o u t r o

5 0 0
                                    

Seungsik melihat Sangyeon yang berada di ruang tamunya dengan tatapan heran. Dia jelas tidak pernah memberitahukan di mana dirinya tinggal bersama dengan Seungyoun. Namun, mengingat Seungyoun itu seringkali bodoh jika menyangkut tentang Sangyeon, membuatnya hanya bisa menghela napas.

"Kenapa kamu ada di sini?" Teguran itu membuat Sangyeon memandangnya dan Seungsik tidak tahu mengapa sekarang jantungnya berdebar tidak karuan. Namun, dengan cepat dia menepis pemikiran liarnya dan lebih menyakini jantungnya bekerja abnormal sekarang akibat dirinya baru selesai berolahraga. "Kalau tujuanmu datang kemari untuk membuat Seungyoun kembali bertukar peran denganmu, lebih baik langkahi mayatku dulu, Sangyeon."

"Apa sebegitu buruknya aku di matamu sampai mengira datang kemari hanya untuk membawakan masalah?"

"Well, jangan salahkan aku berpikir demikian. Kamu dan masalah adalah teman yang baik."

Sangyeon mendengarnya hanya menghela napas. "Aku kemari bukan buat Seungyoun."

"Oh?" Seungsik mendengarnya tidak heran. "Apa datang buat aku?"

Seharusnya, perkataan asal Seungsik itu tidak memberikan efek apa pun kepadanya. Namun, nyatanya tatapan Sangyeon yang seperti merindukannya mampu membuat jantungnya yang tadi sudah berdebar normal, sekarang kembali berdebar dengan tempo abnormal.

"Harusnya kamu gak ada di sini, Sangyeon," akhirnya Seungsik bisa mengatakan sesuatu dan mencoba mengabaikan debaran jantungnya yang terlalu berisik hanya karena perkataannya yang memang dibenarkan dalam diamnya Sangyeon, "kamu sudah menikah dan suamimu akan ribut kalau tahu dirimu ada di sini."

"Aku tahu kamu itu selalu sibuk dengan duniamu sendiri, tapi aku tidak tahu kalau sebodoh ini." Sangyeon menghela napas dan memandang Seungsik. "Aku sudah bercerai dan kurasa dia sekarang sedang mencoba menyakinkan Seungyoun untuk mau menerimanya."

"Memangnya kamu yakin Seungyoun akan mengatakan iya?"

"Tidak juga," Sangyeon mengendikkan bahunya, "Lelaki itu bahkan tidak bisa membedakanku dengan Seungyoun. Aku kalau jadi dia tidak akan semudah itu menerimanya meski mencintainya."

"Tapi sejak awal kamu bukan Seungyoun, meski sering bertukar peran dengamu."

"Benar juga," Sangyeon menatap Seungsik, "Aku bukan Seungyoun dan kamu bisa menyadarinya dalam sekali tatap. Sayangnya, kamu lebih memilih bersama saudaraku dibandingkan denganku."

"Kami tidak bersama dalam konteks romansa?"

"Apa kamu mau lowkey bilang aku punya kesempatan?" Pertanyaan Sangyeon membuat Seungsik membisu. "Diammu kuanggap iya."

Seungsik seharusnya bisa menjawab kalau itu hanyalah halunya Sangyeon. Namun, kenyataannya Seungsik hanya bisa menghela napas dan berjalan menuju dapur. Membiarkan Sangyeon mengikutinya dan membuatkan lelaki itu minuman karena pasti dia belum ada minum air mineral hari ini.

Dulu, Seungsik bilang dia terpaksa menghafal kebiasaan Sangyeon dan Seungyoun karena mereka satu paket. Kenyataannya, Seungsik tahu dirinya hanya denial. Karena sejak awal, Seungsik tahu rasa pedulinya kepada Sangyeon dan Seungyoun itu benar-benar berbeda. Namun, lebih mudah untuk menolak kenyataan daripada mengakuinya, karena Seungsik tidak mau hidupnya bermasalah karena menerima Sangyeon di hidupnya.

Seungsik tahu, manusia itu cenderung tertarik pada hal-hal yang berbahaya. Juga semakin dilarang untuk mendekati hal yang tidak baik, maka akan semakin tertantang untuk mendekatinya.

"Aku kayaknya harus senang deh karena kamu masih memberikanku segelas air setiap ketemu." Celetukan Sangyeon itu sebenarnya Seungsik tahu hanyalah sarkasme, lantaran itu bentuknya memprotes sikapnya. "Tapi makasih udah tetap mau melakukan ini meski tahu aku bakalan lama ngabisinnya."

"Aneh juga denger kamu ngucapin makasih kayak gini."

"Jadi kamu lebih terima aku datang bawa masalah?"

Seungsik mendengarnya hanya menghela napas panjang. Setelah beberapa saat dan Sangyeon memang masih meminum dengan tempo lambat karena memang sepayah itu meminum air putih, akhirnya Seungsik berkata, "Kalau kamu mau aku menganggapmu bukan sebagai pembawa masalah, pertama-tama kamu harus belajar untuk meminum dua liter air dalam sehari."

"Kamu ingin menyiksaku?!?"

"Aku hanya ingin kamu panjang umur."

"Apa?"

Tapi Seungsik tidak menjelaskan lebih lanjut apa maksud ucapannya itu kepada Sangyeon. Lelaki itu berlalu meninggalkan Sangyeon di ruang tamu dan membuat lelaki itu memiringkan kepalanya, kebingungan. Tapi bohong kalau ucapan Seungsik itu tidak memberikan efek kepada Sangyeon, karena sekarang dirinya tersenyum seperti orang bodoh.

Ambush on All Sides | Seungzz [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang