kejauhan yang terlihat cantik dengan bangunan bangunan besar.
Jimin tersenyum setelah membawa Aera sampai di Sungai Han. Ia mengajak Aera duduk di salah satu bangku yang terlihat.
"Kau ingat? Setiap pulang sekolah, kita pasti kesini."
Jimin memulai bercerita. Ia memegang lengan Aera. "Jari jarimu dari dulu memang sangat cantik, Aera."
Aera tersenyum. Ia menatap wajah Jimin. Lalu mengusap keringatnya dengan tangannya.
"Kenapa kau mengusap keringatku dengan lenganmu itu, Aera?!" Teriak Jimin
Aera tertawa terbahak bahak. "Apa ini bukan mimpi?" Tanyaku sekali lagi