01.

462 45 6
                                    

Hai guys, J kembali membawa cerita baru dengan konflik lumayan rumit yang belum pernah J bawakan sebelumnya. Entah gimana ide buat bikin cerita ini tiba-tiba muncul aja dipikiran J yang lagi ambyar Jeno dan Haechan :)

J harap kalian suka dan semoga bisa menghibur, terutama buat kalian di masa seperti sekarang yang cukup menyulitkan untuk segelintir orang. Kita pasti bisa guys melewati semua ini^^

So, take a deep breathe and enjoy!

So, take a deep breathe and enjoy!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💫

"Ibu menamaimu Angel karena kamu adalah malaikat kecil Ibu yang selalu bisa membuat Ibu tersenyum. Kamu penyemangat Ibu sampai Ibu bisa berjuang dan terus ada sampai hari ini. Terima kasih, Nak. Ibu sayang kamu."

Bendungan air pada kelopak mata Angel tidak dapat ditampung lagi. Ucapan ibunya yang masih terdengar hangat di telinga Angel perlahan menjauh saat Angel melihat tubuh ibunya sudah terbujur kaku di hadapannya.

Tanpa henti Angel mengusap tangan ibunya, ada perasaan berharap dalam hati, berharap ibunya bisa membalas usapannya, menatapnya dengan mata yang teduh. Namun, Angel tau semua itu hanya harapan semata.

Sejak umur lima tahun, Angel hanya hidup bersama ibunya. Ayahnya pergi meninggalkan rumah dan tak pernah kembali sejak hari dimana ibu dan ayahnya bertengkar hebat sampai Angel harus menenggelamkan tubuh mungilnya di dalam bak mandi untuk menghindari suara teriakan dan isakkan ibunya. Angel merasa tenang di dalam bak berisi air dingin tersebut karena tidak ada orang yang tau bahwa ia ketakutan dalam tangisannya.

Sejak hari itu, Angel telah kehilangan sosok ayah yang selama ini ia kira dapat membuatnya bahagia. Cinta pertamanya. Namun, semakin dewasa, Angel tau bahwa ibunyabekerja banting tulang untuk mengisi kekosongan tersebut. Ibunya adalah sosok ibu yang tegar dan kuat. Tak pernah terpikirkan oleh Angel apa yang akan terjadi dengan dirinya jika ibunya pergi.

Tapi, ternyata hal itu terjadi saat ini. "Ibu kenapa tidak pernah ceritabahwa Ibu mengidap kanker, Bu?" Mata sembab Angel tanpa henti menatap wajah Lyla, ibunya yang terlihat pucat dengan bibir membiru.

"Angel menyesal dan kesal karena belum bisa memberikan yang terbaik untuk Ibu." Air mata Angel terus jatuh dan membasahi rok biru tua seragam kafe tempat dimana Angel bekerja yang masih ia kenakan.

Saat waktu istirahat kerja, Ria, adik dari Lyla, meneleponnya dan mengatakan bahwa kondisi Lyla kritis. Ia mengalami kejang-kejang cukup lama. Sampai akhirnya detak jantung Lyla berhenti disertai dengan berhentinya hembusan napas.

Ria mengusap pundak Angel dan menepuknya pelan, "Angel jangan menangis, ibu pasti juga sedih jika melihatmumenangis."

Angel mengusap air matanya dan berusaha untuk tetap tegar. Ucapan Ria benar, Angel juga harus menjadi sosok yang kuat dan tegar seperti Lyla. Angel tidak pernah melihat ibunya menangis, karena Lyla tidak pernah mau Angel melihat dirinya terpuruk. Padahal Angel tau bahwa ibunya sering menangis di kamarnya saat tengah malam sebelum tidur.

"Ayo kita duduk di depan. Biarkan para perawat mengurus keperluan ibumu sebelum dimakamkan." Angel kembali menatap ibunya sekali lagi sebelum akhirnya menghembuskan napas dan berjalan keluar dari kamar jenazah menuju ruang tunggu bersama Ria.

"Tante akan ada di Indonesia sampai minggu depan. Maaf tante tidak bisa menemanimu lebih lama karena harus kembali bekerja di Korea." Ria mengusap surai hitam panjang milik Angel.

Angel hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Ria. Membayangkan dirinya hidup sendirian di rumah yang penuh kenangan bersama Lyla tentu membuat bahu Angel seperti sedang memikul bongkahan batu yang besar. Setiap sudut ruangan mengingatkan dirinya dengan senyuman cerah milik Lyla yang sekarang hanyalah ilusi.

Angel kembali teringat bagaimana Lyla merasa sangat bangga ketika memajang piagam penghargaan yang Angel dapatkan karena juara dalam perlombaan bahasa Korea dan Jepang. Sembari memeluk Angel, Lyla berkata, "Anak Ibu memang yang paling hebat, Ibu bangga, Nak."

Ucapan sederhana namun penuh makna untuk Angel. Walaupunibunya baru meninggalkannya sejak sepuluh menit yang lalu, bagi Angel rasanya seperti ribuan tahun tanpa ibunya. Detik demi detik membuat napas Angel terasa berat. Sulit memang menerima kenyataan bahwa orang yang sangat kita sayangi harus pergi secepat ini.

"Tante," panggil Angel yang membuat Ria menoleh, "Apakah aku menyusahkan Ibu semasa Ibu masih ada?" Ria membulatkan matanya lalu segera menggelengkap kepalanya.

"Tentu tidak sayang, Ibumu selalu menceritakan betapa bangga dirinya kepadamu saat sedang meneleponku," Ria menyelipkan rambut Angel ke belakang telinganya agar wajah cantik Angel terlihat lebih jelas, "Tante juga bangga denganmu."

Angel lalu memeluk Ria dengan erat. Ada perasaan lega karena Angel masih memiliki Ria, sosok yang mirip dengan ibunya. Walaupun penampilan Ria dan Lyla tidak serupa, tapi sifat yang dimiliki mereka serupa. Ria dan Lyla sama-sama dididik untuk menjadi wanita tangguh dan tidak mudah menangis. Hal itu juga menjadi motivasi Angel untuk menjadi wanita kuat seperti mereka.

"Kita beli minum yuk di kantin. Tante yakin kamu pasti haus sehabis menangis." Ria bangkit dan mengulurkan tangannya ke arah Angel sembari tersenyum. Angel mengangguk lalu membalas uluran tangan Ria. Mereka berdua lalu berjalan menuju lift dan menunggu beberapa waktu sampai pintu lift terbuka.

Dada Angel terasa berdenyut saat melihat sosok pria yang ada di dalam lift tersebut. Ria yang melihat apa yang Angel lihat juga sama terkejutnya. Pria yang bahkan sudah Angel lupakan bagaimana harumnya kembali muncul di hadapannya saat ini, di saat Angel ada di masa terpuruknya. Perlahan bulir air mata mulai turun dan mengalir pada pipi tirus Angel.

"Ayah..."

💫

Have a great day!💚


-J

The Sweetest AngelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang