BAB 7

604 106 12
                                    

Joan menatap tidak suka pada gadis yang duduk di samping ranjang mamanya. Entah kenapa, bagi Joan senyum gadis itu palsu. Bagi Joan, gadis itu bertopeng. Sok manis dan sok alim.

Tidak, Joan tidak membencinya. Dia hanya tidak menyukainya. Dia sangat ramah dan murah senyum. Dia juga perhatian pada mamanya. Tapi, itu juga yang membuatnya tidak menyukainya.

Cari muka, batin Joan sejak tadi.

"Jadi sebenarnya kamu ada rencana buat kuliah lagi? Ambil S2 gitu?"

"Eum, iya. Tapi masih mau mikir lagi."

"Loh kamu mikir apa sih, Nayra? Tante yakin kamu wanita yang cerdas. Nilaimu pasti bagus. Perekonomianmu juga termasuk tingkat atas."

Yang ditanya bergumam. "Yah, ada yang mengganjal aja gitu. Masih nyaman di kondisi sekarang," jawabnya.

"Oh... gitu?"

"Joan juga ada rencana mau ambil S2 di luar negeri loh."

"Oh, ya?" tanya Bu Mayang yang ada di sana.

"Woah, hebat banget dong," lanjutnya.

"Tapi untuk saat ini gak izinin. Soalnya kalau dia ke luar negeri kasihan, nanti gak ada yang ngurus."

Ucapan Bu Mery membuat Bu Mayang dan Nayra terkekeh. Berbeda eskpresi dengan para wanita, Joan malah nampak kesal. Entah kenapa, dia hanya kesal saja melihat Nayra yang sok dekat dengan keluarganya.

"Kalau gitu harusnya Joan cepat nikah ya?" kata Bu Mayang.

"Iya, harusnya gitu. Cuma..." Bu Mery menggantung kalimatnya dan malah tersenyum.

"Cuma kasihan, dia habis ditinggalin pacarnya," bisik Bu Mery membuat Joan melotot saat mendengarnya.

"Loh, Joan ada pacar?" tanya Bu Mayang kaget.

Bu Mery mengangguk. "Ada, dia cantik banget. Tapi... masih cantik Nayra kok."

Nayra yang mendengar namanya disebut langsung gelagapan. Dia menatap Joan yang nampak tak suka dengan ucapan mamanya dan itu membuatnya makin tak enak hati dengan pria yang sempat ingin dijodohkan dengannya.

"Ah, Tante. Enggak, Nay gak merasa cantik kok. Nay yakin, pacarnya Kak Joan lebih cantik dari Nay," kata Nayra.

Ya iyalah, cantikan cewek gue. Lo udah lumpuh, suka cari muka lagi, batin Joan kesal.

"Jangan-jangan karena Joan ada pacar ya? Jadi yang kemarin dibatalkan," kata Bu Mayang dan dijawab sebuah anggukan oleh Bu Mery.

"Iya, maaf ya. Sampai sekarang masih gak enak," kata Bu Mery.

Bu Mayang memberikan senyuman. "Gak papa. Kalau belum jodoh gak bisa dipaksa. Mau seperti apapun, kalau takdirnya gak berjodoh ya udah. Insyaallah, Joan maupun Nayra akan mendapatkan pasangan yang lebih baik lagi nanti."

"Aamiin... Tapi aku gak berhenti berdoa semoga jodoh Joan itu Nayra," kata Bu Mery dan lagi-lagi membuat Nayra merasa tak enak, terlebih pada Joan yang disadarinya, pria itu nampak tak suka dengannya.

"Um , Bunda, Tante. Nayra lupa harus telfon teman. Permisi ya?"

Tanpa menunggu jawaban. Nayra segera keluar dari ruang rawat Bu Mery. Di luar, dia bertemu dengan Ayahnya, Pak Bondan, dan Robin yang sejak tadi berbincang di luar. Mereka menanyakan kemana Nayra dan dijawab dia hendak shalat isya karena memang dia belum shalat isya sedangkan jam hampir menunjukkan pukul delapan malam.

Nayra pun segera melaksanakan shalat di mushola rumah sakit. Selesai shalat, sejenak, dia berdiam diri di masjid untuk berdzikir dan berdoa. Entah kenapa, tapi tiba-tiba dia ingin menangis saat melihat tatapan Joan padanya.

Restart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang