BAB 28

355 57 23
                                    

Jeremy memasuki sebuah kafe yang tak jauh dari kampus tempatnya mengajar. Dia mengedarkan pandangan dan berhenti ketika melihat dua orang yang tengah duduk sembari menikmati kopi mereka. Memang di sore yang gerimis begini, paling cocok minum kopi. Namun, Jeremy tak ke sini untuk menikmati kopi, melainkan menyelesaikan masalah besarnya.

Jeremy menghela nafas berat sebelum kembali melangkah untuk mendekati mereka. Dua orang yang melihat Jeremy itu perlahan menyunggingkan senyum, berbanding terbalik dengan Jeremy yang hanya berwajah tanpa ekspresi.

"Syukurlah kamu datang. Silahkan duduk. Saya sudah pesankan minuman."

Jeremy yang baru mendaratkan bokongnya di kursi itu mengangguk kecil. "Saya yang meminta kalian datang, jadi gak mungkin saya gak datang."

"Saya gak punya banyak waktu untuk kalian. Saya hanya ingin bertanya. Apa kalian berdua benar-benar ingin Kyra menjadi anak kalian? Terkhusus kamu, apa kamu akan merawat Kyra sebaik mungkin?" tanya Jeremy pada pria yang duduk di depannya.

Pria itu mengangguk. "Ya, saya akan merawatnya dengan baik. Dia putri kandung saya, jadi memang sudah tugas saya kan?"

"Aku tau kalau Kyra anak kandung kamu, George," kata Jeremy sembari menekankan pada kata 'anak kandung'.

"Aku dengar kalian menginginkan Kyra karena tidak kunjung punya anak, benar?"

Dua orang itu saling tatap sebentar.

"Itu tidak benar," kata wanita berambut pirang. "Kami menginginkan Kyra karena kami memang ingin merawatnya. Saya tau George memiliki anak dari istri pertamanya. Saya... Saya merasa bersalah karena George harus meninggalkan istri pertamanya yang sedang hamil kareena saya. Saya ingin menebus kesalahan saya dengan merawat anak itu."

Jeremy terkekeh mendengar jawaban wanita itu. "Oh ya? Woah, terima kasih karena sudah mengakui kejahatanmu. Kakakku harus berjuang sendiri melawan penyakitnya dan melahirkan anaknya dengan mempertaruhkan nyawa, sementara kalian berdua saat itu hidup bahagia. Lalu sekarang kalian tiba-tiba datang dan meminta anak itu. Merasa bersalah? Kenapa gak dari dulu saja? Kenapa gak sejak Kyra bayi? Penyesalan baru datang setelah kalian tau rasanya tidak punya anak?"

"Jeremy, kita disini untuk bicara baik-baik kan? Kenapa nada bicaramu seperti itu?" kata pria bernama George itu.

"Lyra, kamu pergi saja. Tunggu di tempat lain. Aku akan bicara dengan Jeremy," kata George pada wanita bernama Lyra itu.

Wanita itu mengangguk pasrah kemudian meninggalkan Jeremy dan George dalam satu meja.

"Jeremy. Kamu bilang tidak ada waktu kan? Jadi bilang saja, apa kamu akan menyerahkan Kyra atau tidak?"

Jeremy menghela nafas berat.

"Tidak," katanya dengan jelas dan mantap.

"Aku hanya ingin kamu menjauhi anak saya. Jalani karmamu dari Tuhan. Enam tahun lalu kamu mencampakkan kakakku dan anaknya. Sekarang setelah kamu sulit punya anak, kamu memintanya?" Ucap Jeremy diakhiri kekehan.

"Dulu kamu mencampakkannya saat dia bayi, gak ada jaminan kamu akan merawatnya dengan baik setelah ini. Kamu pikir saya hak tau kalau Kyra hanya pancingan agar kalian segera punya anak? Kamu bahkan gak menanyakan kabar dia kan tadi? Kamu gak pernah kan, bertanya soal bagaimana sekolahnya? Bagaimana dia bertanya soal siapa mamanya dan dia di mana. Gak pernah kan?"

Suara Jeremy bergetar. Dia menahan tangis ketika mengucapkan semua kalimatnya. Hatinya sakit saat mengingat bagaimana pria ini meninggalkan kakaknya yang sedang mengandung untuk wanita lain. Jeremy ingat betul bagaimana kakaknya menunggu pria ini pulang dulu.

Restart [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang