Aku benar2 suka dengan duo ini.
Mungkin, pengen bikin sesuatu yang berbeda untuk mereka berdua.Happy reading 💜
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
"Kenapa Dad melakukan hal itu? Apa bedanya dengan tidak mempercayai kami?" seru Milea kesal, setelah mendengar penjelasan Joel.
Yang membuatnya semakin naik pitam adalah pembawaan Joel yang begitu tenang dalam menyampaikan, seolah tidak ada masalah yang terjadi.
"Bukankah sudah kujelaskan jika itu hanya sebuah kebetulan? Lagi pula, bayangkan saja dengan tempat tinggal yang memiliki harga sewa gila-gilaan di London, dan kalian hanya membayar sepertiga dari harga normal. Apakah itu tidak menjadi aneh bagimu? Atau kalian tidak pernah mencari informasi tentang hal itu?" tanya Joel santai, namun tatapannya begitu tajam saat membalas tatapan Milea.
Milea bungkam. Juga cemberut. Rasanya menyebalkan setiap kali berhadapan dengan ayahnya, dan tidak mendapatkan kesempatan untuk memenangkan perdebatan. Karena apa yang disampaikan, semuanya masuk akal dan terbukti benar.
"Aku sangat memahami kalian yang ingin mandiri. Bukankah kesempatan itu sudah diberikan dan dilakukan oleh kalian? Jadi, biarkan kami sebagai orangtua melakukan tugasnya untuk mengawasi kalian. Itu saja," ucap Joel tegas.
Milea mengerjap cepat, menatap Joel dengan rasa kecewa yang mendalam. Mengerti jika orangtua sangat mencemaskan mereka, tapi juga kecewa karena tidak adanya kepercayaan dari mereka.
"Apakah tempat kerja kami, juga merupakan hasil campur tangan kalian?" tanya Milea dengan suara tertahan.
Tanpa ragu, Joel mengangguk.
Segera beranjak, Milea menatap Joel dengan gusar. Merasa tidak senang, juga merasa dibohongi. Haruskah sesulit ini dalam mengharapkan kemandirian dan menjalani kehidupan normal? batinnya sedih.
"Aku sangat marah padamu, Dad! Jangan mengikutiku!" sembur Milea berang.
"Silakan pergi, Sayang. Aku tidak akan menghalangimu," balas Joel yang masih begitu tenang, bahkan mendongakkan dagu ke arah pintu keluar dengan santai.
Milea berdecak kesal sambil mengentakkan kaki, lalu memutar tubuh untuk pergi meninggalkan Joel.
Mengabaikan salam hormat dari para penjaga ayahnya, Milea terus berjalan tanpa peduli dengan panggilan namanya dari mereka. Melihat sebuah taksi, Milea segera masuk, dan menyerukan jalan pada pengemudi.
Ketika taksi sudah menjauh dari restoran, tiba-tiba saja dirinya sudah terisak pelan, menatap ke luar jendela dengan perasaan campur aduk.
Selama ini, Milea sudah menjadi anak yang baik dan penurut. Bahkan, sudah menjadi cucu kesayangan versi Nathanael Hadiwijaya, sang Opa yang terkenal dingin dan tegas.
Juga, Milea tidak pernah meminta apapun selama hidupnya, selain permintaan yang disampaikan saat Opa berulangtahun. Itu saja. Ternyata, menjadi baik dan seturut dengan keinginan orangtua tidak membuatnya mendapatkan apa yang diinginkan. Menjadi kesayangan pun sudah menjadi kartu mati untuk kebebasannya.
Tidak heran jika Hyuna begitu marah, demikian juga dengan Milea. Apakah dengan menjadi anak perempuan, harus diawasi dan dijaga sepenuhnya? batinnya sedih.
Dia merasa ayahnya tidak menyayanginya. Ibunya hanya berusaha untuk menjelaskan keadaan, tanpa pernah mengerti keinginan yang sebenarnya. Opa dan Oma pun demikian. Apakah jika benar-benar dilepaskan, dirinya akan mati? batinnya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untie The Knot
Romance"Mama selalu ingetin kalau jadi cewek itu kudu konsisten. Terutama soal cowok. Kalau uda yakin suka, yah ngegas aja," kata Hyuna. "Daddy selalu berpesan untuk perluas pergaulan supaya menambah pengetahuan akan dunia. Jangan dilingkup yang itu-itu aj...