ALONA (e) 2

419 90 348
                                    

"Jika sendiri saja bisa, kenapa harus memerlukan orang lain?"

Alona Ray Zeena

Ana menghempaskan tubuhnya kasar di atas kasur queen size miliknya. Dirinya nampak lelah, matanya terlihat tidak kuat lagi menahan kantuk. Baru saja beberapa detik ia memejamkan mata, ia kembali membuka matanya lagi saat dirinya mendengar suara gaduh dari arah luar.

"Shit! Kenapa harus dia lagi!" kesal Ana kemudian bergegas keluar kamar.


Dilihatnya dua orang yang sangat familiar di matanya. Mama dan papanya. Ya, mereka berdua penyebab keributan ini.

Keduanya belum menyadari kehadiran Ana.

"Kenapa kamu datang lagi ke sini, ingin menghancurkan hidup kami lagi? Kamu tidak puas dengan apa yang telah kamu buat selama ini? Mana jalangmu itu? Tidak kamu pamerkan sekalian di hadapanku?" murka Geana-mama Ana terhadap sosok di depannya itu.

"Aku datang untuk membawa Ana," ucap lelaki itu santai tapi dengan sorot mata yang tajam. Dia Edwin-papa Ana.

"Ana nggak sudi hidup bersama orang seperti Anda!" ucap Ana keras, mengagetkan mereka berdua.

Ana melangkahkan kakinya mendekat ke arah mereka. Lantas tangannya meraih Geana untuk berdiri di belakangnya, melindunginya jika sampai lelaki di depannya ini nekat untuk melukai mereka. Lelaki yang ada di depannya ini pasti akan melakukan segala cara untuk memenuhi keinginannya. Dan Ana tidak mau jika sampai mamanya terluka.

"Ana harus ikut dengan Papa? Hidup kamu akan jauh lebih baik daripada bersama perempuan ini!" hardik Edwin dengan menatap Geana tajam.

"Hidup Ana jauh lebih baik jika Anda tidak datang lagi kemari. Dan jangan ganggu kami lagi!" ketus Ana. Ana tau dia tidak boleh berkata kasar kepada orangtuanya. Tapi mengingat apa yang telah papanya lakukan terhadap mamanya. Kebencian kepada lelaki itu semakin meningkat.

"Silahkan Anda pergi dan jangan kembali lagi ke sini. Pintu keluar di sana. Dan kembalilah kepada keluarga barumu itu!" ujar Ana dingin ambil menunjuk pintu di depannya. Mempersilakan lelaki itu untuk segera pergi dari rumahnya.

"Baik, Papa akan pergi. Tapi ingat, Papa pasti akan kembali lagi. Jaga diri Ana baik-baik. Papa selalu sayang Ana."

Ucapan di akhir kalimat itu, Ana membencinya.

Ana menghembuskan napasnya kasar sebelum akhirnya berkata, "Silahkan Anda keluar!"

Kemudian lelaki itupun pergi menyisakan Ana dan Geana di ruang tamu.

"Mama nggak apa-apa? Dia nggak melukai Mama, 'kan?" tanya Ana kepada mamanya dengan sorot mata penuh kekhawatiran.

"Mama nggak apa, Sayang. Terima kasih udah bantu Mama, maafin Mama juga karena udah buat Ana susah karena semua ini," ujar Geana sedih.

"Ma, dengerin Ana! Ini semua bukan salah Mama. Berhenti salahin diri Mama terus, Ana nggak suka Mama kayak gini. Mama jangan sedih, Mama masih punya Ana," ujar Ana menguatkan mamanya. Ya, hanya Ana yang dapat menenangkan mamanya saat dikondisi seperti ini. Pasti sangat sulit untuk Geana menerima kenyataan pahit ini.

ALONA (e) | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang