Serapat mungkin kamu menyimpan rahasia, pasti ada hati yang merana.
Cowok itu sedang melamun di dekat jendela kamarnya. Tatapannya kosong dengan tangan memegang sebuah foto seorang gadis cantik. Di foto itu, tampak sekali jika sang gadis itu tersenyum lebar dengan memegang bunga. Cowok itu menghela nafasnya gusar, matanya bergulir menatap figura yang ada di tangannya, matanya mulai memanas serta hatinya yang bergemuruh.
Diusapnya dengan lembut figura itu." Gue kangen lo dek,"katanya pelan, "Gue janji akan balas orang yang telah membuat hidup lo menjadi tragis. Gue janji,"lanjutnya berseru.
Malam semakin larut dan sunyi. Hampir setiap malam cowok itu melamun dengan mengusap figura itu.
"Andai aja itu nggak terjadi, pasti lo masih di sini bercanda bareng gue. Gue kangen semua canda tawa kita. Baik gue dan mama belum bisa terima atas kematian lo, gue akan balas dendam itu," ujarnya monolog sambil mengusap figura itu.
"Tapi, satu fakta yang gue tahu tentang pelaku itu membuat langkah gue sulit. Rasanya gue gak percaya, mengapa harus keluarga dia? Separuh hati gue nggak tega, "katanya lagi, lalu beranjak berdiri meletakkan figura itu kembali diatas nakas.
Cowok itu mendudukkan tubuhnya di ranjang. Ia mencengkeram rambutnya dengan menunduk. Lama di posisi itu, dadanya naik-turun menahan amarah yang ia simpan. Kemudian cowok itu mendongak menatap dirinya di pantulan cermin, tangannya terkepal kuat terbukti jika urat-uratnya terlihat jelas.
"Dendam akan tetap dendam, gak ada yang bisa mengubah. Termasuk cinta dan ego gue!"serunya menyorot tajam.
****Di sebuah ruangan dengan cahaya lampu remang-remang, seorang lelaki paruh baya tengah memangku tangan dengan pikiran yang berkelana. Setahun terakhir ini hatinya dirundung rasa bersalah dan dihantui kejadian itu.
Helaan nafas kasar terdengar dari mulutnya, matanya menatap ke luar jendela.
"Apa kabar orang itu?"gumamnya.
Lelaki itu memijit keningnya dengan mata terpejam. Pikirannya selalu menuju akan hal itu. Hanya ada satu cara agar dirinya tak terus-menerus terbayang-bayang akan kejadian itu. Kejujuran.
Ia membuka matanya, lalu meraih ponselnya. Jarinya mulai mengetik dengan lincah.
Setelah dirasa sudah ia kembali meletakkan benda pipih itu.
"Aku akan mengatakan yang sebenarnya,"serunya.
****
Sementara itu di tempat lain, Chaca sedang berjalan mengendap-endap memasuki rumahnya. Ia pulang lumayan larut dari Taman itu, ia lupa waktu. Matanya mengamati seisi rumahnya yang sepi. Hanya ada dentingan jam yang berdetak memecah keheningan. Ia berharap ayahnya sudah tidur dan tak akan memarahinya.Jujur saja Chaca sangat lelah untuk malam ini, meskipun hanya sekedar duduk dan makan gula kapas dengan Elmo. Bicara tentang cowok itu, Chaca jadi teringat akan semua pertanyaan yang di lontarkan cowok itu. Menguras perasaan.
Chaca berhenti sejenak di depan anak tangga, ia mengatur nafasnya yang naik-turun. Ia menghembuskan nafasnya pelan. Saat kakinya akan menaiki anak tangga, sebuah suara bariton membuat Chaca mati kutu.
"Dari mana kamu?"tanya Erwin dengan tangan dimasukkan ke saku celana. Dengan pelan Chaca membalikkan tubuhnya dan menemukan Erwin yang menatapnya dengan lamat-lamat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara C, D dan E [TERSEDIA DI SHOPEE]
Teen Fiction⚠️WARNING! Siapkan hati anda untuk membaca cerita ini. FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA^^ Kisah tiga orang yang rumit dan membuat hati tercubit. Ini adalah kisah lika - liku persahabatan antara Chaca, Diara dan Elmo yang berawal dari sebuah...