Hafsha keluar dari gedung Pengadilan Agama Payakumbuh dengan kaki gemetar. Surat cerai yang telah diberikan Pengadilan Agama digenggamnya dengan erat. Setelah mengikuti beberapa kali persidangan tanpa satu kalipun dihadiri oleh Adam, akhirnya gugatan cerai yang diajukan Hafsha pun disetujui. Tujuh bulan ia menunggu kabar dari Adam, namun tidak sekalipun laki-laki itu menghubunginya. Adam seperti lenyap ditelan bumi. Hafsha merasa memang sudah cukuplah penantiannya selama ini.
Atas desakan dari kedua kakaknya, Hafsha pun mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama Payakumbuh. Biasanya kedua kakaknya itu selalu mendampingi Hafsha menghadiri sidang ataupun mediasi. Namun, hari ini, yang merupakan sidang terakhir yang berisi pembacaan hasil keputusan hakim, qadarullah kedua kakaknya dan juga ibunya malah tidak bisa mendampingi Hafsha. Istri abang tertuanya, Uda Akmal melahirkan kemarin pada pukul 21.15. Ibunya langsung berangkat ke Padang tadi pagi untuk menjaga anak-anak Uda Akmal. Karena mertua Uda Akmal sudah tidak ada. Sementara itu, Uda Latif sedang berada di Bandung mengikuti pelatihan.
Hafsha duduk di kursi papan, di bawah sebatang pohon, masih di dalam kawasan kantor Pengadilan Agama. Halaman parkir terlihat cukup penuh oleh kendaraan roda dua dan roda empat. Di sampingnya pos satpam terlihat kosong. Ditatapnya surai cerai di tangannya dengan tatapan kosong. Surat cerai tersebut menjadi bukti jika pernikahannya dengan Adam benar-benar telah berakhir.
Hari-hari sebelumnya, entah mengapa, ia masih berharap ada keajaiban dengan pernikahannya. Mungkin ia bodoh jika masih berharap Adam kembali dan memohon maaf kepadanya. Namun, jujur ... itulah yang ia tunggu dan harapkan selama ini. Air mata kembali jatuh membasahi pipi mulusnya. Mengapa laki-laki itu begitu kejam kepadanya. Mengapa takdir seakan mempermainkan hidupnya?
Salahkah, jika hatinya masih diliputi tanda tanya, apa yang sebenarnya terjadi pada Adam? Salahkah jika ia masih sering menebak-nebak dan mengira-ngira, sebenarnya apa yang menyebabkan Adam meninggalkannya tanpa pesan dan tanpa kabar berita? Salahkah jika masih banyak yang terasa mengganjal di pikirannya?
Hafsha terisak. Mengapa doa-doa yang ia panjatkan di sepertiga malam, tidak didengar oleh Tuhan. Apakah maksud Tuhan atas semua rasa sakit ini? Hafsha memejamkan mata dan beristigfar berulang kali. Pelan-pelan kesadaran mulai kembali menjernihkan akal dan pikiran. Tentu Allah tidak akan sia-sia memberikan ujian seberat ini kepadanya. Hafsha yakin, Allah punya maksud yang lebih indah untuknya. Tetapi tentu, ia harus sabar dan iklas dulu menerima semua ujian dan rasa sakit ini.
Hafsha menghapus air matanya dengan ujung lengan baju. Sudah cukup ia menangisi laki-laki yang bernama Adam itu. Sudah cukup ia menyebut nama laki-laki itu dalam setiap doa dan sujud-sujud panjangnya. Esok, ia akan mulai membuka lembaran baru. Ia akan lupakan semua hal tentang laki-laki itu. Ia akan lupakan semua kenangan indah bersama laki-laki itu.
Hafsha bangkit dan berjalan dengan kepala tegak. Sore ini ia akan segera pulang ke Pekanbaru. Akan ia tinggalkan semua luka dan air matanya di tanah Minang ini. Sudah tida ada gunanya lagi ia menangisi laki-laki yang tidak punya hati itu.
****
Hari ini kelas 3 Abu Hurairah akan berenang ke Bombara. Gadis kecil berusia sembilan tahun itu sangat senang. Karena sudah lama ia dan adiknya tidak pergi berenang. Setiap ia dan Rayyan mengajak sang papa, papanya selalu bilang besok dan besok.
Sebenarnya Arvan sudah melarang Aqila untuk ikut berenang. Karena sejak beberapa hari terakhir Aqila selalu bilang pusing setiap bangun tidur. Terkadang gadis kecil itu sampai muntah-muntah. Anehnya, pusing dan muntah-muntah Aqila hanya di pagi hari, ketika bangun tidur. Begitu selesai mandi dan sarapan, Aqila terlihat sehat dan segar. Sehingga Aqila tetap bersekolah seperti biasanya. Di sekolah, Aqila selalu baik-baik saja. Tidak pernah merasa pusing ataupun muntah.
KAMU SEDANG MEMBACA
DITALAK TANPA ALASAN (JUDUL DI NOVEL UNTAIAN DOA HAFSHA)
General FictionTiba-tiba Hafsha diantar ke kampung halamannya dan dipulangkan kepada sang ayah. Adam, laki-laki yang telah menikahinya dua tahun lalu, menalaknya tanpa alasan. Sebenarnya apa yang terjadi pada Adam? Lalu bagaimana kisah Hafsha selanjutnya?