09||Berbalik

228 42 8
                                    

Kurangi insecure tambahi bersyukur;)

Vano kembali menatap Chaca lurus dan dalam. "Lo suka kan, sama Elmo?"tanya cowok itu santai yang membuat Chaca mati kutu.

Menyadari akan raut yang ditujukan Chaca, Vano sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa tebakannya benar. Cowok itu tersenyum tipis seraya menghela nafasnya pelan.

"Eng-enggak kok, siapa bilang?"Mendengar itu Vano hanya terkekeh kecil.

"Gak ada yang bilang Cha, tapi mata lo bisa buktiin,"tukas Vano.

"Gue cuma kasih saran, jangan terlalu suka karena dia yang selalu perhatian ke lo. Manusia juga bisa jadi bunglon,"ujar Vano lagi, Chaca tak paham.

"Maksud lo?"

Vano merubah posisi duduknya dan menatap lurus. Sedetik kemudian cowok itu menatap Chaca dengan seulas senyum.

"Lo tahu Elmo kan, Cha?"tanyanya pada Chaca, "Cowok yang menjadi incaran setiap cewek karena sikap kepeduliannya. Bisa dibilang dia cowok yang ramah,"lanjut Vano menjelaskan, Chaca mengangguk kecil.

"Dia bersikap ke lo itu karena itu hanya tugasnya jadi PMR. Hebat sih, dia bisa sabar ngadepin anggotanya yang pilih kasih saat ada siswa yang pingsan. Hanya Elmo orang satu-satunya yang mau gendong lo, gue harap lo pikir dulu sebelum lo nyatakan perasaan lo,"jelas Vano serius,"Gue nggak mau lo kecewa atas rasa lo pada cowok itu,"sambungnya.

"Va, lo nggak semestinya bilang gitu ke gue,  omongan lo seakan-akan lo jelek-jelekin Elmo! Gue nggak suka Va, Elmo itu baik! Dia itu peduli,"kata Chaca tak terima.

"Sebegitu belanya lo ke dia Cha?"tanya Vano santai.

Chaca memejamkan matanya sejenak. "Gue nggak ngebela Va, itu fakta. Dia adalah orang pertama yang nolongin gue saat gue pingsan,"katanya.

Vano menarik sudut bibirnya dan berekspresi santai. "Gue juga ingin Cha, jadi orang pertama yang nolongin lo. Tapi, saat Elmo lebih dulu maju, gue mundur."Chaca terdiam mendengar itu.

"Gue tahu gue nggak sebaik dia dan nggak secepat itu nolongin lo saat lo butuh, gue janji Cha, bakal buat lo sembuh meskipun gue nggak tahu apa penyakit lo,"katanya lagi.

"Kita teman Cha, dan teman harus saling menolong. Bukan begitu?"tanya Vano, Chaca mengangguk pelan.

"Makasih buat semua Va,"ujar Chaca, Vano hanya mengedipkan sebelah matanya sebagai jawaban.

****
Gadis itu memasuki rumah dengan lesu, tangan kirinya ia gunakan untuk memegangi kepalanya yang sedikit nyeri. Saat langkah kakinya akan menaiki anak tangga, samar-samar ia mendengar suara pertengkaran dari arah dapur. Gadis itu mengurungkan niatnya untuk menuju kamarnya, dan berbalik menuju arah dapur.

"Ma, Diara ingin beli baju itu, ayolah Ma,"ujar Diara dengan menghentak-hentakkan kakinya serta raut wajah yang memaksa.

Dewi yang sedang mencuci sayuran hanya menyahuti seperlunya, pasalnya anaknya itu sudah berbicara itu lebih dari tujuh kali. Dewi bingung harus menanggapi bagaimana.

"Ayolah Ma, kali ini aja ya. Diara pengen banget punya Ma,"paksa Diara lagi, Dewi menghela nafasnya jengah.

"Mama kan, udah bilang Ra, Mama belum gajian. Tolong ngertiin Mama,"balas Dewi, Diara mencibikkan bibirnya.

"Usaha lah, Ma, Diara pengen banget. Bajunya yang model gitu tinggal satu,"ujar gadis itu lagi, "Atau nggak minta ke om Erwin aja Ma, Diara yakin pasti dikasih kok,"lanjutnya.

Dewi memindahkan sayuran diatas meja, lalu menatap Diara. "Enggak bisa Ra, ini belum tanggalnya Mama gajian, Mama gak enak dan sungkan,"balas Dewi.

Antara C, D dan E  [TERSEDIA DI SHOPEE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang