17. || Nyaman

208 35 4
                                    

Satu fakta tentang dirimu yang membuat hatiku ngilu.

"Ja-jadi lo tahu tentang penyakit gu-gue?" tanya Chaca dengan gugup dan menunduk.

Elmo menatap datar Chaca, sedetik kemudian cowok ber-almamater kuning itu mengangguk.

"Jantung," ujarnya singkat, Chaca terdiam dengan debaran jantung cepat.

"Rasanya gue gak percaya Cha, lo terlalu kuat buat nahan betapa sakitnya itu."

"Gue nggak papa, penyakit itu udah ada sejak gue kecil. Kata dokter Rafli, itu penyakit jantung bawaan dari lahir. Gue ikhlas Tuhan nyiptain gue berbeda dari yang lain," ungkap Chaca mencoba tersenyum.

Cowok itu menyelipkan rambut anak Chaca ke belakang telinga. "Cepet sembuh,"katanya dengan menyorot teduh mata Chaca.

Elmo meraih tangan dingin Chaca. "Maafin gue," katanya lagi, Chaca menggeleng dengan air mata yang berderai.

"Gue yang harusnya minta maaf El," ujar Chaca lirih, tangan Elmo terulur menghapus air mata itu.

"Karena telah jatuh hati pada cowok kayak lo, maaf gue bikin hidup lo susah." batin Chaca.

"Jangan jatuh terlalu dalam sama gue Cha."

"Gara-gara gue lo jadi repot. Terus muka lo kenapa?" Mendengar itu Elmo malah terkekeh kecil.

"Kena hantaman Vano," jawab Elmo.

"Sakit?" Elmo menggeleng.

"Lebih sakit lo," ucapnya dengan mengelus telapak tangan Chaca. Siapapun tolong Chaca! Jantungnya mulai berdetak kencang saat cowok itu menatap hangat dirinya.

"Mau jalan-jalan? " tawar Elmo, Chaca mengangguk setuju. Kemudian cowok itu mendorong kursi roda Chaca.

****
"Ada apa?" tanya orang itu seraya menghempaskan bokongnya ke kursi kantor.

Sementara orang di depannya berdehem singkat, lalu membenarkan letak kacamata hitamnya. " Ada hal penting yang aku harus sampaikan. Aku terlalu lama menyembunyikan ini darimu, aku khawatir masalah ini tersirat dendam. Baik pada keluargamu maupun denganku, " ujar orang itu.

Erwin menautkan alisnya. " Hal penting apa, Bram? Aku gak paham. Apa maksudmu?"

Bram menarik nafasnya dalam-dalam, lalu menghembuskan perlahan. " Setahun yang lalu, aku menabrak seorang gadis cantik dengan mobilmu," ungkap Bram, Erwin nampak terkejut.

"Parahnya, aku tak tahu dia mati atau tidak, "katanya lagi dengan menerawang kejadian itu. " Aku kabur,"lanjutnya disertai helaan nafas gusar.

"Bukannya apa, aku hanya takut jika gadis itu meninggal kemudian keluarganya menaruh dendam. Sedangkan, aku memakai mobilmu, dan secara otomatis keluarga mu terancam!"ungkap Bram.

"Bagaimana kamu bisa seceroboh itu Bram? Jika orang itu mengincar ku tak apa, tapi bagaimana jika Chaca yang menjadi sasaran, hah? Apa kamu tidak pernah mikir!?" telak Erwin berapi-api. Erwin saat ini hanya mementingkan putri nya yang malang itu. Haruskah gadis penyakitan itu menjadi sasaran atas dendam yang dilakukan temannya sendiri?

Erwin memijat keningnya bingung. "Bagaimana dengan pihak yang polisi? Ada yang melihat atau sanksi di kejadian?" Bram menggeleng kecil.

"Saat itu jalanan sepi. Tak ada orang, tapi aku bisa lihat dari kaca spion jika ada seorang cowok yang meneriaki ku dengan jelas. Setelahnya aku tak tahu, karena aku menancap gas tinggi dan meninggalkan tempat itu. Juga jejak," jelas Bram, Erwin mengangguk.

Antara C, D dan E  [TERSEDIA DI SHOPEE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang