14

10.8K 708 54
                                    

.
Dewi, istri yang dipilih oleh ibu Ibnu masuk dalam mahligai yang telah berbingkai harus merasakan pergulatan batin yang cukup dalam. Ia tidak hadir dengan sendirinya, ada takdir yang melangkahkan kakinya hingga menyatu dalam bingkai yang sama dengan Nada.

Kalau harus disalahkan, bukan wanita itu. Tapi takdir. Sebuah tanya, apakah ada jiwa yang menyalahkan takdir dalam hidup? Sekalipun ada, sungguh celakalah jiwa itu karena telah mengingkari ketentuan Tuhan.

Kembali lagi pada fitrah manusia, yang sudah diperingatkan untuk menahan nafsu, namun manusia lah yang memilih jiwa dikuasai nafsu yang tak akan pernah ada kata puas.

"Aku sudah mengatakan dari awal."

Bahasan satu bulan yang lalu, tepatnya saat Ibnu kembali dari Jerman.

"Cerai bukan pilihanku, saat aku menerima permintaan ibu Mas."

"Aku tidak bisa hidup tanpanya."

Ucapan Ibnu menusuk dada wanita yang telah melahirkan dua anaknya. 

"Aku tidak menelantarkan anak-anak. Aku hanya ingin kembali padanya."

"Mba Nad yang meminta?" 

"Dia tidak mengatakan apapun. Karena aku tahu, dia tidak ingin melihatku lagi." jangankan melihat, mendengar namaku saja mungkin ia tak sudi.

"Aku tahu salah. Tapi, aku harus melakukan kata hatiku." satu bulan tidak mendengar suaranya, Ibnu bagaikan orang linglung. Tentang rasa, hatinya hanya menyecap  sebuah rasa. Dan itu masih untuk Nada.

Harga diri Dewi sudah menyapu lantai Hina di mata Ibnu. Bukan karena harta, jauh sebelum kata sah, wanita itu sudah menegaskan pada ibu Ibnu juga Nada, kakak madunya.

Menikah tanpa kata cerai, itu yang diinginkan wanita itu, terlepas Ibnu mau mengasuh kedua anak mereka.

"Sejak awal tidak ada kesepakatan apapun di antara kita." Ibnu kembali mengingat, saat keduanya diperkenalkan oleh ibunya. "Lima tahun, aku menyayangimu." kejujuran Ibnu tidak mengangkat harga diri wanita yang sudah melahirkan kedua anaknya. Sebaliknya, laki-laki itu menjelaskan dengan baik posisi Dewi dihatinya.

"Aku tidak pernah ingin menjadi yang pertama." lemah suaranya menandakan, bahwa asa hampir terenggut darinya. Ia mengerti saat Ibnu tidak menghabiskan makanan yang disiapkan olehnya, bukan karena kurang rasa akan tetapi pikiran laki-laki itu tertuju pada wanita pertamanya. Ia juga menyetujui saat laki-laki itu melibatkan anak-anaknya agar hubungannya dengan Nada membaik. Dewi juga berterimakasih karena Ibnu mau menerima permintaannya ketika ia meminta laki-laki itu memberikakan jejak panas agar ibu laki-laki itu tidak mengatakan jika dirinya tidak pandai melayani Ibnu.

"Tidak juga menginginkan Mas sepenuh hati." Dewi tidak berdusta, yang ia katakan murni dari hatinya. Berbagi itu tidak mudah, tapi belajar dari Nada yang tidak pernah mengacuhkan dirinya dan mau menganggap anak-anaknya. 

Bukannya Dewi tidak tahu kesakitan Nada. Ia cukup tahu, dan sama sekali tidak menutup mata. Seandainya Ibnu akan meluangkan waktu lebih banyak untuk kakak madunya itu, Dewi akan menerima dengan lapang dada.

Wanita itu belajar banyak dari istri pertama Ibnu. Ketegaran dalam menjalani hidup menutup semua kesakitan dan kecewa yang teramat dalam. Sikap Nada pada Sandra, ibu Ibnu memang dingin, tapi tak sekalipun wanita pertama suaminya itu menggunjing saat mereka bertemu.

Istri pertama mas IbnuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang