Malam tahun baru pun tiba. Meja makan terdapat lebih banyak makanan daripada biasanya. Di dalam rumah sederhana, gelak tawa kerap kali terdengar. Keluarga kecil yang beranggotakan tujuh orang, dua orang ayah dan lima orang anak, tengah makan bersama sembari menonton acara komedi.
Drrtt...Drrtt...
Ponsel Hendery berbunyi. “ah Renjun,” ujar Hendery saat melihat si pemanggil telepon.
Dengan gesit, tangan Yangyang mengambil ponsel Hendery. “halo, Renjun?”
“Yangyang, selamat tahun baru!”
“iya, selamat tahun baru! Sekarang kau dimana?”
“aku di Jilin, bertemu keluarga papaku”
“aishh, enaknya...aku saja belum pernah keluar provinsi”
“sudah dulu ya, aku harus menyambut banyak tamu. Salam untuk keluargamu”
“iya iya, terimakasih”
Setelah sambungan teleponnya terputus, Yangyang memberikan ponselnya pada Hendery. Tak lama telepon rumah berbunyi, Kun menaruh sumpitnya dan mengangkat telepon. Hal yang biasa, saling memberi ucapan pada sanak saudara di hari besar.
“pa...aku juga ingin ponsel,” ujar Yangyang.
Kun menatap Yangyang dengan malas. “untuk apa? Di rumah sudah ada telepon rumah, jika di luar, pinjam saja ponsel kakakmu.”
Yangyang mendengus kesal.
“aiya, sedang tahun baru, jangan membuatnya sedih!” Ten mengomel pada Kun. “tenang, nanti papa Ten yang belikan.”
Mendengar itu, Yangyang melebarkan senyumannya. “aiya, papa Ten memang ayah kandungku,” ujar Yangyang, mengelu-elukan Ten.
“kau manjakan saja dia!” ucap Kun.
Ten berdecak. “anak bungsu harus dimanjakan.”
Melihat kedua ayah bertengkar karena si bungsu, keempat kakak hanya terkekeh dan merasa terhibur.
Malam tahun baru terlewati dengan bahagia. Dengan suasana yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya, berkumpul, tak lupa dengan pakaian berwarna merah, merayakan hari bahagia bersama dengan keluarga.
***
Tak terasa liburan semester pun selesai. Keempat anak SMA harus kembali ke sekolah lagi, sedangkan Winwin masih setia membantu Kun di kedai mie.
Di dinding kelas, Renjun dan Yangyang tengah melihat daftar peringkat siswa semester lalu. “aduh...urutan ketiga,” Renjun mendesah lelah saat melihat peringkatnya menurun. Kemarin peringkat kedua, sekarang peringkat ketiga.
“ey? Aku juga urutan ketiga,” ujar Yangyang sambil menghisap permennya.
Renjun mengernyit bingung. “urutan ketiga darimana?”
“dari belakang! Ehey. Kemarin aku urutan kedua dari belakang, sekarang urutan ketiga. Coba lihat siapa yang lebih buruk dariku,” jarinya menyusuri kolom nama yang ada pada daftar.
Zhong Chenle. Si bintang iklan, yang baru saja masuk seminggu sebelum ujian.
Dapat dilihat, Chenle sedang dihibur oleh beberapa teman-teman sekelas. “kasihan sekali, temannya datang karena dia punya uang,” bisik Yangyang pada Renjun.
“sudahlah, ayo ke kantin.”
***
Lucas menyalakan keran wastafel, membasuh wajahnya dan tangannya agar terasa lebih segar setelah bermain basket. Saat hendak keluar, di hadapannya ada seorang pria asing memakai balutan jas, menatapnya, seperti ingin mengajak berbicara.
“siapa?” tanya Lucas.
“ini aku, papamu.”
Lucas membuang napas kasar, orang gila darimana ini yang mengaku sebagai papanya. “kau sudah gila ya?! Papaku di rumah, kau salah orang!” Lucas tak lagi menghiraukan dan memilih melanjutkan langkahnya.
“ini aku, Huang Junjie.”
Langkah Lucas terhenti.
Mau tak mau, suka atau tidak suka, Lucas tidak bisa membohongi dirinya sendiri jika ia ingin tahu. Akhirnya ia bersedia menghabiskan waktu sebentar dengan pria bernama Huang Junjie, yang mengaku sebagai ayahnya.
“mamamu tidak pernah mengungkitku?”
Lucas membuang wajahnya, melihat ke arah lain lebih baik daripada menatap wajah pria itu. “tidak.”
Hembusan napas berat keluar dari mulut Huang Junjie. “mamamu memang tidak pernah berubah dari dulu, dia meninggalkanku karena aku miskin, dan juga meninggalkanmu mencari uang ke luar kota.”
“jadi, apa maksud tujuanmu menemuiku hah?!”
“Lucas...aku mau kau mengerti. Dulu, bukannya aku tidak mempedulikanmu, tapi karena aku tidak mampu. Dan sekarang, aku sudah mampu. Lebih mampu dari ayah asuhmu—” ucapan Junjie terpotong.
“siapa yang kau maksud ayah asuhku? Papa Kun? Papa Ten? Mereka, ayah kandungku!” ujar Lucas, dengan perasaan kesal. “sudahlah, kita tidak ada hubungan apa-apa!” Lucas hendak pergi meninggalkan, tetapi kedua bahunya ditahan oleh Huang Junjie.
“JANGAN MENYENTUHKU!!!”
Junjie langsung melepaskan tangannya dari bahu Lucas. Pria itu menghela napas, masih terus berusaha bersabar untuk melembutkan hati Lucas. “aku hanya ingin kau memiliki masa depan yang cerah, dengan berkuliah di luar negeri. Ujian negara sebentar lagi, setelah lulus, aku ingin kau kuliah dan ikut denganku.”
“MIMPI SAJA KAU!” kali ini Lucas benar-benar pergi, melangkahkan kakinya menjauh dari tempat itu. Tak menghiraukan apapun lagi, ia hanya ingin pulang dan makan di kedai mie.
***
“aish, Xiaojun-ge! Itu dibeli pakai uangku! Kembalikan!!!” sedari tadi Yangyang dan Xiaojun saling merebutkan coklat. Dan Yangyang sedang sakit gigi, jadi para kakak sedikit menjaga makanan si adik bungsu mereka.
Hendery yang menyadari Lucas tidak berjalan bersama, menengok ke belakang. “Lucas! Kenapa berjalan sendiri? Sini!”
Xiaojun dan Yangyang juga berhenti bercanda, dan ikut menengok ke belakang. “Lucas-ge! Ayo sini, kenapa berjalan di belakang?” tanya Yangyang.
“tidak apa-apa,” Lucas mengulas senyumnya dan menghampiri ketiga saudaranya.
Tangan Xiaojun merangkul pundak Lucas. “kau ini kenapa kurung? Nilaimu jelek?” tanya Xiaojun.
“kau meremehkanku? Total nilai ujianku 659.”
“aku 700,” balas Xiaojun sambil terkekeh.
“eyyy tidak usah membahas nilai!” sahut Yangyang.
***
EKHM, KAYAKNYA AKU BAKAL UBAH PAKE SEBUTAN AYAH AJA DEH, TAPI TETEP KALO MANGGIL AYAHNYA PAKE SEBUTAN PAPA
THANK YOU FOR READING!
JANGAN LUPA VOTE DAN SHARE YA!
THANK YOU!
AND LOVE YOU!
KAMU SEDANG MEMBACA
Family | WayV ( ✔ )
Fanfiction» terbit ✔ buku tersedia di dorm WayV wkwkwk candaa » remake dari drama Go Ahead » tentang lima orang anak dan dua ayah, yang membina sebuah keluarga walaupun tak ada hubungan darah.