05: rasa kesal yang tidak bisa dibendung

122 23 0
                                    

Sebenarnya Seungyoun ingin tidur saja daripada mengikuti Seungwoo yang mengajaknya makan malam di luar hotel. Dirinya memang semudah itu letih jika melakukan perjalanan, tidak peduli jaraknya dekat di dalam kota sekali pun, Seungyoun biasanya akan seperti ini. Dia memang terlihat ceria dan bisa mendapatkan energi dari orang banyak, padahal sebenarnya Seungyoun lebih suka ketenangan. Sangyeon yang bisa mendapatkan energi jika berkumpul dengan banyak orang, bukan dirinya.

Seungyoun sekarang mulai terpikirkan nasib studionya yang ditinggalkannya. Pasti sekarang banyak email yang bertumpuk yang menanyakan tentang harga serta ketersediaan tempat untuk memesan gambar dan Sangyeon meski menggantikan posisinya di mata semua orang, tetaplah bukan Seungyoun. Kembarannya itu tidak memiliki kemampuan menggambar sepertinya. Bahkan saudaranya itu tidak bisa membuat garis lurus meski sudah dibantu dengan penggaris.

Membayangkan Seungsik yang di studio mereka yang pasti sedang pusing mengejar deadline sendirian. Rasa bersalahnya Seungyoun semakin menjadi, karena dirinya tahu meski Seungsik hampir tidak memarahinya tentang bertukar peran dengan Sangyeon, tetapi kali ini pasti tidak bisa termaafkan karena mereka seharusnya saling membantu sama lain untuk mengerjakan webtoon yang mereka kerjakan di salah satu aplikasi membaca komik digital.

"Siki, I'm sorry for make you do Ambush on All Sides sendirian," gumam Seungyoun tanpa sadar dan membuat Seungwoo yang duduk di sampingnya di mobil, menoleh.

"Ambush on All Sides itu apa?" pertanyaan Seungwoo membuat Seungyoun menoleh dan mengutuk mulutnya yang sering mengumamkan yang dipikirkannya. "Siki itu siapa? Apa orang yang sama tadi siang meneleponmu?"

"Eh? I-iya," Seungyoun berusaha untuk tidak terdengar panik, lalu tersenyum, "Dia teman dekatnya kak Seungyoun, kak. Ambush on All Sides itu judul webtoon yang mereka kerjakan."

"Hanya itu?"

"Ya?"

"Dia bukan pacarmu, 'kan?"

"Hah?" Seungyoun heran mendengar perkataan Seungwoo, apalagi lelaki itu terlihat tidak senang. "Dia teman aku, kenapa bertanya seperti itu?"

"Karena kamu udah milikku, Sangyeon," detik itu juga, Seungyoun merasakan tatapan Seungwoo berbeda dari yang dilihatnya. Tatapan tidak suka dan nada suaranya juga tadi terdengar posesif, "Aku tahu kamu belum mencintaiku dan belum percaya padaku, tapi aku harap kamu belajar untuk menerimaku."

Seungyoun merasa tidak nyaman, tetapi dia tidak mau mengalah. "Kenapa aku harus, kak?"

"Sangyeon...."

"Kakak datang ke kehidupanku secara tiba-tiba dan membawa lamaran kepada ibuku. Membuatnya menyakini bahwa ini adalah pilihan terbaik untuk hidupku dan membuatku sekarang di sini." Seungyoun menatap Seungwoo dengan kesal. "Kakak pikir, kakak siapa sampai bisa mengaturku sebegitunya? Aku bahkan belum begitu mengenalmu, tetapi sudah berakhir menikahimu. Aku bahkan tidak melakukan apa-apa, tetapi kakak sudah ingin mengaturku seolah aku tidak memiliki kebebasan untuk mengatur hidupku."

"Sangyeon, bukan begitu...."

"Tapi yang aku tangkap, kakak ingin mengaturku seperti keinginanmu!" Seungyoun tidak bisa mengontrol suaranya dan tidak peduli jika supir serta pemandu wisata keduanya mendengar pertengkaran mereka. "Aku tidak suka diatur dan kalau memang menginginkan cintaku, pertama-tama belajarlah untuk menghargai kehidupaku, kak."

Mobil berhenti dan Seungyoun langsung membuka pintu. Namun, bukan masuk ke area tempat makan malam yang sudah dipesan oleh Seungwoo, tetapi Seungyoun berjalan menjauh dan menghentikan taksi. Tidak peduli Seungwoo mengejar langkahnya dan menggedor pintu taksinya untuk meminta dibuka olehnya.

"Pak, jalan."

"Tapi itu...."

"Kalau bapak ingin saya membayar dua kali lipat, sebaiknya bapak jalan sekarang."

Taksi tersebut akhirnya meninggalkan area dan Seungyoun menghela napas panjang. Seharusnya dirinya tidak mendramatisir keadaan seperti ini, tetapi obat penyeimbang hormon emosinya belum diminumnya padahal ini sudah jamnya, pemikiran-pemikiran yang menganggunya sejak kemarin dan harusnya sekarang Seungyoun tidur karena keletihan seharusnya cukup untuk menjadi alasannya bersikap seperti ini. Tentu lelaki yang menjadi suami adiknya itu tidaklah tahu riwayat kehidupannya, karena bukan itu yang menjadi fokusnya.

Pada akhirnya, Seungyoun meminta diberhentikan di tempat makan pinggir jalan yang dekat dengan hotelnya menginap. Sesuai dengan perkataannya, Seungyoun membayar dua kali lipat dan saat makan sendirian, Seungyoun memikirkan banyak hal yang berujung dengan penyesalan berada di situasi ini. Seungyoun paling tidak suka makan sendirian meski pun tidak begitu suka berada di keramaian. Biasanya, Seungyoun akan makan bersama Seungsik di studio dan kalau hanya ada dirinya sendirian, akan memilih pulang ke rumah untuk makan bersama Lea atau lebih baik tidak makan sekalian kalau tidak ada yang mau menemaninya makan.

Setelah selesai makan dan membayar makanannya, Seungyoun berjalan kaki kembali menuju hotel sembari melihat keadaan sekitar. Ada berbagai orang dan ras yang dilihatnya dan itu bagi Seungyoun adalah sesuatu yang menyenangkan. Rasanya meski berbeda-beda, tetapi orang-orang di sini menyetujui kalo pulau yang menjadi tempat mereka melepaskan penat adalah tempat yang layak untuk didatangi.

Namun, begitu tiba di lobi, Seungyoun merasa suasa hatinya kembali memburuk karena melihat Seungwoo. Hanya saja, lelaki itu tampaknya tidak tahu dan justru menarik Seungyoun ke pelukannya. Aroma Seungyoun sejujurnya membuat Seungyoun sedikit tenang, tetapi dia tahu kalau di posisi ini lebih lama lagi, bukan tidak mungkin akan terjadi hal yang paling tidak diinginkannya.

"Sangyeon .... maaf. Maafkan aku yang tadi terdengar egois padamu."

"Kak, lepaskan aku."

"Enggak, sebelum kamu bilang mau memaafkanku."

Seungyoun diam-diam ingin tertawa mendengar suara Seungwoo yang terdengar merajuk itu. Namun, karena sadar mereka masih di lobi dan pasti menjadi tontonan paling tidak staf hotel dan mungkin beberapa pengunjung, dia memutuskan untuk mengalah.

"Yaudah kak, aku maafin. Sekarang lepas ya, kalo mau lanjut meluk di kamar aja."

Saat mereka akhirnya saling menjauh, ada rasa kosong yang Seungyoun tidak ingin ada penjelasannya. Karena sejujurnya, melihat senyuman Seungwoo dan lelaki itu mengulurkan tangan untuk meminta tangannya digandeng, dia tahu ada hal-hal tertentu baiknya tidak ada penjelasannya. Meski begitu, Seungyoun memberikan tangannya untuk lelaki itu dan mereka berdua berjalan beriringan menuju lift.

Seungyoun masih merasa dirinya sanggup menangani ini, karena debaran jantungnya masih normal. Namun, Seungyoun tidak yakin berapa lama lagi jantungnya akan tetap dalam keadaan seperti ini? Sepertinya jika dia kembali nanti, pertukaran peran bersama Sangyeon akan Seungyoun akhiri lebih cepat dari kesepatakan mereka.

Ah, memang seharusnya sejak awal Seungyoun tidak menerima hal ini.

Ambush on All Sides | Seungzz [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang