29

389 39 3
                                    

"Mas Ibnu belum pulang?"

Nada menoleh ketika mendengar suara Dewi. "Aku baru saja sampai." Nada tidak tahu.

"Aku telpon nggak diangkat. Apa masih sibuk sore begini?"

"Mungkin." Nada menyudahi. Ia lelah, butuh istirahat.

Hatinya mungkin masih kuat, tidak dengan tubuh. Hari ini energinya terkuras habis. Tiga seminar dalam waktu empat jam dan berbeda tempat.

"Kenapa di sini?"

Sama sekali Nada tidak bingung mendapati Ibnu di kamar mereka.

"Dewi menunggu."

"Aku tahu." Ibnu mendekat. "Sudah lama ya?"

"Turunlah. Mas mau Dewi kumat? Wajahnya suram saat menanyakan Mas tadi."

Nada melihat raut terkejut di wajah Ibnu.

"Kalau dia tahu, Mas juga yang repot."

Seketika hasrat yang beberapa saat lalu menggunung lenyap tak berbekas. Mendengar jika Dewi akan kumat, ketakutan tak terelakkan.

Kenapa Nada menolak? Wajar. Selama enam tahun ini, bisa dihitung berapa kali Ibnu mendatanginya karena nafsu.

Hambar. Mungkin. Nada tidak merasakan lagi kenikmatan yang semestinya.

Prioritas Ibnu sudah tergadaikan.

Tidak wajar, saat Ibnu membawa Dewi ke rumah mengingat status mereka saat ini. Saat itu Nada menerima karena berpikir akan mudah nyatanya jauh dari perkiraannya.

Tanpa musyawarah, Ibnu membawa Dewi ke rumah dan membenarkan anggapan Dewi jika mereka masih suami istri. Saran dari dokter, kata Ibnu waktu itu. Jika Dewi mengetahui masa lalu yang kelam, tidak ada yang menjamin wanita itu untuk segera pulih.

Jadi wajar, jika Dewi menganggap Nada adalah adik kandung Ibnu dan tinggal serumah.

Bagaimana halnya dengan Nada? Ia membiarkan tanpa tahu, sedikit demi sedikit rasanya akan terkubur.

Saat Ibnu mendekat, Nada tidak suka. Ia tidak lagi mendamba pada laki-laki itu. Namun tidak pula membuat jarak dalam arti yang sebenarnya.

Ia membiarkan. Masih berharap? Ia sendiri tidak tahu. Rasanya keputusan Ibnu hanya untuk kebaikan Dewi. Tidak berkaitan dengannya sama sekali.

"Aku akan melihatnya." tiga kata itu sudah biasa didengar oleh Nada.

Ibnu akan menemani Dewi hingga wanita itu tertidur. Dan akan kembali ke kamar saat Nada sudah menjemput mimpi suramnya.

Dewi tidak bertingkah, namun secara tidak langsung wanita itu membuat hubungan Nada dan Ibnu menjadi renggang.

Yang menjadi perhatian Ibnu saat di rumah adalah Dewi. Dan, Ibnu tidak berkata apa-apa jika Nada banyak menghabiskan waktunya di klinik asalkan Nada memberitahu.

Tentang Ray, Ibnu jarang melibatkan dirinya. Selain Ray yang sering menginap di rumah orang tua Nada, Ibnu juga sibuk mengurus Dewi.

Mungkin jika diartikan dengan pandangan yang jujur adalah, Ibnu sedang membuka gerbang untuk kebebasan Nada. Tentu tanpa disadari laki-laki itu.

Selama enam tahun Nada bersabar. Ibnu yang jarang pulang dan memilih tidur di apartemen di awal-awal terungkapnya masa lalu laki-laki itu hingga Ibnu membawa Dewi ke rumah mereka.

Cuaca di hari senin itu sangat cerah. Nada baru menyelesaikan sarapannya. Hari ini ia akan mengantar Ray masuk taman kanak-kanak. Ibnu akan menemaninya, karena hari ini juga yayasan tempat Ray sekolah akan mengadakan temu tatap untuk pertama kalinya.

Istri pertama mas IbnuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang