❝Rain❞

4.8K 852 98
                                    

Pagi itu, semua anggota keluarga sibuk dengan urusan mereka masing-masing di luar rumah. Namun tidak dengan Taeyong. Pria bermata bulat itu terus menerus melamun di dalam kamarnya. Hari pernikahan, hari yang selalu ia tunggu-tunggu akan terselenggara pada esok lusa, hari yang seharusnya membuat dirinya bahagia bagai berada di langit ketujuh. Tetapi entah mengapa memikirkan Sungchan membuatnya tiba-tiba menjadi sedih. Sebenci itukah Sungchan dengan dirinya? Atau, setidak mau itukah Taeyong akan menggeser posisi ibu kandungnya? Atau, sejijik itukah Sungchan karena memiliki ibu seorang laki-laki?

Beribu pikiran negatif selalu mampir di pikirannya. Ia selalu mencoba melakukan pendekatan dengan Sungchan agar relasi keduanya semakin erat, tetapi anak itu selalu menghindarinya di setiap kesempatan.

Pintu bercat putih tulang itu dibuka perlahan setelah Taeyong mendengar beberapa ketukan. Dapat dilihat sang adik yang memasuki kamarnya dengan tatapan khawatir. "Hyung? Ada apa?" Shotaro mengambil tempat di pinggir ranjang king size itu.

"Apa kau pernah merasakan dibenci dengan amat sangat oleh seseorang?" Taeyong membuka suaranya.

"Tidak." Walau dihinggapi rasa bingung dan penasaran, Shotaro tetap menjawab pertanyaan sang kakak.

"Apa aku terlihat setidak pantas itu bersanding dengan Jaehyun?"

Shotaro menghela nafas. Ia menggenggam erat tangan hyungnya. "Hyung, cukup dengarkan aku. Tutup telingamu dari perkataan jahat orang lain." Shotaro menatap lembut manik kelam milik Taeyong. "Akan ku katakan, bahwa Jaehyun Hyung sangat beruntung akan memiliki istri seperti dirimu. You're too precious. Aku sangat insecure, kau tahu?" balasnya diakhiri kekehan seringan kapas di akhir kalimat.

"T--Tapi calon putraku bahkan membenciku, aku harus bagaimana?" Taeyong menatap lurus ke depan, tatapan kosong yang membuat Shotaro geram setengah mati dengan Sungchan, orang di balik kesedihan hyung kesayangannya ini. "Seharusnya lusa adalah hari yang membahagiakan bagiku. Namun jika Sungchan tidak datang, itu justru membuatku semakin sedih. Aku merasa gagal menjadi seorang ibu."

"Jadi, ini semua hanya karena anak itu?" Suara Shotaro tiba-tiba memberat. Taeyong menatap Shotaro terkejut, masih dengan beberapa linangan air mata yang menghiasi pipi indahnya. "Hyung ingin anak itu hadir dalam pernikahan Hyung?" Aura itu menuntun Taeyong untuk menganggukkan kepalanya, bagai anak kucing yang menggemaskan.

"Rasanya tidak mung---"

"Itu mungkin. Aku akan bertanya pada Jisung, dimana anak itu tinggal sekarang. Hyung tidak perlu risau."

Shotaro bangkit. Mengambil kunci motor miliknya yang tergeletak di atas meja nakas. Ia memakai jaket denimnya lalu berjalan menuju kamar Chenle.

Pemuda kelahiran Jepang itu mendatarkan pandangannya. Pemandangan dua orang pemuda yang sedang bergelung manja di bawah selimut di saat di luar sedang hujan deras menjadi objek pertama yang ia lihat. "Jisung?"

Yang dipanggil langsung menurunkan selimutnya sampai bahu. Lantas menatap wajah Shotaro dengan datar. "Ada apa?" tanyanya datar. Ia kembali mengeratkan pelukannya pada sang sepupu yang kini masih terbungkus selimut sampai menutupi kepalanya---merasa malu.

"Beri tahu aku lokasi apartemen Sungchan. Ini sangat penting."

"Hm? Begitukah? Sepenting apa itu?" tanya Jisung main-main. Ia malah mendusalkan kepalanya manja ke leher milik pemuda manis di sampingnya. Dibalas cubitan oleh sang empu.

"Shotaro Hyung menanyaimu, jawablah dengan benar," tukas Chenle sambil mengerucutkan bibirnya lucu. Jika tidak ada Shotaro, mungkin bibir itu sudah menjadi sasaran keganasan Jisung. Oh ya, Chenle memanggil Shotaro dengan sebutan hyung karena jarak usia mereka yang tidak terlalu jauh. Dan itu Chenle sendiri yang meminta. Shotaro yang kala itu disuguhkan mata bak anak kucing minta dipungut itu mana bisa menolak.

Jisung berdecak kesal. Lantas menyambar ponsel di sakunya, mengirim lokasi apartemen Sungchan yang berada di daerah distrik Seocho-gu, Gangnam. "Sudah kukirim. Kau bisa pergi sekarang."

"Jisung!"

"Hobi sekali mencubitku?!"

Shotaro tak ambil pusing dengan kedua pemuda itu, biarkan orang tua mereka yang memarahi. Begitu mendapat notifikasi di ponselnya yang menunjukkan suatu titik lokasi, dirinya langsung bergegas memakai coat tebal, lalu kembali dilapisi jas hujan. Sebut Shotaro sudah gila, tetapi keadaan dimana tidak ada satupun mobil yang tersedia di garasi rumah, membuatnya terpaksa nekat mengendarai motor baru yang ia beli beberapa hari lalu.

•▪•▪

Tok! Tok!

Kening Sungchan mengerut bingung. Siapa yang berkunjung pada hujan deras seperti ini? Seorang housekeeper yang dijanjikan Jisung dengannya beberapa hari yang lalu? Sungchan rasa tidak mungkin. Kata Jisung, orang itu baru melakukan perjalanan tadi siang.

Sungchan melempar stik playstation-nya dengan asal. Diselimuti rasa malas, ia berjalan lesu menuju pintu depan. "Sia---"

Mulutnya terkatup erat begitu melihat badan pemuda mungil di depannya bergetar karena cuaca yang tidak bersahabat. Bibirnya menjadi pucat bahkan nyaris membiru. Sungchan buru-buru membantu melepas jas hujan milik Shotaro, lalu melemparnya asal di luar unitnya.

Tangan kurus itu ia tarik pelan untuk masuk ke dalam unit apartemennya. "Kau sudah gila ya?" omelnya sembari melepas jaketnya untuk dipakaikan ke badan si mungil. Sungchan menuntun Shotaro untuk segera duduk di sofa. Sementara dirinya pergi ke dalam kamarnya, mengambil sebuah selimut tebal. "Pakai ini."

"A--Aku ingin membicarakan s--sesuatu denganmu," ujar Shotaro tergagap karena rasa dingin yang menggerogoti badannya.

Sungchan kembali lagi, kini dari arah dapur. "Diam, simpan kata-katamu itu. Sekarang minum ini." Mug bermotif  garis-garis dengan banyak warna itu Sungchan sodorkan ke hadapan Shotaro, yang langsung diterima oleh yang lebih tua. Shotaro menyeruput cokelat panas itu dengan perlahan, lalu menghela nafas lega setelahnya.

Beberapa saat kemudian, bukannya semakin baik, namun tubuh Shotaro malah semakin bergetar. Bahkan mulutnya terus meracau tentang betapa kedinginannya ia sekarang. Sungchan dengan sigap langsung menggendong Shotaro dengan bridal style. Ia berlari terburu-buru menuju kamarnya.

Begitu sampai, Sungchan merebahkan tubuh kecil calon Pamannya itu ke ranjang miliknya. Dirinya berpikir keras dengan apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Masa bodoh, melihat Shotaro yang terus menerus meracau dengan mata yang terpejam erat itu membuatnya iba. Entah apa yang membawa pemuda mungil itu menerobos hujan deras hanya untuk pergi ke apartemennya ini.

Maka, dengan terpaksa, ia melepas atasan yang dipakai oleh Shotaro, dan juga melepas atasannya sendiri. Sungchan membuang kedua kaus itu ke sembarang arah, dirinya mengambil selimut tebal yang tadi dijatuhkan oleh Shotaro. Lantas merentangkan selimut itu lebar-lebar. Sungchan masuk ke dalamnya, kemudian memeluk tubuh yang lebih mungil dengan keadaan keduanya yang sama-sama shirtless, lalu menutup tubuh keduanya dengan selimut yang ia rentangkan tadi.

Tidak perlu berpikiran jauh! Sungchan rasa dirinya pernah membaca di sebuah artikel, jika kulit yang saling bersentuhan dapat membuat kehangatan yang lebih terasa. Ia hanya mempraktekkannya sekarang, dengan tubuh mungil yang kini ia dekap itu. Setelah mendengar dengkuran halus yang keluar dari mulut kecil itu, Sungchan lantas ikut memejamkan matanya, mencoba untuk ikut mengunjungi alam mimpi.

[]

semoga engga bablas, udah gitu aja🌚

-caramelct

❝Uncle❞ [sungtaro]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang