23 || Maaf

98 13 2
                                    

Alina menatap Dokter Reza yang tertidur pulas di sofa ruang tamu, karena kamar pria itu ditempati olehnya, Dokter Reza jadi harus tidur di sofa. Alina mendekati pria itu, mengusap rambutnya perlahan-lahan, kini dirinya sudah berhari-hari pergi dari rumah, dan sepertinya benar dugaannya, tidak ada yang mencarinya.

“Neng Alin kok belum tidur?” tanya Bi Lilis yang baru saja datang. Alina kemudian berjalan mendekati Bi Lilis.

“Belum ngantuk Bi,” jawabnya. Bi Lilis mengangguk, wanita paruh baya itu kemudian berjalan menuju kamarnya.

Alina mengambil sebuah foto yang ia simpan di saku celananya, itu foto dirinya dan teman baiknya, dulu sekali, sudah lama sekali. Foto itu adalah foto dirinya dan Riri saat masih kecil, saat mereka belum mulai bersaing, saat dirinya belum meninggalkan teman baiknya itu karena sebuah alasan yang tidak bisa ia jelaskan. Mungkin, Riri tak tau bahwa dirinya adalah seorang anak perempuan yang berusaha menggendongnya karena Riri tak bisa berjalan.

“Kamu kok gak ikut ke taman? Temen-temen udah kesana tau.” Alina kecil bertanya kepada teman barunya yang sejak tadi terus diam di bawah pohon rindang.

“Aku gak bisa, kak. Gak bisa jalan,” lirihnya. Alina agak terkejut melihat anak perempuan itu memanggilnya kakak, mungkin karena dirinya lebih tua satu tahun dari anak perempuan itu.

“Nama kamu siapa?” tanya Alina.

“Riri,” jawabnya singkat.

“Yuk aku gendong!” ajak Alina sambil tersenyum manis kepada Riri.

Riri agak terkejut mendengarnya, menggendongnya? Ia sadar bahwa dirinya berat.

“Aku kuat, jadi ayok naik!”

Alina tersenyum tipis mengingat saat-saat itu, ia sadar bahwa ia kehilangan teman baiknya karena dirinya terlalu fokus pada apa yang dirinya ingin dapatkan.

“Lo nyuri handphone punya gue kan? Ngaku aja deh!”

“Lo itu kenapa sih selalu gangguin gue?!”

“Lo itu emang gak guna ya? Jalan aja gak bisa!”

“Gak usah deketin Richard lagi! Pokoknya Richard punya gue!”

Alina meneteskan air matanya, mengingat perlakuan buruknya kepada Riri, mengingat perkataannya yang melukai gadis itu. Mungkin, dirinya tak bisa bertahan lama, sebelum itu ia harus meminta maaf kepada Riri.

“Dokter Reza?” Alina dikejutkan dengan Dokter Reza yang tiba-tiba berdiri di sampingnya, bukannya pria itu tadi sudah tidur?

“Aku terbangun ketika melihat kamu menangis, ada yang kamu butuhkan?” tanya Dokter Reza.

“Besok aku mau ketemu seseorang, bisa anterin aku?”

“Tentu.”

🥀

Riri terus terdiam di kursi rodanya sejak tadi, gadis itu terus memikirkan hal yang terjadi akhir-akhir ini. Apalagi kini Ghifar dan lainnya sedang sibuk mencari Alina yang hilang tanpa kabar, tentu dirinya juga bertanya-tanya kemana perginya Alina?

Satu hal lagi, ia bahkan belum bercerita kepada Aletta bahwa sebenarnya Bagas adalah ayahnya, yang selama ini terus ia cari-cari keberadaannya.

“Permisi.” Riri menengok kebelakang, menatap seorang wanita yang menghampirinya.

“Iya, ada apa?” tanya Riri pada wanita itu.

“Seseorang yang barusan pergi menitipkan ini kepada saya, dia menyuruh saya untuk memberikannya kepada nona.” Wanita itu menyerahkan sebuah kotak bewarna hitam.

“Terima kasih.” Wanita itu membalas senyuman Riri lalu pergi menjauh

Riri membuka kotak itu perlahan-lahan, ia cukup penasaran dengan isinya, dan juga siapa pengirimnya?

Riri benar-benar terkejut ketika melihat sebuah gelang yang sangat ia inginkan dari dulu, tapi siapa yang mengirimkan ini padanya? Bagaimana orang itu bisa tau apa yang diinginkannya?

Kemudian Riri membuka sebuah surat yang ada di dalam kotak itu dan membacanya.

Untuk Riri
Apakah kamu suka hadiah yang aku kirimkan untukmu?
Aku selalu berharap bahwa kamu menyukainya
Maaf karena aku tidak bisa menemui kamu
Aku terlalu malu untuk bertemu denganmu
Karena aku sudah banyak melukaimu

Aku hanya ingin minta maaf kepadamu
Atas semua perlakuan burukku kepadamu
Aku berharap kamu menerima permintaan maaf dariku
Aku sudah menyadari kesalahanku

Ini dari aku, yang saat itu berusaha untuk menggendongmu.

Sampai jumpa di lain waktu.

—Alina Bagaskara.

Riri benar-benar terkejut ketika membaca isi surat itu, jadi Alina adalah teman masa kecilnya yang selama ini selalu ia cari-cari?



Matahari Untuk RichardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang