And every time we hook up,
I know what you're thinking of,
I know what you're thinking of.Kedua pupil pria itu bergerak mengikuti tubuh Irene yang berjalan mendekatinya. Penglihatannya kini dipenuhi cerlang mata, bentuk bibir, serta rambut hitam panjang yang terurai lepas. Sama. Ia masih orang yang sama. Hanya saja, dengan versi lebih dewasa, lebih dominan, dan dapat menekan siapapun kapan saja.
Sebuah hembusan napas keluar sebelum wanita itu duduk dengan canggung, sama sekali tidak ingin repot menunjukkan senyumnya. Hanya ada sebuah tatap nyaris kosong, mencoba mengembalikan entah apa yang sudah hilang di dadanya.
"Sudah lama?"
Sudah. Cukup lama bagi seseorang seperti dirinya untuk menunggu dan bukan ditunggu seperti itu. Kopi di dalam cangkir yang ia pesan bahkan tersisa hanya seperempat dari jumlah semula, menunjukkan bekas bibirnya di ujung cangkir.
"Enggak."
It hurts to love you,
but I still love you.
It's just the way I feel.And I'd be lying,
if I kept hiding,
the fact that I can't deal."Kamu sendirian?"
Irene mengangguk, "iya."
"Apa kabar?"
Rasanya lidahnya kelu, terpaku di dalam mulutnya. Ada banyak sekali yang ingin ia tanyakan, tapi semuanya tiba-tiba buyar ketika wanita yang dulu selalu dapat dilihatnya, kini kembali, dengan keseluruhan yang masih sama.
Tidak, ada banyak yang berbeda.
Kerlap di netranya hilang, terlalu sendu dan mati meski senyumnya ia lebarkan.
Wajahnya masih sama. Hanya sedikit kerut yang setelah sedapat mungkin ia hindari, masih dapat terlihat, menandakan bahwa ia juga bisa bertambah tua.
Rambutnya lebih panjang. Itu selalu dibiarkan mengurai lurus begitu saja dulu, namun kini, ia mencoba berbagai macam mode rambut untuk menyesuaikan pertemuan yang ia rencanakan.
Senyumnya memudar. Sekeras apapun ia mencoba untuk menunjukkan rasa bahagianya, ia selalu berakhir hancur, tidak menerima dirinya sendiri.
"Kalau tidak ada anak-anak," Irene berhenti sejenak, menarik senyum. "Kamu tahu kamu mungkin gak akan melihat aku lagi hari ini."
"Nana dan Yuna sekarang sedang sibuk ujian, ya? Kemarin mereka nelepon, bilang gak bisa nginap di rumah."
"Iya."
"Rene,"
"Aku minta maaf."
Irene diam, masih menatap lurus ke depan. Ia menelan salivanya, tahu benar langkah beratnya hari ini akan berakhir pada hari yang lebih berat lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Crazy Rich Bae
FanfictionDaily Life seorang sosialita sekelas Irene Bae ketika harus mengurus kelima anaknya sebagai ibu tunggal. Highest rank: #1 in Joy [190820] [041020] out of 5.38K stories #1 in Ryujin [190920] [161020] [191020] [051120] out of 4.79K stories #1 in Hyuns...