Setengah jam berselang, mobil yang dikendarai Gendari sudah terparkir cantik di titik temunya dengan Prianka dan Athena. Tepat di saat penulis tersebut akan mengambil ponsel untuk menanyakan kabar mereka dan juga keberadaan Leeandra, sesosok pria bertubuh tegap nan tinggi melintas tepat di depan mobilnya. Dikarenakan merasa kenal dengan pria tersebut, maka tanpa mengeluarkan sepatah katanya terlebih dahulu, Gendari langsung membuka pintu mobil dan berjalan mengikutinya.
Saat jarak mereka hanya tinggal dua langkah, "Pak Hugo?" Pria berkemeja batik itu pun menghentikan langkahnya. Memutar tubuh sembari membenarkan letak kacamatanya.
"Bapak kok bisa ada di kampus ini?" tanya Gendari setelah mereka berdiri berhadapan.
"Memangnya kenapa kalau saya adai di kampus ini?"tanya Hugo balik dengan nada biasa, tapi justru terdengar begitu menyebalkan di telinga sang penulis.
"Bapak ngajar juga di kampus ini?"
Bukannya memberikan keterangan, Hugo justru membalik semua pertanyaan Gendari dengan pengucapan dan nada suara yang dibuat semirip mungkin. "Gendari?"
"Eh, i-iya, Pak?"
"Kamu kok bisa ada di sini? Kamu ngajar di kampus ini?"
"Ke--" Ucapan Gendari sontak terhenti lantaran melihat seorang pria berkemeja biru langit tengah berjalan ke arahnya. Pria yang sangat dia hindari, tapi juga dia rindukan serta menjadi inspirator utama dalam novel terbarunya tersebut.
Melihat perubahan ekspresi yang cukup signifikan dari lawan bicaranya, Hugo pun mengikuti arah pandang Gendari. "Pokoknya semua ini salah Pak Hugong!" gumam Gendari yang masih bisa didengar olehnya.
"Kamu bilang ap--"
"Selamat siang, Bapak Hugo." Suara dari pria yang membuat Gendari mati gaya itu pun terdengar menyapa.
"Ah, iya. Selamat siang juga Pak Alan," balas Hugo sembari menajamkan indera penglihatannya.
"Datang bersama dengan si--" Netra dari pria bernama lengkap Akalanka Bachtiar itu pun bersitatap dengan milik Gendari.
Sekian detik berlalu tanpa ada kata, "Saya datang bersama dengan asisten pribadi saya, Pak." Hugo lantas memperkenalkan satu sama lainya.
Seakan tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka, Alan mengulurkan tangannya dan berkata, "Senang bisa berkenalan dengan Anda, Mbak Gendari."
"Begitu pun dengan saya, Pak Alan," balas Gendari sembari menjabat tangan yang dulunya selalu digandengnya itu. Rasa genggaman tangannya tidak pernah berubah...
Bisa dibaca di Storial yaaa
akun Kak Rurs [at] thelapislazuli
Semoga suka dengan cerita #HuGe😘💞
.
.
.
Kak Rurs with💎
KAMU SEDANG MEMBACA
Labirin Kala & Rasa ✔️ (Sudah Terbit)
General FictionLabirin Kala & Rasa "Mengisolasi nostalgia, mendegradasi cela dan mengekspansi karsa" Gendari berpikir bahwa mengabadikan kegagalan kisah cintanya di dalam novel adalah cara terbaik agar dirinya bisa berpaling dari Akalanka Bachtiar dan semua hal ya...