Pagi itu, ketika Nada bangun, Ibnu dan bayi kecil mereka tidak ada di sampingnya. Tahu jika Ibnu tidur di bawah, tapi ia melihat anaknya berada di atas tepat di sampingnya.
Keluar dari kamar, wanita itu menuju ke dapur. Tatapan datarnya, mengarah pada laki-laki yang tengah menyiapkan sarapan. Terlihat santai, sama sekali tidak repot padahal ada sang anak dalam gendongannya.
"Alfian pulang minggu depan," kata Nada saat tahu jika Ibnu belum menyadari keberadaannya. Dari Alfian, Nada mengetahui jika Ibnu belum tahu rencana kepulangan remaja itu.
Alfian ingin membuat kejutan untuk Ibnu. Tapi, tidak dengan keadaan seperti ini.
"Benarkah?" Alfian sering menghubungi, kenapa anak itu tidak mengabarinya?
"Itu sebuah kejutan." Ibnu menarik bangku agar Nada bisa menikmati sarapannya. "Kenapa memberitahuku?"
Nada tidak menyukai sikap Ibnu. Terlalu santai menurutnya untuk keadaan mereka saat ini.
"Kepulanganmu karenanya." Ibnu punya alasan kuat mengatakan hal itu. "Tentang hubungan kita, yang tidak ingin diketahui Alfian."
"Terserah bagaimana pikiran Mas."
"Oke. Aku juga akan memanfaatkan kesempatan ini."
Adil menurut Ibnu. Wanita itu menghilangkan jejak selama satu tahun, samua kontak diputuskan sepihak dan wanita itu baru kembali ketika sang putra pulang dari negeri orang.
Tidak licik, hanya saja Ibnu kurang berkenan. Ia punya salah, dan berhak diberikan kesempatan. Salahnya memang fatal, tapi Nada tahu jika perasaan laki-laki itu utuh untuknya.
"Aku penasaran, alasan apa yang kamu berikan padanya selama kamu merantau."
"Cukup perlihatkan kalau kita baik-baik saja."
Iya. Ibnu harus melakukan itu. Laki-laki itu akan melakukan lebih dari harapan kata baik-baik saja.
"Semoga kamu tidak menyesali keputusanmu."
"Jangan buat rencana yang tidak kuketahui."
"Aku hanya menyusun rencana atas keputusanmu. Tidak akan jauh-jauh dari kata baik-baik saja," balas Ibnu dengan tenang.
Ia menyodorkan piring ke depan Nada. Nasi minyak dengan lauk dadar tanpa bawang. Ia bukan ibu rumah tangga, jadi wajar jika tidak ada benda itu di apartemennya.
Saat Nada tidak kunjung menyentuh sarapan buatannya, Ibnu bangun dari bang ku nya dan mendekat pada wanita itu.
"Aku suapin?"
"Aku mau menyusuinya."
Ibnu menolak. "Dia tidak lapar." Bangun tadi dia dan bayinya sudah minum air hangat.
"Makan atau aku suapin?"
Bagaimana cara Nada mengatakannya? Ia harus menyusui bayinya sekarang.
"Nanti aku makan."
Ibnu mengambil sendok dan membawa ke mulut Nada. "Makan."
Karena tidak ingin mengatakannya, Nada mengambil sendok di tangan Ibnu dan mulai memasukkan sarapan ke mulutnya.
"Aku bawa dia ke kamar, sudah tidur."
Apa? Nada menahan nyeri di dadanya.
Terakhir dia menyusui tengah malam, kenapa anak itu tidak rewel?
Tidak lama Ibnu kembali. Laki-laki itu ikut makan bersama Nada.
"Aku belum tahu namanya, sepertinya aku harus rajin bertanya mulai dari sekarang."