Seungyoun bersenandung lirih saat mendorong trolinya di supermarket. Melihat deretan sayuran berbagai warna membuat suasana hatinya membaik dan entah ada angin apa sehingga Seungsik yang biasanya tidak mau melepaskannya di bawah jam 5 sore, sudah membiarkannya pulang pada jam 3 sore tadi. Tidak ingin mengambil pusing dengan sikap anomali Seungsik karena terakhir dia menanyakan keanehan sikap temannya itu, Seungyoun malah berakhir begadang di studio. Memang kejadian itu sudah lama, tetapi Seungyoun bukanlah tipe orang yang jatuh kepada kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.
Telpon yang masuk ke HP-nya membuat Seungyoun tidak bisa menahan senyumannya. Menggeser ikon berwarna hijau untuk telpon diangkat dan menempelkan HP ke telinganya. "Halo, kak. Kenapa menelepon?"
"Kamu ada di mana? Aku baru selesai bekerja dan mau menjemputmu."
"Tidak usah, kak. Aku lagi belanja di supermarket dekat rumah."
"Aku ke sana ya, jemput kamu."
"Loh, memangnya kakak enggak kerja jam segini?"
"Ini hari Jum'at, Sangyeon," Seungyoun berusaha menahan diri untuk tidak mendengkus mendengar nama kembarannya itu, "Jadi aku pulang awal. Aku ke sana ya, tunggu aku."
"Oke, kak. Hati-hati di jalan."
Setelah Seungyoun menutup telpon, dia menghela napas panjang. Dia benar-benar lupa hari dan biasanya Seungsik yang menjadi kalender berjalan untuk mengingatkan hari di antara keduanya. Namun, tadi Seungsik tidak melakukannya dan justru berbicara tentang dirinya yang jangan sampai jatuh hati kepada Seungwoo. Meski Seungyoun berusaha keras menyakinkan bahwa dirinya tidak mengalami hal yang dikatakan oleh Seungsik, nyatanya debaran itu semakin lama semakin intens dan rasa senang yang tidak bisa dikontrolnya jika berhubungan dengan Seungwoo.
Bahkan saat hanya memikirkan nama itu bisa membuatnya debaran jantungnya bekerja tidak dengan temponya dan bisa membuatnya tanpa sadar tersenyum. Membuat Seungyoun berharap jika Sangyeon segera muncul agar dirinya bisa pergi, bisa melupakan dan menjalani kehidupan sepert tidak pernah ada yang terjadi di antara Seungyoun dan Sangyeon.
Juga, Seungyoun terlalu lelah untuk membohongi dirinya sendiri bahwa tidak tahu alasan dirinya tidak suka saat Seungwoo memanggil nama Sangyeon. Karena pada nyatanya, setiap nama itu terucap dari mulut Seungwoo, mengingatkan Seungyoun bahwa posisinya hanyalah pengganti dan yang dicintai lelaki itu bukanlah dirinya.
Benar kata Seungsik, dirinya terlalu mudah menjatuhkan hati kepada orang yang membuatnya merasa nyaman.
Seungyoun tersadar dari lamunannya saat merasa bahunya ditepuk dan saat menoleh, ada Seungwoo yang tersenyum kepadanya. Membuatnya juga ikut tersenyum karena bagi Seungyoun, senyuman Seungwoo itu menularkan kebahagiaan. Lalu, Seungyoun mendadak merasa sedih karena seharusnya ini bukanlah tempatnya dan dua minggu lagi, dirinya sudah tidak berada satu kota dengan Seungwoo karena pindah ke tempat impiannya.
Seandainya Seungyoun adalah Sangyeon, mungkin dirinya tidak perlu merasa seperti ini.
"Belanjaanmu banyak, mau masak apa?" Pertanyaan Seungwoo membuat Seungyoun tersenyum.
"Bahan makanan di rumah sudah habis, jadi aku pikir sekalian saja berbelanja untuk stok."
"Menurutmu malam ini kita makan apa?" Tanya Seongwoo yang mengambil alih untuk mendorong troli. "Makan shabu-shabu bagaimana?"
"Memangnya ada alatnya di rumah, kak?"
"Ada."
"Yaudah, ayo makan shabu-shabu kalau begitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ambush on All Sides | Seungzz [✓]
Fiksi PenggemarSeharusnya Seungyoun tahu batasan untuk mengiyakan pertukaran peran menjadi Sangyeon untuk hidup bersama suami kembarannya, Seungwoo. DISCLAIMER: • X1 Fanfiction [Seungzz] • Untuk monthly fanwork Hanchozone bulan November #PetrichoRsszVember • Multi...