"Suamimu belum pulang?"
"Belum, Bu." Dewi mempersilahkan ibu mertuanya masuk.
"Sudah sore begini, sudah kamu hubungi?"
Alasan apa yang akan diberikan Dewi kepada Sandra perihal Ibnu Galih Prasetya? Laki-laki itu pulang, hanya menjenguk anak-anak bukan tidur di rumah. Pernah Dewi mengunjungi rumah Nada dan Ibnu tidak ada di sana. Bukan curiga, hanya memastikan keberadaan laki-laki itu. Sebagai istri ia berhak khawatir.
"Anak-anak ke mana?"
"Ada di belakang, sama si Mbok."
Sandra mengambil ponselnya di dalam tas, dan menghubungi Ibnu. Jangankan dijawab, tersambung saja tidak.
"Sering seperti ini?"
Dewi sudah menduga mendapat pertanyaan seperti itu. Seharusnya Ibnu ada di sini dan menjelaskan segalanya.
"Apakah wanita itu yang melarang Ibnu pulang?"
Dewi menutup rapat mulutnya. Sudah delapan bulan, dan Sandra belum tahu apapun tentang Nada.
"Ibu harus bertemu dengannya. Kurang sepertinya teguran Ibu!"
Melihat Sandra bangun, Dewi menahan tangannya. "Nanti saja. Ibu baru saja datang."
Menepis tangan Dewi, Sandra keluar dari rumah itu. Dewi sudah berusaha mencegah, apakah ia masih tetap akan disalahkan? Langkah kaki Sandra cukup tergesa dalam keadaan marah.
Tidak ada yang tahu sebesar apa luka di hati Dewi. Samakah sakitnya dengan Nada? Meraba dada yang sesak, Dewi berbaring di ranjangnya.
Lima tahun, bukan waktu yang singkat dan selama itu tidak tercipta kemesaraan diantara dirinya dengan Ibnu. Peran keseharian Ibnu bukan menjalani sebuah rasa melainkan sebatas tanggung jawab untuknya juga putrinya.
Melakukan hubungan suami istri dikarenakan suka sama suka hampir tidak pernah semenjak lahirnya si kembar. Karena Dewi yang agresif demi kebaikan keduanya, kadang Ibnu mengikuti arus dan hanya sebatas cumbu yang menyesakkan dada.
Teriakan Sandra mengagetkan Dewi setelah satu menit yang lalu selesai adzan Maghrib, dan Dewi ingin melaksanakan ibadahnya.
"Ke mana perginya Nada?" tatapan tajam Sandra menghunus wajah di depannya. "Kalian menyembunyikan sesuatu dari Ibu?"
Mas...harusnya ini menjadi tanggung jawabmu. Harusnya kamu yang menjawab pertanyaan ibu.
"Orang tuanya mempermalukan Ibu, apa yang kalian lakukan?" teriakan Sandra bersahutan dengan Iqamah.
"Di mana wanita itu? Dan di mana suamimu, hah?"
"Mas Ibnu, mungkin di kantor."
Kernyitan dengan ekspresi marah tak terelakkan. Dewi tidak tahu keberadaan Ibnu?
"Katakan. Ke mana Nada pergi? Kenapa ibu wanita itu mengatakan putrinya harus pergi jauh dari seekor Singa?"
Dewi terhenyak. Apakah dirinya Singa itu?
"Tunggu mas Ibnu saja, Bu."
"Kamu tahu. Katakan sekarang!"
Dewi takut. Bukan pada marahnya Ibnu nantinya, melainkan pada Sandra yang begitu marah.
"Di mana wanita itu Dewi?"
"Jerman." sangat cepat jawaban yang diberikan Dewi.
Saking terkejutnya, Sandra meraba dinding. Wanita itu syok. Bukan karena keberadaan Nada. "Ibnu bersama wanita itu?"
Dewi menggeleng. "Tidak, Bu." Dewi memapah ibu mertuanya ke Sofa.
"Wanita itu menempel seperti lintah dan sekarang mau mengikat Ibnu? Ibnu sudah buta. Apa yang diharapkan pada wanita mandul itu?"