29 || Kehilangan

69 10 0
                                    

Bagas menatap foto dirinya dan Alina dikamar putri kandungnya itu, sudah berhari-hari putrinya itu tak pulang kerumah, dan ia sadar, mungkin itu juga karena perbuatannya. Ia sudah mencari Alina kemana-mana, termasuk kerumah Dinda, namun Dinda pun tak menemukan keberadaan Alina. Meskipun ia sudah tau siapa anak kandungnya dan Citra, dan Aletta dan Citra pun sudah berusaha memaafkan dirinya, namun tetap saja sepi rasanya jika tak ada sosok Alina.

Matanya beralih menatap foto Alina yang senang ketika gadis itu pertama kali mendapatkan piala, rasanya rumah ini terasa kosong tanpa kehadirannya.

"Bagas! Buka pintunya!" teriak Dinda dari luar rumah Bagas.

Pria itu berjalan mendekati pintu, membuka pintu itu dan menatap Dinda yang terlihat habis menangis.

"Kamu kenapa? Apa terjadi sesuatu dengan Alina?" tanya Bagas khawatir.

"Ini semua salah kamu! Kamu tidak bisa mengurus anak kita dengan baik! Kamu yang selalu melarangnya untuk bertemu dengan aku!" teriak Dinda kepada Bagas.

Bagas terlihat bingung, ia tau ia memang salah, tapi apa yang membuat Dinda tiba-tiba kembali marah-marah? Padahal sebelumnya hubungan mereka sudah mulai baik-baik saja.

"Apa yang terjadi? Tolong jelaskan pelan-pelan," mohon Bagas.

"Ini juga salah aku, kenapa aku tidak membawanya pergi bersamaku? Kamu bahkan tidak tau jika Alina mempunyai kanker otak selama ini kan?"

Deg!

Ucapan Dinda membuat Bagas gemetar seketika, kanker otak? Ia tidak tau jika selama ini Alina mempunyai kanker otak.

"Lalu dimana Alina? Aku akan menebus kesalahanku selama ini, aku akan membahagiakannya." Mendengar apa yang Bagas ucapan membuat Dinda semakin histeris.

Bagas merasa gagal menjadi orang tua yang baik bagi Alina, begitupun dengan Dinda.

"Sepertinya Anda terlambat, Alina sudah meninggal," ucap Reza yang baru saja sampai membuat Bagas terdiam, ia tak percaya, mungkin saja Reza berbohong kepadanya.

"Tidak mungkin! Kamu pasti berbohong! Katakan dimana anak saya!" teriak Bagas histeris.

Reza tak menjawab, ia memberikan sebuah surat untuk keduanya.

Untuk ayah dan bunda
Terimakasih atas apa yang kalian berikan kepadaku selama ini

Untuk bunda Dinda
Aku tau selama ini bahwa bunda adalah ibu kandung aku, aku menyelidikinya secara diam-diam, aku merasa beruntung bisa mempunyai ibu sehebat bunda Dinda.

Untuk ayah
Meskipun ayah selalu bersikap dingin ke aku, tapi aku yakin kalau ayah masih sangat-sangat peduli ke aku.

Aku menyuruh Dokter Reza untuk memberikan surat ini kepada kalian saat kalian mencari aku, karena aku tak yakin bisa mengatakannya langsung kepada kalian, karena waktuku mungkin sudah tak lama lagi.

Sekali lagi aku ucapkan terimakasih, maaf karena aku seringkali gagal menjadi seperti apa yang kalian inginkan.

Aku harap bunda dan ayah segera berbaikan.

Salam sayang
Alina Bagaskara.

Bagas dan Dinda tentunya menangis setelah membaca surat itu, begitupun dengan Reza yang ikut menangis, ia tidak menyangka bahwa Alina akan pergi secepat ini.

🥀

Kini semuanya sedang berada di makam Alina, tak hanya Dinda, Bagas dan juga Reza. Ada Ghifar, Aletta, Citra dan juga Richard yang sedang merasa kehilangan. Apalagi Aletta, dia menangis histeris karena kehilangan saudara perempuannya, kenapa ia baru tau bahwa Alina adalah saudara kandungnya sekarang? Andai saja ia tau lebih awal, ia pasti akan memperlakukan Alina dengan baik.

Aletta merasa bahwa ia sudah merebut banyak hal dari Alina, mulai dari sosok Ghifar yang sangat dicintainya, perhatian dan kasih sayang Bagas, ia merasa sudah merebut kebahagiaan saudaranya sendiri.

Citra menenangkan Dinda, memeluk sahabatnya itu dengan erat, hubungan mereka mungkin dulu tidak baik-baik saja, namun Citra pun tak bisa diam saja saat melihat kondisi Dinda yang seperti ini.

"Maafkan bunda, nak. Bunda udah gagal jadi sosok ibu yang baik untuk kamu," lirih Dinda.

"Kenapa kamu pergi secepat ini Al? Kenapa bukan ayah aja yang sakit? Ayah bahkan gak sempet meluk kamu, seperti apa yang kamu minta dulu." Bagas menangis histeris, ia menyesali perbuatannya selama ini, andai waktu dalam diputar kembali, ia pasti akan memperbaiki sikapnya kepada Alina selama ini.

Tak hanya mereka, Richard pun menangis melihat kepergian sahabat baiknya, andai saja dulu dirinya tak terlalu sibuk dengan urusannya, pasti ia sudah menghabiskan banyak waktu dengan Alina. Lagi-lagi ia kehilangan sosok perempuan yang sangat disayanginya, apa jadinya jika ia juga harus kehilangan Riri, Shilla dan Syakira?

Dan yang selalu berusaha tegar, adalah Dokter Reza, yang sangat-sangat merasa kehilangan Alina, ia sudah berjanji kepada gadis itu, agar tak menangis jika suatu saat Alina pergi meninggalkan dirinya. Andai saja dari awal ia berhasil membujuk Alina untuk berobat. Dokter Reza berpikir bahwa ini adalah salahnya.

Tapi, semua sudah terlambat, waktu tak dapat diputar kembali, Alina sudah pergi. Gadis yang selalu terlihat baik-baik saja, padahal selama ini ia merasa sangat-sangat terluka.

Matahari Untuk RichardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang