12: peringatan yang (tidak) diindahkan

116 20 0
                                    

Seungyoun merasa gelisah karena hari demi hari berlalu, tidak ada tanda Sangyeon akan kembali. Semua nomor yang digunakan oleh Seungyoun untuk menghubungi kembarannya itu tidak aktif dan sejujurnya, dia mulai takut untuk berada di rumah bersama Seungwoo. Bukan karena lelaki itu yang bersikap tidak baik kepadanya karena cemburu kepada Seungsik, tetapi Seungyoun yang menyadari kalau setiap sikapnya sebagai respon perkataan lelaki yang merupakan suami adik kembarnya itu selalu di luar perhitungannya. Membuatnya berada di posisi sulit, karena jantungnya yang mulai berdebar tidak karuan setiap menyadari kehadiran atau memikirkan tentang Seungwoo.

"Baru seminggu, bersabarlah sedikit lagi," Seungsik selalu mencoba menenangkan Seungyoun setiap dia mengemukakan kekhawatirannya, "Lagian salah siapa yang masih menyisakan uang di rekening lo? Padahal udah tahu temannya dia bertebaran seperti kacang goreng dan pasti mau menampungnya."

"Gue mana tega membuat saldonya sampai nol!"

"Ya kalau tidak tega, jangan protes kepada gue setiap sepuluh menit." Seungsik menyahut seadanya dan rasanya ingin Seungyoun lempar kepala lelaki itu dengan stylus yang ada di tangannya. "Lagian lo kenapa kayak dikejar deadline gitu?"

Diamnya Seungyoun ternyata membuat Seungsik menoleh ke sisi lain di mana tempat Seungyoun berada. Seungyoun tidak perlu berbalik untuk tahu tatapan Seungsik, karena di ruangan ini ada siapa lagi? Juga karena Seungyoun tidak ingin....

"Youn, jangan bilang lo mulai jatuh ke pesona suami kembaran lo." Tidak ada jawaban yang membuat Seungsik menghela napas panjang. "Wah kacau ... kacau. Gila, ini gue harus nelpon ayah apa gimana buat turunin anggotanya nyari Sangyeon buat lo?"

"Katanya ditunggu aja, kenapa sekarang malah mau menggunakan privilese untuk menemukannya?"

"Privilese itu apaan, anjir?!"

"Privilege, bego!"

"Iya gue emang bego bahasa Indonesia. Udah tahu aja nilai gue selalu KKM di mata pelajaran itu selama SMA, malah pake bahasa yang gak umum."

Seungyoun tidak berbalik memandang Seungsik, tetapi dia bisa membayangkan ekspresi teman baiknya itu. Tanpa sadar bahunya bergetar karena berusaha menahan tawa dan berujung mendapatkan lemparan gumpalan di kepalanya.

"Gak usah ketawa ya, inget tuh hidup lo beneran kelar kalo ketahuan."

Tawa Seungyoun seketika terhenti dan Seungsik menghela napas. Rasanya memang dirinya harus turun tangan mengurusi kembar Cho ini pada akhirnya. Seungsik hanya ingin semuanya berakhir dan kembali dengan normal, meski rasanya dia yakin tidak akan ada kata normal setelah semua ini berakhir. entah akan berakhir menjadi seharusnya atau berakhir lebih buruk yang tidak bisa dibayangkan.

"Youn, inget gak soal omongan gue kalau mau pindah ke pulau lain dan buat studio sesuai keinginan?" Seungsik mengubah topik dan Seungyoun memutar kursinya untuk menghadapnya. Wajahnya tampak antusias dan membuat Seungsik tersenyum. "Tempatnya udah selesai dibangun, tinggal kita bawa peralatan ke sana."

"Gue gak sabar mau lihat studio kita. Kalo suntuk tinggal jalan sedikit, sampai ke pantai!"

"Lo gak bisa ikut kalau yang di sini belum kelar."

"Ah, benar juga."

"Tapi gue yakin, kita bisa pindah tepat waktu," Seungsik mencoba optimis, agar ekspresi sedih di wajah Seungyoun tidak bertahan lebih lama di wajahnya, "Ini studio impian kita sejak lama dan gue bakalan memastikan kita pergi bersama pada akhirnya."

"Kalau seandainya ... gue gak bisa pergi, gimana?"

"Oh, lo mau tetap bersama suami kembaran lo?"

"Bukan begitu, anjir!" Seungyoun sebal karena Seungsik mengatakan hal itu, meski hatinya merasa sedikit hampa membayangkan hari-harinya tanpa Seungwoo. Namun, pemikiran itu dengan segera ditepisnya, karena menganggap hal itu hanyalah perasaan sesaat. Seungyoun sudah terbiasa mengalami hal itu dan biasanya akan menghilang dengan sendirinya jika tidak bertemu dengan orang yang mmebuatnya merasa jatuh cinta. "Maksud gue ... kalau sampai waktunya tiba, Sangyeon enggak kembali, gimana? Masa iya gue mendadak menghilang begitu saja?"

"Tenang aja, Youn. Dia paling lambat kembali minggu depan."

"Percaya diri sekali kau, bujank. Kayak tahu isi pikirannya Sangyeon aja."

Seungsik mendengarnya hanya tersenyum. "Lo hanya tidak mengetahui beberapa hal tentang Sangyeon dan gue kebetulan tahu."

Seungyoun ingin protes sebenarnya mendengar perkataan Seungsik itu, tetapi akhirnya tidak disuarakan karena memang benar. Meski Seungyoun dan Sangyeon kembar identik, tetapi nyatanya dia tidak begitu bisa menebak isi pikiran kembarannya. Meski mereka bersama hampir sepanjang waktu, Seungyoun seringkali tidak mengerti alasan dari hal-hal yang diperbuat Sangyeon yang membuatnya seringkali berakhir membereskan kekacauannya.

"Youn," panggilan itu membuatnya menatap Seungsik, "Jangan sampai jatuh cinta."

"Gue gak akan jatuh cinta!"

"Gue gak mengatakan hal ini kalau gak merasakan kegelisahan lo," perkataan Seungsik membuat Seungyoun tidak bisa menjawab, "Lo itu manusia paling gampang kebaca kalo udah berhubungan sama romansa. Berapa kali gue lihat lo jatuh kepada orang yang cuma kebetulan berbuat baik beberapa kali di saat yang tepat?"

"Kali ini enggak akan kejadian."

"Itu yang lo katakan saat terakhir kali menjatuhkan hati pada Jinhyuk yang waktu itu udah punya pacar."

"Gue mana tahu dia udah punya pacar!"

"Lo aja yang baperan," Seungsik hanya bisa melengos, "Untung aja lo gak pernah baper sama gue. Pusing gue kalo sampe kejadian."

"Gak mau gue sama lo. Anjir, gue yang ada cultuur stelsel karena disuruh gambar tiap waktu." Gerutu Seungyoun yang tidak sadar dia cemberut saat mengatakannya, membuat Seungsik terbahak. "Lagian ya, lo manusia yang gak tertarik sama hal-hal romantis. Sengsara yang ada kalo gue berakhir sama lo karena beda love language."

"Gue bahkan enggak yakin punya love language, Youn."

"Nah! Gue udah curiga saat lo bilang naksir sama orang, pasti nih mau ngibul dan ternyata benar."

Seungsik hanya tertawa karena Seungyoun yang terus melanjutkan omelannya. Di matanya, Seungyoun itu menggemaskan kalau tengah mengomel dan orang yang berharga di kehidupan Seungsik. Namun, tidak pernah bisa dilihatnya lebih dari itu, karena memang benar-benar tidak bisa merasakan hal-hal yang bersifat romansa. Meski sudah ribuan buku bertemakan romansa dan mendengar berbagai cerita dari berbagai media, tetap saja Seungsik tidak pernah bisa merasakan atau pun membayangkannya dirinya akan berada di situasi itu.

Makanya Seungsik paling menghindari genre romantis sebagai plot utama cerita buatannya. Namun, Seungyoun yang mengusulkan untuk membuat Ambush on All Sides sebagai tantangan bagi mereka berdua. Seungyoun bilang, meski dirinya juga sama payahnya dalam membuat hal berbau romansa (yang sebenarnya Seungsik sangsikan kebenarannya lantaran buku Seungyoun selalu masuk jajaran buku populer dan di review oleh para pecinta buku sebagai buku romansa yang menyegarkan), tetapi dia ingin mencoba sampai batas maksimalnya.

Cerita itu sebenarnya sudah rampung dalam bentuk teks, tetapi baru setengah jalan dalam bentuk komik yang dipublikasikan secara online. Dua minggu lagi mereka akan hiatus lantaran pindah ke pulau lain untuk tinggal bersama dan bekerja di studio yang mereka idamkan sejak masa SMA. Namun, Seungsik merasa bahwa dirinya akan melihat sesuatu yang buruk terjadi dan mulai menimbang untuk memajukan waktu hiatus.

Juga Seungsik merasa Seungyoun tidaklah sadar bahwa beberapa hari belakangan dan bahkan sekarang, dia tersenyum lebih lebar dari seharusnya setiap melihat HP-nya. Terakhir Seungsik melihat senyuman selebar itu saat Seungyoun secara tidak sadar jatuh hati kepada Jinhyuk. Membuatnya menghela napas dan kemudian mengirimkan pesan kepada ayahnya, untuk membantunya mencari seseorang.

Cho Sangyeon.

Ambush on All Sides | Seungzz [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang