11: permintaan maaf yang diterima

112 17 2
                                    

Seungwoo menatap kafe Kenangan yang disebutkan oleh suaminya dari kemudi mobilnya. Lalu, mengamati lantai 2 yang tampak terang dan jendelanya tidak terlihat apa pun karena tertutup tirai. Inginnya Seungwoo tidak berpikiran macam-macam, tetapi lantai 2 yang hanya ada dua orang, apa benar mereka tidak melakukan apa pun?

Apalagi Seungwoo terpikirkan tentang perkataan detektif yang disewanya untuk mencari tahu tentang suaminya bahwa Seungsik bukanlah termasuk orang yang cukup dekat dengannya. Kenapa informasi yang di dapatkannya dengan informasi yang dilihatnya pada kehidupan nyata berbeda?

"Sangyeon," Seungwoo yang tadi buru-buru turun dari mobil saat melihat suaminya berjalan bersisian dengan Seungsik. Apalagi keduanya sudah memakai helm, kemudian mereka menatap Seungwoo, "Ayo pulang."

"Memangnya gu ... maksudku, aku ada janji dengan kakak untuk pulang bersama?" Tatapan kebingungan itu tidak luput dari penglihatan Seungwoo. Juga tadi gerakan menyikut Seungsik kepada suaminya saat awal berbicara dengannya yang membuat Seungwoo merasa janggal. "Kak Seungwoo, halo? Kakak kenapa diam saat aku tanya?"

Lamunan Seungwoo terhenti dan menatap suaminya yang memandangnya seolah tidak mengerti akan kehadirannya di tempat ini. "Memangnya aku tidak boleh pulang bersama suamiku?"

Bisa Seungwoo lihat diamnya yang membuat Seungwoo sedikit senang karena setidaknya dia tidak ditolak. Namun, melihat suaminya yang menoleh ke arah Seungsik dan meminta untuk dilepaskan helm dengan rengekan membuat hati Seungwoo terasa diremas oleh tangan yang tidak kasat mata. Seungwoo mencoba mengingatkan dirinya bahwa suaminya masih belum bisa sepenuhnya percaya dengannya dan momen yang dilihatnya tadi akan didapatkannya suatu saat nanti.

Namun, salahkan perasaannya yang cemburu menguasai dirinya, meski akal sehatnya terus mengulang mantra Seungwoo haruslah merasa sabar. Membuatnya segera mengenggam sebelah tangan suaminya begitu melangkah mendekatinya dan menariknya untuk mengikuti langkahnya ke mobil.

"Kak," panggilan itu nyatanya tidak bisa membuat Seungwoo merasa tenang, "Kak Seungwoo ... sakit."

Seungwoo menoleh dan melihat suaminya yang kesakitan. Lalu, saat Seungwoo melonggarkan cengkraman tangannya, suaminya justru menarik tangannya darinya. Mengusap pergelangan tangannya tanpa mau melihat Seungwoo dan detik itu juga, dia menyesal karena membiarkan rasa cemburunya mengambil alih. Membuat suaminya merasakan sakit dan takut kepadanya.

Sepanjang perjalanan pulang, keduanya tidak mengatakan apa pun. Kepala Seungwoo tersusun begitu banyak skenario untuk meminta maaf, tetapi teringat tadi pagi yang ditanya meminta maaf untuk hal yang mana oleh suaminya membuat dirinya takut. Apalagi dari ujung mata Seungwoo, bisa melihat kalau suaminya sengaja mendekat ke arah pintu, seolah takut jika berada dalam jarak jangkaunya akan berakhir dilukai seperti tadi.

"Sangyeon," panggil Seungwoo saat mereka sudah tiba di depan rumah dan membuatnya mendapatkan atensi suaminya itu, "Maaf aku kasar padamu tadi."

"Kakak kenapa harus kasar kepadaku?" Pertanyaan itu membuat Seungwoo merasa malu kepada diri sendiri karena mengutamakan emosi daripada logika. Tatapan suaminya yang terlihat kecewa kepadanya ternyata jauh lebih menyakitkan daripada yang diduganya. "Aku tidak melarikan diri darimu, jadi kenapa aku mendapatkan perlakuan tadi, kak?"

"Maaf."

"Maaf aja enggak cukup, kak. Aku juga butuh penjelasan. Maaf tanpa alasan itu seperti kata kosong, tidak bermakna."

Tatapan keduanya bertemu dan Seungwoo merasa sakit saat suaminya memegang tapi sabuk pengaman sembari menatapnya. Seolah dirinya telah memberikan ketakutan dan rasa tidak aman, padahal sudah berjanji di hadapan semua orang kalau Seungwoo akan menjaga lelaki di depannya dan membahagiakannya. Seungwoo merasa gagal untuk menjalankan janjinya hanya karena emosi sesaatnya.

"Maaf."

"Kak...."

"Harusnya aku bilang padamu kalau tidak suka dengan kehadiran Seungsik," Seungwoo memandang lelaki yang menjadi suaminya selama sepuluh hari, "Aku ... aku cemburu padanya."

"Hah?"

"Kamu tertawa karenanya. Kamu bisa merengek manja kepadanya," Seungwoo memberikan jeda pada perkataannya dan menatap suaminya yang menatapnya tidak mengerti, "Kamu terlihat nyaman bersamanya, tidak seperti saat bersamaku yang tampak was-was."

Seungwoo bisa melihat tatapan kebingungan yang ditunjukkan kepadanya. Lalu, sabuk pengaman yang di buka membuat Seungwoo berpikir suaminya itu akan turun dari mobil, meninggalkannya tanpa jawaban karena marah. Bukan beringsut ke arahnya dan sebelah tangannya terarah ke puncak kepala Seungwoo. Memberikan tepukan pelan dengan tempo konstan dan melihat senyuman kepadanya.

"Kak, makasih udah kasih tahu perasaanmu," senyuman dan perkataan tidak terduga itu membuat Seungwoo merasakan jantungnya berdebar dengan cepat, "Kita baru bersama sekarang, kak. Tentu perbandingannya tidak adil dan jangan cemburu sama Siki, sumpah dia itu mana peduli dengan hal-hal romansa."

Seungwoo ingin berkata tidak menyakininya, tetapi memutuskan untuk tidak menyuarakannya karena senang melihat senyuman untuknya. Menyadari jika suaminya tersenyum, matanya sedikit tertutup oleh kelopak matanya, membuatnya terlihat sedikit menyipit. Pada akhirnya, tangan suaminya menjauh dari puncak kepala Seungwoo, tetapi tidak sepenuhnya keluar dari jangkauannya karena ditangkap olehnya dan membawa telapak tangan tersebut ke bibirnya untuk dikecup.

Hal yang Seungwoo tidak tahu, perbuatannya itu membuat gemuruh di dada lelaki yang dia yakini adalah suaminya.

Ambush on All Sides | Seungzz [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang