Semester baru pun dimulai. Setelah libur panjang, kini sudah kembali sekolah lagi. Sesampainya Yangyang di kelas, ia langsung menghampiri Renjun dan membuat kerusuhan sebentar. “ah iya, bagaimana kabar kakak-kakakmu? Kau sudah menelepon?” tanya Renjun.
“untuk apa? Telepon saja jika kau merindukan mereka,” ujar Yangyang sembari berjalan ke tempat duduknya dan menaruh tas.
Renjun menghela napasnya. “Yangyang, kau itu terlalu kekanak-kanakan. Marah, dan pergi ke rumah nenekmu tanpa izin. Tidak mengantar kakak-kakakmu, padahal entah kapan bisa bertemu lagi.”
“apa? Kau bilang aku kekanak-kanakan? Sana, rasakan saja sendiri!” Yangyang mengambil tasnya, menendang kursi, lalu pergi keluar kelas. Ia menuju halte, dan terududuk di sana. Tak lama, bus datang. Dengan tak bertenaga, ia masuk ke dalam bus.
Biasanya, saat pulang sekolah atau saat sedang pulang cepat. Xiaojun, Lucas, Hendery, dan dirinya sering berkeliling dengan bus. Terkadang selalu bercanda sepanjang perjalanan, sampai ditegur oleh penumpang lainnya. Terkadang, mereka tertidur dengan saling bersender di pundak.
Yangyang memandang keluar jendela. Kini ia sendirian. Berkeliling dengan bus, tak semenyenangkan dulu. Rasanya tak sama. Satu jam berkeliling, ia habiskan untuk tidur. Saat sudah sampai di tujuan terakhir, ia dibangunkan oleh petugas karena terlalu nyenyak tidur.
Pertama kalinya. Yangyang merasa dunia ini sangat hampa dan kosong.
Di pertigaan jalan, ia tak sengaja bertemu dengan Yeuliang. Tetangga, tetapi tak terlalu dekat. “ey! Aku dengar kedua kakakmu kuliah di luar negeri ya?” ujar Yeuliang. “para kakakmu itu memang tak memiliki hati nurani.”
Yangyang menatap kesal Yeuliang. “kenapa kau menyebut mereka seperti itu?! Mereka hanya kuliah di luar negeri, dan akan kembali!”
“Xiaojun-ge kembali pada ibunya, Lucas-ge kembali pada ayah kandungnya. Bukankah itu tandanya tak memiliki hati nurani?”
Kaki Yangyang hendak menendang Yeuliang, sayangnya tak kena sasaran. “diam kau!”
“sudahlah Yangyang. Kata ibuku, itu sudah resiko jika mengurus anak orang.”
———
“ah iya, mungkin Yangyang pulang sebentar lagi,” ujar Kun pada Xiaojun di seberang sana.
Ceklek! Yangyang membuka pintu, melepaskan sepatunya, dan langsung ke kamar mandi. Menghiraukan panggilan Kun yang menyuruhnya untuk berbicara dengan Xiaojun lewat telepon. Setelah merasa sang ayah tak lagi berbicara, ia pun keluar dari toilet dan duduk di meja makan.
“Yangyang! Sebenarnya mau kau apa sih?” Kun duduk di hadapan Yangyang dan menatap sang anak dengan serius.
Yangyang tak menjawab, ia malah terus asik memakan ubi kukusnya. Kun yang merasa dihiraukan, mengambil ubinya. “aku sedang serius! Kau ini maunya apa?!” tanya Kun dengan tegas.
“aku? Aku ingin memulai hidup baru sebagai anak tunggal! Aku mau orang-orang berhenti berpikir bahwa aku pernah memiliki kakak,” jawab Yangyang. “mereka semua pergi, itu tandanya mereka bukan keluarga kita lagi!”
Kun menghela napas berat. “kau ingin memutuskan tali persaudaraan dengan kakak-kakakmu? Hubungan yang sudah lama terjalin? Kau memutuskannya karena egomu sendiri.”
“mereka memang tak sayang padaku, tak peduli padaku. Jadi mereka pergi!”
“tak sayang dari mana? Winwin sering membelikanmu makanan enak. Xiaojun sering membantumu belajar, mengantarmu les di akhir pekan. Lucas dan Hendery selalu mengajakmu bermain bersenang-senang. Apa kau lupa itu semua hah?!” ujar Kun, terus mengomel.
Yangyang menundukkan kepalanya.
“apa mereka pergi karena keinginan sendiri? Tidak. Xiaojun, ia harus kuliah sekaligus mengurus ibu kandungnya yang sedang sakit. Lucas, ia ingin membantu mengurangi beban papa. Winwin bekerja, setiap akhir pekan selalu membawa barang bagus untukmu. Hendery, mendapat beasiswa di Beijing, sangat disayangkan jika ditolak.”
“Yangyang...kamu juga nanti akan menikah, memiliki keluarga baru, dan kau juga meninggalkan papa. Lantas? Apa kita bukan keluarga lagi? Kita tetap keluarga sampai selama-lamanya.”
Setelah cukup lama terdiam, Yangyang mengangkat kepalanya. “tapi aku tak mau mereka pergi paa,” rengek Yangyang.
“tak perlu khawatir. Sejauh apapun mereka pergi, mereka akan kembali pulang.”
***
Di tahun 2018 Yangyang diterima di universitas lokal jurusan seni lukis. Rasanya menyenangkan. Kuliah tanpa harus jauh dari keluarga. Tak seperti para kakaknya. Ia tinggal di asrama, tetapi masih sangat leluasa untuk pulang ke rumah. Jika tak sibuk, ia akan pulang. Jika sibuk, selalu di kampus.
Di tahun kedua kuliahnya. Seharusnya Xiaojun, Hendery, dan Lucas sudah tamat. Tapi tak kunjung kembali. Lagi-lagi mereka ingkar janji perihal akan langsung pulang setelah lulus. Winwin yang awalnya selalu pulang di akhir pekan, belakangan ini hanya berkunjung sebulan sekali.
Kini ia sedang makan malam bersama kedua ayah. Suasana setiap kali makan pun, rasanya berbeda. Biasanya diisi dengan tujuh kursi, sekarang hanya tiga kursi. “tadi pagi Xiaojun menelponku, katanya ia sudah mendapat pekerjaan di sana, jadi mau tak mau harus menetap,” ujar Ten.
Kun dan Yangyang menghentikan kegiatan makannya. “bagaimana sih? Dulu janji akan pulang, sekarang kenapa tiba-tiba ingin menetap?” tanya Kun.
“pastilah karena Chen Ting. Dia pasti menahan-nahan anak itu,” ujar Ten.
Yangyang menaruh sumpitnya. Jika sudah seperti ini, nafsu makannya sudah hilang. “pa, sepertinya aku harus kembali ke kampus. Sudah malam, takutnya gerbang asrama di tutup nanti. Sampai jumpa!”
Tiga tahun ia menanti, menggantungkan harapannya pada Tuhan, dan berakhir seperti ini? Para kakaknya tak kembali lagi. Di luar sana akan bertemu dengan calon istri, menikah, lalu benar-benar meninggalkannya.
“aishhh, seharusnya kau sadar, kau bukan adik kandung mereka. Xiaojun dan Hendery hanya tetangga, Lucas dititipkan, Winwin ditemukan di depan kedai. Kau tak berhak untuk apapun. Bahkan kalian tak ada hubungan darah sama sekali,” ujar Yangyang untuk dirinya sendiri.
***
MAU SAD ENDING ATAU HAPPY ENDING???
HSSJSHSHSJS SAD ENDING AJA YA HAHAHA
VOTE DULU IHHHHH!!!
THANK YOU FOR READING!
I LOVE YOUUUUU!!

KAMU SEDANG MEMBACA
Family | WayV ( ✔ )
Fanfic» terbit ✔ buku tersedia di dorm WayV wkwkwk candaa » remake dari drama Go Ahead » tentang lima orang anak dan dua ayah, yang membina sebuah keluarga walaupun tak ada hubungan darah.