Ten memasuki restoran dengan perasaan sedikit gugup, ia mengadakan janji menemui Chen Ting. Langkahnya pun semakin mantap saat sudah melihat sosok Chen Ting, tanpa ragu ia duduk di depan mantan istrinya itu. “ah maaf, aku terlambat, tadi ada urusan,” ujar Ten.
Chen Ting yang melihat Ten langsung menaruh gelas tehnya, ia tersenyum tipis. “tak apa, hanya satu jam lebih. Dulu, lebih lama lagi,” ujar Chen Ting sambil terkekeh pelan.
Ten tersenyum kikuk. “ini formulir yang harus diisi,” Ten memberikan map coklat berisikan formulir sekolah putri Chen Ting.
“terimakasih sudah mengurus sekolah anakku,” ujar Chen Ting.
Ten mengangguk. “tak masalah.”
Suasana sangat canggung, keduanya sama-sama bungkam, tidak tahu apa yang ingin dibahas. “ya sudah, aku pergi dulu, masih ada urusan,” Ten bangkit berdiri dari kursinya.
“sebenarnya, selain menemani suami, aku juga ingin menemui Xiaojun dengan Yang Xi,” ujar Chen Ting, yang berhasil membuat Ten mematung diam.
“siapa yang mengizinkan?!” Ten sedikit membentak.
“memangnya salah?” tanya Chen Ting.
Ten membuang napas kasar, berusaha menahan emosinya. “jangan temui Xiaojun lagi, dan jangan ganggu keluarga kami lagi! Dasar pengacau.” ujar Ten lalu segera meninggalkan tempat itu.
***
Kini Xiaojun, Lucas, Hendery, dan Yangyang tengah meneduh karena hujan deras. Sudah hampir tiga puluh menit, tapi hujan tak menunjukkan tanda-tanda akan reda.
“sudah sedikit reda, ayo, nanti deras lagi,” Hendery berlari, disusul ketiga saudaranya yang lain sambil membawa tas, alih-alih sebagai pelindung kepala.
Kedai mie Kun yang tadinya sedikit sunyi, menjadi ramai setelah kedatangan keempat anak sekolah itu. Tapi tak lama, menjadi sepi lagi, lebih tepatnya semua terdiam.
“eh, Xiaojun! Aiya, sekarang sudah bertubuh tinggi saja,” seorang nenek menghampiri Xiaojun, iya itu adalah neneknya. Lucas yang mengerti keadaan, mendorong pelan Yangyang dan Hendery untuk sedikit menjauh, agar tidak memberi kesan terlalu ikut campur.
“nek, kenapa datang kemari?” tanya Xiaojun.
“kaki ibumu terkilir, dan adikmu selalu ingin bertemu dengan kakaknya, jadi nenek yang mengantarkan.”
“Yang Xi! Kemari, ini gege,” ujar sang nenek, mengajak si anak perempuan sekitar berusia sepuluh tahun, bernama Yang Xi.
“gege!” panggil Yang Xi.
“gege, aku punya hadiah. Ini!” Yang Xi menyodorkan lipatan kertas rapih berwarna hijau, Xiaojun membuang napas kasar, sedetik melihat hadiah itu, lalu segera berbalik hendak meninggalkan.
Si nenek menarik tangan Xiaojun. “ya! Jangan bersikap seperti itu, di rumah dia selalu ribut ingin bertemu dengan kakaknya.”
“tidak ada yang meminta dia kesini,” ujar Xiaojun sambil menatap malas Yang Xi.
Sang nenek menatap kesal Xiaojun. “Xiaojun, dia itu adikmu!!!” suaranya meninggi.
Xiaojun juga merasakan hal yang sama. Kesal. “aku tidak kekurangan adik,” ujar Xiaojun, membuat sang nenek kalah telak.
Nenek Xiaojun mengambil payung, dan segera pergi dari kedai mie, meninggalkan Yang Xi juga di sana. “nenek! Anak ini tidak bisa ditinggal seperti ini!” teriak Kun.
Kelima anak hanya memandangi saja Yang Xi sedang bermain sendiri. Sedangkan Kun sedang kebingungan. “Winwin, telepon Ten,” suruh Kun.
“iya pa.”
***
Xiaojun, Hendery, Lucas, dan Yangyang duduk di hadapan Yang Xi dan menatap datar anak itu, atau menatap sinis seperti tatapan Hendery, Lucas, dan Yangyang.“siapa kalian?!” ketus Yang Xi.
“Qian Yangyang!”
“kenapa kamu memanggil kakakku dengan gege?!”
Berniat meledek, Yangyang menyenderkan kepalanya di bahu Xiaojun. “ya karena dia kakakku.”
Yang Xi merengut kesal, gadis kecil itu menghentakkan kakinya karena kesal. “tidak mungkin! Mama hanya melahirkan kakak dan aku. Lagi pula kalian tidak semarga!”
“kita juga tidak semarga,” ujar Xiaojun dengan datar.
Mendengar ujaran Xiaojun, membuat Yang Xi semakin kesal. “seharusnya kakak semarga denganku, dengan marga Yang, benar kan?!”
“TIDAK!” jawab Hendery, Lucas, dan Yangyang.
Hendery menghela napas, sedikit suntuk dengan suasana seperti ini sedari tadi. Apalagi makhluk kecil menyebalkan yang datang, mengganggu keluarganya saja. “mama kamu sudah tidak menginginkan Xiaojun lagi, buktinya dulu dia memberikan Xiaojun pada Yangyang.”
“itu tidak benar! Mama selalu menangis saat merindukan kakak.”
Huekkk...
Kun berdiri dari meja kasirnya. “hei kalian ini, jangan berbicara seperti itu dengan anak kecil!”
Yangyang menoleh. “aku juga anak kecil.”
Dari luar terdengar suara derap langkah yang kian mendekat. Ternyata itu Ten. “ah, mana si nyonya tua?” tanya Ten.
“sudah pulang, pa,” jawab Winwin, yang tengah merapikan meja karena kedai ingin tutup.
“oh kau masih ingat pulang? Aku kira kau sudah terbawa hujan deras!” Kun merasa kesal. Dari siang dihubungi, malam baru bisa datang.
Ten terkekeh kecil. “di kantor banyak urusan.”
Semakin merasa jenghah, Xiaojun beranjak berdiri, sekaligus membawa tas sekolahnya. “Hendery, Lucas, Yangyang, ayo!” ajak Xiaojun. Yang disebutkan pun juga mengikuti.
“gege!!! Gege mau kemana?!!” rengek Yang Xi.
Ten langsung menghampiri, berniat menenangkan. “hei, ini paman polisi, aku antar pulang ya.”
“tidak mau, aku mau gege! Gege!!!”
Akhirnya si dua bapak kebingungan :')
***
JANGAN LUPA VOTE!
TERIMAKASIH SUDAH BACA!
LOVE YOU!
KAMU SEDANG MEMBACA
Family | WayV ( ✔ )
Fiksi Penggemar» terbit ✔ buku tersedia di dorm WayV wkwkwk candaa » remake dari drama Go Ahead » tentang lima orang anak dan dua ayah, yang membina sebuah keluarga walaupun tak ada hubungan darah.