Semenjak geng Hits & Hot yang beranggotakan Prianka, Athena, Gendari, Naveena, Lova dan Mutia, resmi didirikan, maka hari Sabtu di pekan ketiga pun ditetapkan sebagai waktu wajib temu bagi keenam penulis terkenal ibu kota tersebut. Alih-alih menyewa sebuah ruangan khusus nan tertutup, mereka justru selalu mengadakannya di Singgah Dulu Kafe. Sebuah kafe yang terletak tidak jauh dari pusat perbelanjaan dan juga arena kampus.
Seperti yang terjadi di siang hari ini, di sebuah sudut yang terletak di dekat jendela, tampaklah empat perempuan yang sedang duduk saling berhadapan dan saling berbincang ringan. Setelah lima menit berlalu, "Ngomong-ngomong sudah batang ke berapa, Mi?" Lova, penulis bergenre humor yang baru saja kembali dari toilet, bertanya pada Prianka.
Dikarenakan sedang dikejar deadline pengumpulan naskah, penulis novel horor yang akrab disapa Mami itu mengacungkan ketiga jarinya. "Kalau bisa, itu batang yang terakhir ya, Mi," ujar Mutia yang malah memancing Athena, perempuan bermulut terbensin di geng ini untuk melontarkan godaannya.
"Jadi begini toh, efek bercalon suami dokter?"
Belum sempat Mutia menanggapi pertanyaan dari penulis novel thriller terbaik dan juga terlaris se-Asia Tenggara itu, Gendari tiba-tiba saja muncul di hadapan mereka semua. Dengan wajah yang terlihat begitu kusut, perempuan berambut keriting sepantat itu langsung mendudukkan tubuhnya di kursi kosong yang berada di antara Lova dan Naveena.
"Lagi ada masalah ya, Mbak?" tanya penulis novel misteri yang baru saja menikah dengan salah seorang komikus terkenal di negeri ini, Naveena Mandalika.
"Bukan masalah yang besar sih," balas Gendari seraya menatap satu per satu sahabatnya. "Tapi, cukup mengganjal di hati," lanjutnya yang kemudian menceritakan soal pesan yang dikirimkan oleh pembacanya tersebut.
"Terus-terus, Mbak?" Lova tampak begitu semangat untuk mengetahui kelanjutannya.
"Ya, dia bilang kalau... ah, lo baca sendiri saja deh ini, Va," Dengan cepat, anggota termuda dari geng ini pun mengambil benda pipih berwarna hitam yang sejak tadi tergenggam kuat oleh sang pemilik.
"Milandika bilang, 'Sebenarnya ak--"
"Sudah, sini-sini. Biar Mami saja yang bacain," potong Prianka setelah dia berhasil mematikan bara api pada rokoknya. Tanpa mau membantah, Lova menyerahkan ponsel Gendari pada anggota tersenior baik dari segi usia dan juga jam terbang di geng mereka.
"'Sebenarnya aku cuma mau nyampein titipan komentar dari dosenku.'"
"Wey, nitip kok komentar? Nitip tuh serantang rendang kek!"
"Tolong mulutnya ditahan dulu, ya, Antena," pinta Prianka yang kemudian melanjutkan bacanya. "Terus jawaban Milandika, 'Hmmm... kata dosen saya, novel Febri & April itu tidak dapat memberikan impak nyata untuk melawan kelembamam beliau, Kak'"
"Impak nyata tuh apaan sih?" tanya Lova yang lantas tertawa terbahak-bahak, menyusul Athena yang tawanya sudah lebih dahulu membaha ke seluruh ruangan di lantai dua ini.
"Lo pikir, gue tahu artinya?" Gendari melipat kedua tangannya di dada.
"Kalau boleh tahu, nama dosennya siapa, Mbak?" tanya Naveena dengan kedua ibu jari yang sudah siap mengetikkan sesuatu pada kolom search engine andalan seluruh umat di muka bumi ini.
"Katanya Mila, namanya Hugo," jawab Gendari yang membuat sang penanya kembali mengajukkan pertanyaan terkait nama kampus dan juga jurusan tempat dosen itu mengajar.
"Lo mau ngepoin tuh dosen ya, Nav?" tanya Athena lalu memasukkan sejumput kripik singkong ke dalam mulut.
Usai mengiakan pertanyaan tersebut, perempuan berjiwa agen FBI itu pun menunjukkan hasil pencariannya. "Berdasarkan website forlap ristek dikti, Anggasta Hugo ini memiliki jabatan fungsional sebagai Lektor. Dengan pendidikan terakhir adalah S3 Teknik Fisika di Hokkaido University. " Naveena lalu membuka website dari universitas tempat Pak Hugo mengajar. "Kata halaman ini, dosen yang bernama Anggasta Hugo itu telah berusia tiga puluh empat tahun dan sangat aktif dalam kegiatan penelitian serta pengabdian masyarakat. Untuk rinciannya, Mbak Gendari bisa lihat sendiri nih," ucapnya seraya menyerahkan tabletnya pada Gendari.
"Tampangnya kayak apa sih, Dar?" tanya Prianka yang membuat Naveena langsung mengambil alih lagi gawai kesayangannya itu lalu menunjukkan foto dari pria tersebut.
Sementara Gendari masih mengamati, "Sejujurnya, masih cakepan mantan laki gue sih," komentar Athena yang langsung mendapat pukulan di lengan. Pelakunya? Siapa lagi kalau bukan Prianka.
"Gue hanya mengungkapkan pendapat yang didasari oleh fakta kali, Mi!"
Sementara Athena dan Prianka sibuk membahas perihal hukum dari memuji mantan, Mutia malah mengeluarkan sebuah pujian yang membuat mata Gendari tampak melotot sempurna. "Lesung pipinya menggemaskan, ya, Mbak."
"Aku sepakat sama Mutia," tanggap Lova yang kemudian mendapat anggukkan dari Naveena.
"Hei, Semut, Lontong dan Napi! Kayaknya mata kalian sudah rusak deh," tampik Gendari yang memang sengaja memanggil nama lucu-lucuan dari ketiga sahabatnya itu.
"Penilaian kami bersifat objektif kok, Mbak," bantah Naveena yang ternyata berhasil menarik kembali perhatian Athena dan Prianka.
Setelah sekian detik ikut mengamati foto yang diduga kuat menampilkan rupa dari Hugo, "Sebenarnya Mami juga sependapat sama Lova." Prianka kemudian berpendapat bahwa dosen yang telah memberikan titipan kritik itu memiliki tatapan setajam elang dan bibir yang cukup seksi.
"Gue boleh nangis nggak sih?" tanya Gendari dengan posisi kedua tangan yang sudah menutupi wajahnya.
"Lo mau nangis karena yang modelannya begitu cuma nitipnya komentar?" tanya Athena yang membuat semua kecuali Gendari tertawa.
"Kalau menurut Mbak Athena, yang kayak Bapak Hugo itu harusnya titipnya apa, Mbak?" pancing Lova yang tentu saja membuat Gendari semakin murka.
"Menitipkan salam, menitipkan hati, menitipkan cincin di jari manis lalu menitipkan benih di rahim deh."
"Mulut lo, bener-bener, ya Mbak!"Tidak ingin keduanya beradu mulut, Prianka berinisiatif untuk mengajukkan pertanyaannya. "Ngomong-ngomong, lo beneran mau ketemu sama si Hugo ini di hari Senin?" Dengan tatapan mata yang tampak berapi-api penuh emosi dan juga tangan yang sudah terkepal erat, Gendari mengiakannya dengan anggukkan cepat.
"Kalau nanti Mbak Gendari naksir atau bahkan jatuh hati sama Pak Dosen, tolong langsung kabari kami ya, Mbak," celetuk Mutia yang kali ini didukung oleh semua yang ada di sana.
"Gue? Naksir dosen yang caper? Ck! Nggak mungkin!"
"Oke, Mami catat baik-baik. Hari Sabtu di bulan ke sembilan ini, Gendari Locita bilang nggak mungkin naksir sama dosen yang namanya Anggasta Hugo. Jadi, kalau sampai dia naksir atau bahkan jadi bucinnya dosen tersebut, maka seluruh anggota geng Hits & Hot berhak mendapatkan liburan ke Bali gratis-tis."
"Oh, oke. Siapa takut!" balas Gendari tanpa ragu dan tentunya tanpa tahu, apa yang sedang Tuhan tulis dalam skenario hidupnya.
Tbc...
Happy reading di ceritanya Mbak Gendari 💕💞😘
Keep supporting me ya!😉😉😉
.
.
.
Kak Rurs with💎
KAMU SEDANG MEMBACA
Labirin Kala & Rasa ✔️ (Sudah Terbit)
Genel KurguLabirin Kala & Rasa "Mengisolasi nostalgia, mendegradasi cela dan mengekspansi karsa" Gendari berpikir bahwa mengabadikan kegagalan kisah cintanya di dalam novel adalah cara terbaik agar dirinya bisa berpaling dari Akalanka Bachtiar dan semua hal ya...