02 || Bayangan

454 67 29
                                    

Tak akan ada api jika tak ada asap. Begitupula dengan dendamku!

Kini, Chaca sudah terbaring lemah diatas kasur empuknya yang bermotif bunga anyelir. Kedua tangannya ia lipat diatas perutnya. Matanya sayu, serta bibir yang masih pucat.  Kilasan kejadian tadi pagi kembali menghantuinya, ia teringat saat Elmo menatapnya dengan tatapan aneh. Jika diingat Elmo terlihat sangat khawatir padanya.

Senyuman Chaca mengembang dibalik bibir pucat nya. Elmo yang tampan juga berkharisma. Elmo yang ramah, juga penolong. Ah, pokonya pikirannya Chaca penuh dengan Elmo untuk saat ini.

Kata Chaca, Elmo itu tandu kehidupannya. Mengapa? Karena disaat semua orang enggan, jijik, muak bahkan bosan untuk menolongnya, Elmo selalu ada dan repot-repot mengendong nya. Apakah salah jika Chaca menaruh rasa pada cowok itu? Chaca sadar, ia hanya gadis penyakitan yang tak akan pernah bisa mendapatkan hati seorang Elmo Aderald! Kadang Chaca berfikir kapan Tuhan akan mengambil nyawanya? Ia sudah tak mau lagi menyusahkan orang-orang disekitarnya. Elmo contohnya.

Saat sedang asik melamun, pintu kamar diketuk pelan oleh bik Dewi—pembantu Chaca, sekaligus ibu dari Diara. Karena tak mendapat sahutan, bik Dewi langsung masuk dengan membawa satu gelas air putih berserta bubur ayam.

Wanita paruh baya itu tersenyum hangat, lalu menghampiri Chaca yang masih terbaring diatas kasur.

"Non Chaca, makan dulu yuk! Abis itu minum obatnya,"kata Bik Dewi setelah meletakkan nampan itu diatas nakas. Dengan telaten perempuan itu membantu Chaca untuk bangun.

Kini Chaca sudah duduk dengan penampilan yang acak-acakan. Seragam sekolah putih abu-abu masih melekat di tubuhnya. Matanya bergulir menatap sekilas nampan yang dibawakan bik Dewi tadi.

"Non makan dulu ya,"ujar Bik Dewi seraya menyodorkan sendok berisi bubur itu, Chaca menggeleng cepat dengan bibir yang terkatup rapat.

"Chaca nggak mau Bik,"tolak Chaca, Bik Dewi tersenyum tipis dengan menarik lagi sendok itu.

"Non, katanya pengen sembuh. Kasihan tuan Erwin Non, coba bayangin ... tuan Erwin kerja siang malem buat siapa? Non Chaca kan? Tuan hanya ingin melihat Non sembuh udah itu aja, nggak lebih,"jelas Bik Dewi, Chaca malah tersenyum hambar.

"Lalu, kapan Chaca sembuh Bik? Percuma tiap hari minum obat! Nggak ngaruh! Obat itu hanya memperlambat kematian Chaca,"jawab Chaca dengan air mata yang menetes.

Bik Dewi merasa iba dengan anak majikannya ini, ia sangat bersyukur karena memiliki anak yang sehat. Wanita paruh baya ini sudah bekerja disini sewaktu almarhumah mama Chaca sedang mengandung. Begitupula dengan bik Dewi yang saat itu tengah mengandung Diara.

Jika Chaca tak mempunyai seorang mama, maka Diara tak mempunyai seorang ayah. Miris!

Bik Dewi meletakkan mangkok itu, lalu memeluk erat Chaca. "Non, nggak boleh ngomong gitu. Bibik yakin Non Chaca pasti sembuh,"kata bik Dewi dengan mengusap punggung lemah itu.

Chaca mengurai pelukan itu. "Kapan ya Bik, Chaca bisa sembuh? Bisa kayak Diara, bisa main sana-sini. Boleh ini itu, sedangkan Chaca? Main piano yang hanya duduk aja ayah ngelarang keras. Kata ayah lebih baik tiduran, istirahat,  emang salah ya Bik?"bik Dewi hanya menggeleng serta menipiskan bibirnya. Wanita itu menghapus air mata Chaca dengan penuh kasih sayang.

Antara C, D dan E  [TERSEDIA DI SHOPEE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang