16: ada hati yang berantakan, tetapi kehidupan harus tetap berjalan

110 11 0
                                    

Pada akhirnya, perkiraan Seungsik bahwa dia harus pergi lebih awal terbukti benar. Seungyoun datang kepadanya dengan keadaan hancur hatinya dan tidak bisa mengontrol tangisnya. Seungsik bahkan tidak bertanya terlebih dahulu untuk menarik Seungyoun ke pelukannya setiap menemukan lelaki itu menangis, padahal tahu teman baiknya itu tidak suka segala kontak fisik yang dilakukan tanpa seizinnya.

Namun, apa bisa Seungsik bertanya tentang izin di saat Seungyoun butuhkan detik itu juga adalah sebuah pelukan?

"Enggak apa-apa, Youn. Semuanya udah selesai sekarang." Seungsik mengusap kepala Seungyoun dan baru disadarinya tinggi lelaki itu melebihi dirinya. "Kita bisa pergi dan memulai semuanya dari awal. Kamu kuat, Youn, kamu bisa melewati ini."

"Sesak ... sesak, Ssik."

Seungsik menepuk pelan punggung Seungyoun. "Gapapa, itu proses. Kamu akan lebih baik seiring berjalannya waktu."

"Rasanya kayak mau mati."

"Kamu belum menemukan Illeman-mu, Youn."

"Illegirl, Seungsik!" Protes Seungyoun karena salah mengucapkan lagu favoritnya sekaligus kata yang menurutnya paling kuat yang pernah didengarnya selama hidupnya.

"Emangnya kamu mau sama cewek?"

Seungyoun seharusnya tahu Seungsik berusaha menghiburnya dan pada akhirnya hanya bisa tersenyum. Benar, Seungyoun seharusnya tahu cita-citanya selama ini adalah menemukan seseorang yang menggangapnya Illeman, gabungan kata dari illegal dan man. Tentu hal itu tidak bisa diharapkannya dari Seungwoo, karena lelaki itu sejak awal tidak pernah tertarik kepadanya.

Orang yang diinginkannya adalah Sangyeon, bukan Seungyoun.

Mengingat hal itu membuat Seungyoun meringis.

"Udah, nangisnya lanjut di tempat baru aja." Seungsik menepuk punggungnya dengan sedikit lebih keras dan melepaskan pelukan mereka. "Kita beres-beres studio dulu. Kalau udah sampai di tempat baru, kamu lanjut aja nangisnya dan biar aku yang menata studio."

Setidaknya, Seungyoun bersyukur dia mengenal Seungsik hingga sekarang. Karena lelaki itu bereaksi tidaklah seperti orang-orang yang selalu menyalahkannya jika mengalami sesuatu yang buruk karena pertukarannya dengan Sangyeon. Entah karena mengerti hal yang Seungyoun lakukan atau merasa ucapannya tidak akan gunanya karena tidak akan bisa mengubah keadaan akibat pilihannya.

Hal yang Seungyoun tidak duga adalah, Seungwoo benar-benar tidak mengatakan apa pun tentang pertukarannya dengan Sangyeon. Ibunya dan Adik perempuannya masih bersikap biasa dengan Seungyoun.

Pada akhirnya, hari kepindahan Seungyoun ke daerah lain tiba dan Ibu serta Adik perempuannya hanya tahu kalau ini rencananya sejak lama bersama Seungsik karena ingin fokus menggambar di studio impian yang mereka berdua bangun. Hal yang keluarga Seungyoun tidak ketahui adalah, kepindahannya kali ini juga untuk memulai kehidupan baru sebagai dirinya sendiri dan berusaha melupakan Seungwoo.

Meski Seungyoun sangsi bisa melakukannya.

"Lupain perasaan itu, jangan dipaksa." Perkataan Seungsik membuat Seungyoun yang tengah membongkar kardus berisi buku-buku fiksi miliknya, menoleh. "Semakin kamu paksa, semakin dia akan bertahan lama."

"Mendengarnya dari seseorang yang bahkan mengakui tidak pernah merasa benar-benar jatuh cinta itu aneh."

"Aku hanya menyampaikan hal yang aku dengar dari orang-orang yang kukenal pernah mengalami hal di posisimu, Youn."

"Tidak pernah ada yang benar-benar di posisi gue." Seungyoun tersenyum dan di mata Seungsik terlihat miris. "Karena tidak ada yang benar-benar pernah ada yang mengalami apa yang gue lalui selama ini."

Seungsik mendengarnya hanya menghela napas. "Memang benar sih. Penderitaan atau kebahagiaan satu orang ke orang lainnya itu berbeda, meski terlihat mirip."

Setelah obrolan itu, Seungyoun ditinggalkan sendirian karena Seungsik membongkar barang-barang dan menyusun di ruangan yang menjadi studio mereka. Namun, berdiam diri nyatanya tidak membuatnya merasa lebih baik, sehingga pada akhirnya satu jam kemudian Seungyoun menyusul Seungsik ke ruangan yang menjadi studio mereka.

Kalau hati bisa dikontrol, sepertinya akan lebih mudah jika Seungyoun menjatuhkan perasaannya kepada Seungsik. Karena Seungyoun sudah mengenal lelaki itu sejak SMA dan tahu ekspetasi yang harus diletakkannya kepada lelaki itu. Namun, hidup tidaklah pernah semudah itu dan perasaan tidak bisa di atur seperti keinginan pemilik hati.

"Menurut lo...," Seungyoun baru selesai mengencangkan baut terakhir utuk lemari rak besi yang akan menjadi tempat penyimpanan buku sketsa serta cat air, membuat Seungsik menoleh, "kalau gue buat webtoon berdasarkan patah hati ini, bakalan dapat duit berapa banyak?"

"Baru tahu kamu bisa matrealistis juga."

"Kalau pilihannya nangis bikin merana dan nangis bikin merana, tapi dapat duit, gue milih kedua sih."

"Bagus, otakmu akhirnya bisa diajak berpikir waras." Seungsik memang sengaja meledek, tetapi melihat Seungyoun tertawa pelan, meski terlihat dipaksakan, membuatnya menghela napas. Mengacak rambut Seungyoun sesaat, lalu kembali mengecek peralatan menggambar manual mereka apakah masih bagus atau sudah perlu diganti, "Ngomong-ngomong, aku tahu ini tidaklah tepat dikatakan sekarang, tetapi kamu lebih pantesan bahagia sih."

"Gue sedang mengusahakannya."

"Ambilah waktumu sebanyak mungkin, Youn. Aku tetap tinggal meski semua orang pergi darimu."

Kalau Seungyoun tidak paham sifat Seungsik, mungkin sekarang dia akan terbawa perasaan mendengar perkataan lelaki itu. Tapi dia Seungsik, yang memang akan lebih mengutamakan orang disekitarnya dari dirinya sendiri hingga di titik bagi yang hatinya lemah, akan merasa ada perasaan khusus yang diberikan. Jadi pada akhirnya, Seungyoun hanya tertawa.

"Aku sebenarnya tidak suka mengulang yang sudah aku katakan, tapi kamu lebih pantas bahagia, Seungyoun."

"Makasih, Seungsik."

Seungsik menatap Seungyoun, lalu tatapannya yang kebingungan dan berlari ke berbagai arah membuat dirinya tertawa. Lagi, Seungyoun berharap kalau perasaan bisa dikontrol, akan lebih mudah jika dia menjatuhkan kepada Seungsik.

"Aku tidak melakukan apa-apa, Youn."

"Lo udah sama gue di sini aja udah lebih dari segalanya, Ssik."

"Alay."

Seungyoun tertawa melihat Seungsik yang berlalu dan melihat telinga lelaki itu yang memerah. Karena Seungsik tidak pernah terbiasa dengan pujian dan itu bukanlah hal yang mengejutkan bagi Seungyoun.

Namun, setelah dia sendirian di ruangan ini, rasa sesak membuat Seungyoun menghela napas panjang. Sepertinya dia akan menjadi egois, meminta Seungsik untuk terus berada di jarak jangkauannya sehingga tidak merasakan sakit seperti sekarang.

Ambush on All Sides | Seungzz [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang