04 || Memilih

195 36 5
                                    

“Aku berharap kau tak pernah pergi, karena satu-satunya orang yang peduli padaku, adalah kamu.

—Alina Bagaskara.

🥀

Alina menatap jendela kamarnya, hari ini benar-benar hari yang sangat menyedihkan baginya. Kenapa dirinya harus mendapatkan nilai di bawah Riri? Yang membuatnya kini tak bisa pergi ke mana-mana, selain berdiam di kamar untuk belajar.

Ia menatap ke arah luar, tersenyum tipis ketika melihat anak-anak berlarian. Ia ingin kembali ke masa kecilnya. Meskipun dari dulu Bagas memang tak peduli padanya, setidaknya ada Richard yang selalu menemaninya. Ia sebenarnya bisa saja keluar lewat jendela. Namun, ia tak berani, membayangkan betapa marahnya Bagas nanti.

Ia sadar, semakin hari kesibukan Richard semakin bertambah, waktu untuk Richard bersamanya pun berkurang. Ia tak ingin merepotkan Richard terus menerus. Karena ia tau, masalah berat yang sedang di hadapi pria itu.

Alina mendekati pintu, ia tau Bagas berada tak jauh dari kamarnya. Gadis itu lalu berkata, “Ayah, boleh Alin keluar sebentar?”

“Untuk apa? Semua kebutuhan kamu sudah ada, memang apalagi yang kamu butuhkan?” tanya Bagas dari balik pintu.

“Jangan keluar sebelum kamu tau apa kesalahan kamu!” Bentak Bagas lalu pergi menjauh dari kamar Alina.

Alina yang mendengarnya kemudian mendesah kecewa, ia melempar barang-barang yang ada di sekitar nya ke sembarang arah.

Ia terdiam di sudut kamar, menangis sambil mengacak-acak rambutnya. Dalam hati ia bertanya-tanya, kenapa dirinya selalu gagal menjadi seperti apa yang Bagas inginkan?

Tak lama kemudian, Alina memegangi kepalanya yang terasa pusing, ia mengambil obat yang berada di sampingnya, lalu meminumnya.

Alina terdiam beberapa saat.

“Selama apa gue bisa bertahan?”

🥀

Richard bergegas menuju rumah Alina, karena gadis itu terus menelponnya. Ia takut terjadi sesuatu kepadanya. Tak lama kemudian, ia sampai di depan rumah gadis itu.

Alina:
Richard, masuk lewat jendela aja, ya.

Richard menurut.

Pria itu berjalan diam-diam menuju jendela kamar Alina, jika sudah seperti ini ia tau apa yang terjadi kepada sahabat baiknya itu. Alina pasti sedang ketakutan, karena ia tak boleh keluar-keluar.

Richard tersenyum ketika melihat Alina membukakan jendela untuknya. Alina benar-benar bersyukur karena Richard selalu ada untuknya.

“Lo kenapa? Lo baik-baik aja kan? Lo gak ditampar kan?” Richard bertanya untuk memastikan bahwa Alina baik-baik saja atau tidak. Belum sempat Alina menjawab, Richard langsung memeluk gadis itu sangat erat, takut terjadi sesuatu kepadanya.

“Lo kalau nanya satu-satu dong, gue jadi bingung harus jawab yang mana dulu,” ucap Alina yang masih betah berada di pelukan Richard.

“Gue kan takut lo kenapa-kenapa,” lirih Richard.

“Gue baik-baik aja. Alina kan kuat kayak Richard!” Alina menatap wajah Richard ketika pria itu melepaskan pelukannya. Ia ikut tersenyum ketika melihat pria itu tersenyum, dalam hati ia berharap semoga apapun yang terjadi Richard selalu berada di sampingnya, seperti sekarang ini.

“Beneran gak kenapa-kenapa kan?” Richard ingin memastikan.

Alina menggeleng sebagai jawaban.

Richard melirik kamar Alina yang terlihat berantakan, Richard kemudian langsung menatap Alina dan berkata, “Lo kalau lagi marah jangan buang barang-barang ke sembarang arah, karena ujung-ujungnya gue juga yang beresin.”

Alina tertawa melihat raut wajah kesal Richard. Dalam hati Richard ikut tersenyum melihat Alina tertawa, ia tak ingin melihat gadis itu menangis.

“Kenapa Om Bagas marah?” tanya Richard lagi.

“Gue kalah dari Riri,” jawabnya yang membuat Richard terdiam.

“Gara-gara gue lo jadi pisah sama dia.” Alina terdiam, ia menunduk ketakutan.

“Karena lo lebih mentingin gue, lo jadi kehilangan dia,” lanjutnya yang membuat Richard bungkam. Memang benar, dari dulu Richard selalu mementingkan Alina, sampai ia lupa bahwa di sana Riri juga membutuhkan dirinya.

“Dan bahkan sekarang, lo sama dia jadi harus pura-pura saling gak kenal. Dan sekarang, lo cuma bisa mengamati dia dari kejauhan.” Alina mengenggam tangan Richard, lalu menatap pria itu.

“Kalau lo harus milih antara gue atau Riri, lo bakal milih siapa?”

Matahari Untuk RichardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang