Kegiatan rutin Hafsha dan Bunda Afifah setiap agi adalah melakukan pembiasan yakni dengan membacakan doa dan hadist yang diikuti oleh seluruh siswa. Setelah itu dilanjutkan dengan sholat duha. Barulah kemudian masuk kepada pembelajaran. Hafsha dan Bunda Afifah akan bergantian memberikan materi pembelajaran.
Pukul 10.00 istirahat pertama bagi anak-anak. Bagi yang membawa bekal akan tinggal di kelas memakan bekalnya. Sementara yang tidak membawa bekal biasanya akan ke kantin untuk jajan. Bunda Afifah meninggalkan kelas menuju kantor. Sementara Hafsha lebih memilih di dalam kelas mendampingi anak-anak yang sedang menikmati bekalnya masing-masing.
"Bunda, Aqila punya sesuatu untuk Bunda." Tiba-tiba Aqila telah berdiri di samping meja Hafsha.
"Wah, apa itu? Bunda jadi penasaran." Hafsha menatap Aqila dengan senyum merekah.
"Ini." Aqila mengulurkan sesuatu kepada Hafsha. Sebuah kotak berukuran sedang dan selembar kertas putih yang dilipat kecil.
"Untuk Bunda?" Hafsha menatap Aqila dengan ragu.
"Iya, Bunda. Tadi Aqila minta Bi Yum membuatkan dua kotak makanan untuk Aqila, satu untuk Aqila dan satu untuk Bunda." Mata Aqila menatap Hafsha dengan penuh binar.
"MasyaAllah, terima kasih, ya, Aqila. Tetapi, besok-besok Aqila tidak perlu lagi meminta Bi Yum seperti itu."
"Kenapa, Bunda?"
"Iya, semua yang ada di rumah Aqila itu kan milik Papa dan Mama Aqila. Aqila tidak boleh memberikan apa-apa yang ada di rumah tanpa izin terlebih dahulu kepada Papa dan Mama." Hafsha menyentuh bahu Aqila dengan lembut.
"Tetapi, Mama sudah di surga, Bun." Aqila menjawab dengan lirih. Hafsha tertegun. Mata gadis di depanya terlihat berkaca-kaca. Hafsha bangkit dan langsung memeluk Aqila. Beberapa orang anak mulai mendekat dan menatap Aqila dengan iba.
"Maafkan, Bunda, ya, Nak. Bunda tidak tahu jika Mama Aqila sudah berada di surga." Hafsha berkata dengan perasaan amat bersalah. Kenapa ia belum sempat bertanya banyak hal pada Bunda Afifah tentang anak-anak muridnya.
"Ya, Bunda, tidak apa." Aqila menjawab dengan mata yang sudah basah oleh air mata. Hafsha pun merasakan pipinya telah basah. Gadis lembut ini memang begitu gampang tersentuh.
"Ayo, sekarang Aqila kembali ke mejanya. Aqila belum makan bekalnya, kan?" Hafsha mengusap kepala Aqila yang tertutup jilbab dengan sayang.
"Ya, Bunda." Aqila mengangguk dan berbalik menuju mejanya. Diusapnya matanya yang basah dengan ujung jilbab. Dua orang temannya memeluk gadis kecil itu dengan iba.
Hafsha kembali duduk di kursi guru. Gadis itu lalu membuka lipatan kertas putih di hadapannya.
Buat: Bunda Hafsha
Bunda, maafkan ya, atas kejadian sore kemarin. Bunda tidak marahkan pada Aqila, Aryan dan juga Papa?
Terima kasih, Bunda.
Dari Aqila dan Aryan
Hafsha tersenyum. Surat singkat itu telah membuat hatinya menghangat. Gadis kecil yang bernama Aqila itu memang terlihat sedikit berbeda dari teman-temannya yang lain. Selain sikapnya lebih pendiam, matanya terkadang juga terlihat sering kosong. Entah mengapa, Hafsha langsung jatuh hati padanya.
Setelah melipat surat itu kembali dan memasukkan ke dalam tasnya, Hafsha membuka kotak bekal yang dberikan Aqila. Isinya beberapa potong brownies. Hafsha mengangkat wajahnya dan matanya langsung menangkap sosok Aqila yang juga sedang menatap kepada Hafsha. Hafsha tersenyum lalu mengambil sepotong brownies dan mengucapkan basmallah, lalu mulai memakannya. Terlihat senyum mengembang di bibir Aqila. Mata gadis kecil itu berbinar indah. Hafsha tersenyum dan mengangguk. Senyum di bibir Aqila semakin lebar. Hafsha merasa bahagia melihat kebahagiaan terpancar dari wajah cantik Aqila.
KAMU SEDANG MEMBACA
DITALAK TANPA ALASAN (JUDUL DI NOVEL UNTAIAN DOA HAFSHA)
General FictionTiba-tiba Hafsha diantar ke kampung halamannya dan dipulangkan kepada sang ayah. Adam, laki-laki yang telah menikahinya dua tahun lalu, menalaknya tanpa alasan. Sebenarnya apa yang terjadi pada Adam? Lalu bagaimana kisah Hafsha selanjutnya?