Bagian Enam

43 5 0
                                    

Mohon maaf ketikan alay mau lewat :")

❤️ 3 Januari 2014 ❤️Sebenarnya part 5 itu cuma satu bab, tapi karena ada tambahan, aku jadikan 2 bab ya 🙆‍♀️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❤️ 3 Januari 2014 ❤️
Sebenarnya part 5 itu cuma satu bab, tapi karena ada tambahan, aku jadikan 2 bab ya 🙆‍♀️






































TIAS

Pagi hari yang cerah, membuat ku terbangun untuk aktivitas rutin aku ikuti dengan cukup baik, yaitu sekolah.

Tadi malam aku merasa tidak enak pada si Dakocan itu, padahal aku juga bermaksud ingin membantunya, tetapi orang tua ku malah tidak mengizinkan dia pergi ke rumah ku.

Pada saat aku baru saja masuk kelas, tiba-tiba Dina mengagetkan ku dari belakang.

“Hey! Tumben-tumbenan muka lo kusut?” tanyanya.

Dengan ekspresi tidak bergairah, aku pun menjawab, “gak apa-apa!” dan langsung berjalan menuju tempat duduk yang biasa aku duduki.

Tidak sengaja aku melihat Radit sedang mengobrol dengan Nissa yang berada duduk tepat dibelakangnya.

Mungkin dia sedang menghafal surat-surat al Qur’an, gumam ku.

Aku sendiri tidak tau ingin menghafal surat apa. Tapi yang pasti, insya-allah aku hafal semua surat-surat yan di praktekan nanti.

Tak lama kemudian aku pun menghampirinya, aku duduk disamping Nissa dan berhadapan dengan Radit.

“Gimana? Udah hafal?” tanyaku.

“Sedikit-sedikit prett, gue orangnya lupaan” jawabnya.

“Dasar pe’a! Pikun banget sih lo jadi orang! Kakek-kakek!” Ketus ku.

Dia hanya tertawa melihat ku memanyunkan mulut.

“Lo sendiri hafal gak?” Tanya balik Radit.

“Gue sih gak usah di Tanya!” jawab ku santai.

“wiiih! Kalah lho gue sama cucu sendiri?” ledeknya tertawa.

“Udah ah gak usah di bahas! Sorry yah yang tadi malem?” ucap ku merasa bersalah.

“Haha. Parah lo! Gue sama Wanto udah deket ke rumah lo, eh, lo malah gak jadi? Ye gak wan?” ucapnya lagi sambil mengajak Wanto bergabung.

“Iye” ucap Wanto singkat.

“Ya maaf” ucap ku lagi, merasa bersalah.

“Iye-iye, gak apa-apa” sahut Radit.

“Ohya, lo jadi gak? Minjem novel yang gue buat sendiri?” Tanya ku.

“Mane?” Tanya balik Radit.

Aku pun berdiri dan berjalan menuju bangku ku, mengambil sebuah buku tipis yang sudah agak hancur di sana-sini, dan kembali ke tempat Radit berada.

Arti Sebuah Sahabat [TAHAP REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang