REGRET - 7

20.9K 1.5K 21
                                    

***

"Bro!"

Sena hampir mengeluarkan omelan ketika pintu ruangan kerjanya dibuka tanpa adanya ketukan lebih dulu. Namun urung saat dirinya mendapati seorang pria berkacamata yang mengenakan kemeja biru dongker, berdiri diambang pintu dengan cengiran lebar.

"Maafkan saya pak, barusan saya mau melapor dulu tapi--" Sena mengangguk cepat memotong ucapan sekretarisnya. "Dia teman saya. Kamu kembali kerja saja"

"Baik pak"

"Sialan ya, lo! Balik tapi nggak ada kabar. Eh, tahu-tahu jadi bos besar" decak pria yang kini duduk santai di sofa dalam ruangan.

Menutup laptop, Sena bangkit berdiri kemudian melempar kaleng minum yang tadinya berada di meja kerjanya tanpa mau repot melangkahkan kakinya menghampiri temannya yang sekarang sedang mengumpat karena kaleng yang dilemparnya hampir mengenai dahi pria itu. Dia membuka kaleng minuman di tangannya sembari bersandar di samping meja kerja.

"Nyokap ngerengek terus minta gue balik ke Indo gantiin bokap di kantor"

"Lah memangnya Om Yuda kenapa? Gue lihat masih segar bugar"

Sena tersenyum tipis. "Terlalu sibuk di kantor, makanya nyokap minta bokap pensiun. Tapi bokap masih belum mau, cuma sekarang gue yang ambil alih sebagian besar urusan perusahaan. Jadi waktu buat nyokap lebih banyak"

Orang tuanya memang seromantis itu. Sesibuk apapun ayahnya, pasti akan meluangkan waktu untuk pergi berkencan bersama ibunya. Tapi yang namanya wanita, tetap saja merasa kurang. Dia tidak menyalahkan ibunya karena tahu betul kalau sang ibu merasa kesepian di rumah. Selagi kedua orang tuanya masih sehat, biarkan mereka melakukan apapun yang mereka inginkan termasuk jalan-jalan keliling Indonesia seperti keinginan ibunya. Tentu setelah dirinya bertunangan. Karena saat ini ibunya sedang sibuk mengurus segala persiapan.

"Eh, Sen. Beneran lo mau tunangan?" kedua alis Sena terangkat. "Tahu darimana?"

"Tante Rena yang bilang. Dia juga yang ngasih tahu kalo lo udah pulang"

Sudah Sena duga.

"Lo yakin mau tunangan secepat itu? Gue tahu lo banyak duit, tapi gue pikir pria seusia kita ini masih terlalu muda untuk menjalani sebuah pernikahan"

"Kami sudah sepakat" ia mengedik santai. Lagipula sudah menjadi keputusannya juga. Tidak mungkin membatalkannya tanpa alasan yang jelas 'kan?

Sementara pria dihadapan Sena hanya manggut-manggut dengan raut malas.

"Sen, lo masih inget Sarah?"

Sena mengernyitkan dahi. "Mantan lo Ris?" tebaknya kemudian sambil menaik-turunkan alis.

Pria itu--Haris memutar bola mata jengah. Ingin sekali rasanya memukul kepala Sena. Bagaimana bisa pria sepintar itu bisa memiliki ingatan yang buruk? Diam-diam dia bersyukur karena meskipun tidak terlalu pintar saat duduk di bangku sekolah, ingatannya cukup tajam. Dan yang pasti pekerjaannya saat ini ia dapatkan dari hasil kerja kerasnya yang dilakoni sejak kuliah. Bah! Tidak seperti temannya ini yang langsung menuju puncak gemilang di hati. Ah, sialan! Kenapa dia justru teringat lagu yang sangat populer di zamannya saat itu.

REGRETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang