"Sudah siap jadi asisten saya?" tanya Hugo melalui sambungan teleponnya.
"Siap," jawab Gendari cepat.
"Kamu jawab siap, karena sudah mempersiapkan diri atau karena kamu tidak tahu apa-apa soal pekerjaan sebagai asisten?"
"Saya sudah mempersiapkan diri, Pak."
"Oh, iya?" Hugo lantas meminta Gendari menjelaskan peran dan tugas seorang asisten dosen.
"Menurut narasumber saya, menja--"
"Narasumber? Siapa narasumber kamu?" Mendengar pertanyaan yang memotong ucapannya, emosi Gendari memuncak dalam hitungan detik.
"Hmmm... begini ya, Bapak Hugo. Kalau seandainya Bapak berniat untuk mewawancarai saya, sebaiknya jangan sekarang, Pak. Sa--"
"Mengapa jangan?"
"Sekali lagi Bapak memotong ucapan, saya matikan sambu--"
"Oh, jadi seperti inikah makna dari kata siap yang kamu ucapkan tadi?" Lagi-lagi Hugo memotong ucapan Gendari hingga membuatnya harus mengembuskan napas panjang sembari mengelus-elus dadanya.
"Dear Bapak Anggasta Hugo. Boleh saya tahu tujuan Bapak menelepon saja di malam Minggu seperti ini?" tanya sang penulis dengan tangan yang tengah terkepal kuat.
"Sesungguhnya tujuan saya hanya satu. Yakni, memastikan kesiapan kamu menjadi asisten saya."
"Lalu?"
"Saya bilang hanya satu, Gendari."
"Ya, maksud saya, kalau sudah memastikan, Bapak mau apa?" Gendari yang sudah mengalokasikan seluruh waktunya untuk menulis pun mendadak kehilangan mood setelah menjawab panggilan suara dari pria yang baru ditemuinya kemarin siang di prodi fisika.
Lanjut? Suka?
Yuk berkunjung ke akun storialku😘💜
.
.
,
Kak Rurs with💎
KAMU SEDANG MEMBACA
Labirin Kala & Rasa ✔️ (Sudah Terbit)
General FictionLabirin Kala & Rasa "Mengisolasi nostalgia, mendegradasi cela dan mengekspansi karsa" Gendari berpikir bahwa mengabadikan kegagalan kisah cintanya di dalam novel adalah cara terbaik agar dirinya bisa berpaling dari Akalanka Bachtiar dan semua hal ya...